MENANAMKAN KEPEDULIAN SEJAK USIA DINI
PEMBACA SETIA BLOG INI....
Kembali saya menemukan sebuah sharing yang mengungkapkan "kekaguman" tetapi serentak juga "kerinduan" untuk meneruskan jiwa sosial, jiwa peduli dan jiwa menolong sesama. Hal ini namnpaknya sepele, namunkalau tidak dilatihkan sejak dini, hal itu akan sulit dan bahkan bisa menimbulkan antipati. Peristiwa ini terjadi di luar negeri.
Namun, jiwa sosial, jiwa peduli dan jiwa menolong bukan hanya milik orang luar negeri. Kita pun punya jiwa yang sama, dan sudah banyakorang di Indonesia yang menunjukkan hal itu. Marilah kita baca dengan seksama apa yang hendak disampaikan oleh penulis cerita itu: Pastor Alfin MSC dari Canberra - Australia:
Dear all,
Hari ini saya mengikuti salah satu kegiatan di Sekolah Dasar St. John the Apostle Canberra. Sekolah ini menyelenggarakan sebuah kegiatan yang dinamakan Mini Mission. Kegiatan ini berlangung di halaman sekolah selama 1 jam. Adapun kegiatan ini bertujuan agar para siswa SD seluruhnya dapat berpartisipasi dalam mendukung misi internasional, terutama untuk membantu para misionaris yang berkarya di Keuskupan dan di luar negeri.
Apa yang dilakukan? Sekolah menyediakan sejumlah barang untuk dijual, seperti permen karet Loly, aneka minuman ringan, ice cream, peralatan main anak, pengecatan rambut (catnya bisa hilang setelah 2 jam), dan beberapa permainan menarik lainnya. Para siswa dapat membeli apa saja yang mereka mau dengan uangnya atau memainkan sebuah permainan setelah membayar beberapa cent atau dollar. Tetapi mereka sadar dan disadarkan bahwa ketika mereka membeli sesuatu, mereka telah menyumbangkan sejumlah uang dari kantongnya masing-masing dan berpartisipasi dalam misi.
Terlihat seru dan semua siswa menikmatinya. Setelah satu jam berlalu, Wakil kepala sekolah mengajak mereka berkumpul di satu tempat yang berada di halaman sekolah. Wakil kepala sekolah tersebut mengucapkan terima kasih kepada para siswa atas partisipasi mereka dalam membantu misi. Ada juga hal yang menarik. Tatkala Wakil kepala sekolah berbicara, beberapa guru mengedarkan beberapa kantong dan piring kecil. Dan para siswa dengan spontan mengambil uangnya dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong dan piring-piring kecil tersebut. Kata mereka: kami mau menyumbang untuk misi internasional dan keuskupan. Mereka tampak gembira dan bahagia. Dan, saya juga gembira karena bisa terlibat di dalam kegiatan ini.
Satu hal yang saya kagumi, bahwa para siswa, yang rata-rata berumur 6-11 tahun sudah dilatih bagaimana memberi dengan tulus, untuk tujuan yang mulia. Tentu dengan caranya masing-masing. Luar biasa.
Salam dan doaku,
Alfin MSC
Terima kasih, Pastor Alfin. Lewat tulisan kecil, anda telah membagikan dan meneruskan api kepedulian dan solidaritas anak-anak di sana, kepada anak-anak di belahan bumi yang lain. "Apa yang kau perbuat untuk saudaramu yang paling hina sekalipun, itu engkau lakukan untuk AKU" (Mat 26).
Kembali saya menemukan sebuah sharing yang mengungkapkan "kekaguman" tetapi serentak juga "kerinduan" untuk meneruskan jiwa sosial, jiwa peduli dan jiwa menolong sesama. Hal ini namnpaknya sepele, namunkalau tidak dilatihkan sejak dini, hal itu akan sulit dan bahkan bisa menimbulkan antipati. Peristiwa ini terjadi di luar negeri.
Namun, jiwa sosial, jiwa peduli dan jiwa menolong bukan hanya milik orang luar negeri. Kita pun punya jiwa yang sama, dan sudah banyakorang di Indonesia yang menunjukkan hal itu. Marilah kita baca dengan seksama apa yang hendak disampaikan oleh penulis cerita itu: Pastor Alfin MSC dari Canberra - Australia:
Dear all,
Hari ini saya mengikuti salah satu kegiatan di Sekolah Dasar St. John the Apostle Canberra. Sekolah ini menyelenggarakan sebuah kegiatan yang dinamakan Mini Mission. Kegiatan ini berlangung di halaman sekolah selama 1 jam. Adapun kegiatan ini bertujuan agar para siswa SD seluruhnya dapat berpartisipasi dalam mendukung misi internasional, terutama untuk membantu para misionaris yang berkarya di Keuskupan dan di luar negeri.
Apa yang dilakukan? Sekolah menyediakan sejumlah barang untuk dijual, seperti permen karet Loly, aneka minuman ringan, ice cream, peralatan main anak, pengecatan rambut (catnya bisa hilang setelah 2 jam), dan beberapa permainan menarik lainnya. Para siswa dapat membeli apa saja yang mereka mau dengan uangnya atau memainkan sebuah permainan setelah membayar beberapa cent atau dollar. Tetapi mereka sadar dan disadarkan bahwa ketika mereka membeli sesuatu, mereka telah menyumbangkan sejumlah uang dari kantongnya masing-masing dan berpartisipasi dalam misi.
Terlihat seru dan semua siswa menikmatinya. Setelah satu jam berlalu, Wakil kepala sekolah mengajak mereka berkumpul di satu tempat yang berada di halaman sekolah. Wakil kepala sekolah tersebut mengucapkan terima kasih kepada para siswa atas partisipasi mereka dalam membantu misi. Ada juga hal yang menarik. Tatkala Wakil kepala sekolah berbicara, beberapa guru mengedarkan beberapa kantong dan piring kecil. Dan para siswa dengan spontan mengambil uangnya dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong dan piring-piring kecil tersebut. Kata mereka: kami mau menyumbang untuk misi internasional dan keuskupan. Mereka tampak gembira dan bahagia. Dan, saya juga gembira karena bisa terlibat di dalam kegiatan ini.
Satu hal yang saya kagumi, bahwa para siswa, yang rata-rata berumur 6-11 tahun sudah dilatih bagaimana memberi dengan tulus, untuk tujuan yang mulia. Tentu dengan caranya masing-masing. Luar biasa.
Salam dan doaku,
Alfin MSC
Terima kasih, Pastor Alfin. Lewat tulisan kecil, anda telah membagikan dan meneruskan api kepedulian dan solidaritas anak-anak di sana, kepada anak-anak di belahan bumi yang lain. "Apa yang kau perbuat untuk saudaramu yang paling hina sekalipun, itu engkau lakukan untuk AKU" (Mat 26).
Komentar