MAKAM FRANSISKUS ASISI
Tahun 2004, untuk pertama kalinya, saya berziarah ke Asisi. Bersama kira-kira 100 rekan uskup, saya menginjakkan kaki di tanah suci itu. Ketika masuk ke dalam basilika (gereja besar), ternyata di dalamnya ada sebuah gereja kecil. Menurut informasi, itulah gereja pertama, tempat Fransiskus berdoa dan mempersembahkan dirinya kepada Tuhan yang ia cintai. Gereja itu tetap dipertahankan sampai hari ini.
Di lantai atas gereja besar tadi, masih ada gereja besar juga. Dan di lantai bawah gereja besar itu ada makam St. Fransiskus. Letak makam itu di bagian tengah. Bentuknya menyerupai altar jaman kuno. Hiasannya amat sederhana, bahkan terkesan sudah tua sekali. Maklum beliau wafat tahun 1221. Itu berarti sudah hampir 800 tahun yang silam. Di keliling makam St. Fransiskus masih ada makam beberapa imam lain. Mereka adalah rekan-rekannya yang telah memulai dan mengembangkan Ordo Fransiskan.
Tahun 2008, saya berziarah ke tempat yang sama. Gereja, makam Fransiskus dan beberapa rekan beliau tetap sama. Kali ini pun, 2 Oktober 2011, untuk ketiga kalinya, ketika saya mengamati semuanya itu, tampaknya semuanya tetap sama. Tidak ada perubahan yang berarti. Tidak ada hiasan yang menyolok di sana. Bahkan,ketika masuk ke makam beliau, tidak boleh ambil foto, semuanya harus hening. yang diutamakan adalah berdoa, merenung dan mengalami "suasana tenang itu".
Meski demikian, meski tidak menarik secara lahiriah, karena tidak ada hiasan dan tidak ada hingar bingar lampu dan rupa-rupa daya tarik mata lainnya, tokh ada begitu banyak orang yang datang ke sana. Tiap hari bisa dikatakan ribuan orang datang berziarah ke tempat itu. Apanya yang menarik ??
Hidup yang dibaktikan untuk Tuhan, dan semangat mengabdi kepada Dia yang tak kunjung putus, dengan meninggalkan "kenikmatan duniawi" itulah yang menarik perhatian. Dunia bisa memberikan kepuasan dan kenikmatan, namun damai dan kebahagiaan sejati,hanya dapat diberikan melalui sebuah pengorbanan diri tanpa pamrih, terus-menerus, dan seumur hidup demi kehidupan dan kedamaian banyak orang. Pengorbanan itu merupakan perwujudan kasih kepada Allah yang telah mencintai mereka terlebih dahulu, dan dilaksanakan secara nyata bagi sesama manusia. Harga dan martabat manusia bukan diukur dari banyaknya harta dunia. Kebahagiaan manusia tidaklah tergantung dari banyaknya fasilitas, tetapi dialami karena kedekatan dengan Allah dan sesama. Mereka hidup di dalam kasih Tuhan, dan meneruskan kasih itu kepada sesamanya agar banyak orang mengalami bahwa Tuhan juga mengasihi mereka secara pribadi.
Di lantai atas gereja besar tadi, masih ada gereja besar juga. Dan di lantai bawah gereja besar itu ada makam St. Fransiskus. Letak makam itu di bagian tengah. Bentuknya menyerupai altar jaman kuno. Hiasannya amat sederhana, bahkan terkesan sudah tua sekali. Maklum beliau wafat tahun 1221. Itu berarti sudah hampir 800 tahun yang silam. Di keliling makam St. Fransiskus masih ada makam beberapa imam lain. Mereka adalah rekan-rekannya yang telah memulai dan mengembangkan Ordo Fransiskan.
Tahun 2008, saya berziarah ke tempat yang sama. Gereja, makam Fransiskus dan beberapa rekan beliau tetap sama. Kali ini pun, 2 Oktober 2011, untuk ketiga kalinya, ketika saya mengamati semuanya itu, tampaknya semuanya tetap sama. Tidak ada perubahan yang berarti. Tidak ada hiasan yang menyolok di sana. Bahkan,ketika masuk ke makam beliau, tidak boleh ambil foto, semuanya harus hening. yang diutamakan adalah berdoa, merenung dan mengalami "suasana tenang itu".
Meski demikian, meski tidak menarik secara lahiriah, karena tidak ada hiasan dan tidak ada hingar bingar lampu dan rupa-rupa daya tarik mata lainnya, tokh ada begitu banyak orang yang datang ke sana. Tiap hari bisa dikatakan ribuan orang datang berziarah ke tempat itu. Apanya yang menarik ??
Hidup yang dibaktikan untuk Tuhan, dan semangat mengabdi kepada Dia yang tak kunjung putus, dengan meninggalkan "kenikmatan duniawi" itulah yang menarik perhatian. Dunia bisa memberikan kepuasan dan kenikmatan, namun damai dan kebahagiaan sejati,hanya dapat diberikan melalui sebuah pengorbanan diri tanpa pamrih, terus-menerus, dan seumur hidup demi kehidupan dan kedamaian banyak orang. Pengorbanan itu merupakan perwujudan kasih kepada Allah yang telah mencintai mereka terlebih dahulu, dan dilaksanakan secara nyata bagi sesama manusia. Harga dan martabat manusia bukan diukur dari banyaknya harta dunia. Kebahagiaan manusia tidaklah tergantung dari banyaknya fasilitas, tetapi dialami karena kedekatan dengan Allah dan sesama. Mereka hidup di dalam kasih Tuhan, dan meneruskan kasih itu kepada sesamanya agar banyak orang mengalami bahwa Tuhan juga mengasihi mereka secara pribadi.
Komentar