ZIARAH KE ASISI
Basilika St. Fransiskus Asisi. Di lantai paling bawah gereja ini, ada makam St. Fransiskus.
Salah satu agenda kegiatan ad limina adalah kunjungan / ziarah ke Asisi. Demikianlah pada hari minggu, tanggal 2 Oktober 2011 yang lalu, para uskup berziarah ke Asisi. Perjalanan dari Roma ke Asisi membutuhkan waktu kira-kira 2,5 jam dengan bus. Jalanan amat lancar dan cuaca juga menyenangkan, baik bagi yang tua maupun yang muda. Di dalam rombongan para uskup kali ini, ada tertua sudah berusia 76 tahun, dan ada pula yang termuda berusia 50 tahun. Usia para uskup memang amat beragam.
Di dalam perjalanan itu, selain ada yang menyanyi lagu-lagu rohani, lagu-lagu nostalgia, lagu-lagu dalam bahasa Latin, ada juga yang menyanyi lagu ndangdut. Ternyata ada juga uskup yang suka lagu ndangdut. Itulah realita para uskup.... mereka berasal dari dunia, diambil dari dunia, "ditugaskan untuk membawa dunia kepada Allah".
Selain menyanyi, kami juga mendengarkan riwayat singkat Fransiskus Asisi. Dia adalah anak seorang pedagang kain yang amat kaya. Masa mudanya kacau, hidupnya penuh dengan foya-foya, dan uang orangtuanya banyak dipakai untuk hal-hal yang menyenangkan dirinya dan kawannya.
Pada suatu hari dia tergerak hati untuk membantu merenovasi gereja yang rusak dan hampir roboh. Dia ambil uang orangtuanya dan diberikan kepada pastor paroki. Pastor paroki itu menolak, dan uang itu akhirnya diberikan kepada pihak lain. Ketika orang tua Fransiskus tahu bahwa uangnya diambil oleh anaknya, dia marah besar. Fransiskus diusir dari rumah.
Fransiskus pergi dari rumah dengan pakaian seadanya, dan dia dipelihara oleh seorang uskup. Sejak saat itu, orangtuanya bukan lagi orangtua kandung, tetapi uskup yang telah memberikan perlindungan kepadanya. Dalam pencarian akan makna hidupnya, dia masuk ke gereja San Damiano. Ketika Injil dibacakan, dia merasa ada siraman kasih Allah yang luar biasa. Kasih Yesus begitu dia rasakan, dan dia merasa terpanggil untuk membaharui hidupnya yang kacau itu.
Dia mulai meninggalkan hal-hal yang duniawi, berpakaian karung dan hidup dengan meminta-minta belas kasih orang. Dia bekerja keras mengumpulkan batu-batu untuk memperbaiki gereja yang hampir roboh itu. Banyak orang muda yang tertarik atas cara hidup Fransiskus itu, dan mulai menggabungkan diri. Tekadnya adalah hidup baik dengan taat kepada atasan, dan hidup dalam kemurnian. Itulah aturan dasar dari Fransiskus ketika dia memulai persekutuan hidup bersama dengan rekan-rekannya.
Dia diundang oleh Paus di Roma untuk menjelaskan anggaran dasar kehidupan kelompoknya itu. Disodorkan kepadanya aturan hidup biara yang sudah ada, namun semua itu ditolaknya, dan dengan singkat dia mengatakan kedua hal tadi: Tekadnya adalah hidup baik dengan taat kepada atasan, dan hidup dalam kemurnian. Atas kehendak baik Paus, Fransiskus mendapat ijin untuk "mencoba dulu apa yang telah direnungkan dan ditetapkan sebagai dasar persekutuan hidup mereka". Demikianlah,beberapa pokok penting yang sempat saya ingat dari cerita yang dibawakan oleh Mgr. Leo Laba Lajdar OFM.
Ketika kami tiba di Asisi, para peziarah sudah banyak sekali. Tempat yang dulunya sepi dan tidak memberikan sesuatu apa yang besar, kini menjadi tempat ziarah dan telah memberikan berkat bagi banyak orang. Di Tempat itu, ada 3 tempat istimewa: Gereja San Damiano, Gereja Santa Klara dan Gereja St. Fransiskus. Di masing-masing gereja ada makam orang kudus yang namanya dipakai untuk nama gereja itu.
Mgr. Mandagi, Mgr. Kerubim dan Mgr Niko berfoto di depan Basilika St. Fransiskus Asisi
Orang-orang dari pelbagai bangsa datang berziarah. Eropa dan Amerika bahkan Asia yang jauh dari daratan itu pun datang, untuk mengalami kasih Tuhan. Ada banyak imam, suster dan kaum awam muda yang "datang dan melihat apa yang ada di tempat-tempat ziarah itu". Nyatanya, ada banyak kaum muda yang menjhadi imam, suster dan biarawan-wati lainnya. Menjadi jelas, bahwa meski dunia ini sudah amat maju dan modern dengan segala perkembangan fasilitas, tokh tetap kerinduan akan Yang Ilahi dan rindu bersatu dan dicintai oleh Yang Ilahi tetaplah real dan ada.
Manusia rindu untuk bersyukur dan mewujudkan syukurnya bukan hanya di rumah, tetapi juga di tempat-tempat ziarah, agar gema dan pancaran kasih Tuhan yang telah dicurahkan kepada para kudus, juga dapat mereka rasakan. Pergi berziarah dapat membantu orang untuk makin dekat kepada Dia yang mencintai mereka. Gerak fisik dan jauh dari keluarga sering memungkinkan orang untuk "lebih berkorban, lebih merasakan keterbatasan diri, dan kerapuhan diri" sehingga rahmat Allah dapat bekerja dengan lebih dahsyat.
Komentar