DELFT- FRANKFURT




Pembaca setia blog ini..

Inilah perjalanan panjang kami di Eropa, bersama 3 rekan Uskup dan bapak Yos. Saya merasa baik juga perjalanan ini, saya tuliskan di sini untuk anda. Perjalanan panjang di negara-negara yang sudah maju, moga-moga memberikan semangat bagi kita semua untuk "bekerja lebih giat" di negara kita yang sedang berkembang. Inilah ceritanya:

Perjalanan lintas negara dari Delft ke kota kecil Knogstein, dekat Frankfurt memerlukan waktu 6 jam dengan mobil. Hari itu, tanggal 10 Oktober 2011, kami berlima: Mgr Alo, Mgr. Datus, Mgr Saklil, saya dan bapak Yos Donkers menuju ke sana. Bapak Yos Donkers meski sudah berusia 72 tahun, namun tetap gesit dan mantap dalam mengemudikan kendaraan untuk menempuh jarak sepanjang 460 km. Mobil yang kami tumpangi cukup besar, sehingga nyaman rasanya untuk perjalanan panjang itu.




Delft adalah sebuah kota kecil di bagian utara Belanda. Di sana ada biara Fransiskan. Sedangkan Konigstein adalah kota kecil di bagian selatan German, dekat Frankfurt. Karena itu, sepanjang perjalanan itu, kami melewati beberapa kota besar: Dusseldorf, Koln, dan Bonn. Infrastruktur yang mantap dan petunjuk arah yang sempurna, memudahkan para pengguna jalan untuk menuju ke tempat tujuan.

Jalan raya itu mempunyai 4 jalur. Jalur pertama hanya boleh dilewati oleh ambulan, mobil pemadam kebakaran, mobil patroli dan mobil proyek yang sedang memperbaiki jalan. Mobil-mobil di Eropa, semuanya stir kiri. Maka, semua mobil berjalan di sebelah kanan. Kendaaraan yang akan mendahului selalu ambil dari arah kiri, dan setelah mendahului mobil itu kembali ke posisi kanan, untuk memberikan jalur kepada mobil lain yang akan mendahuluinya. Semuanya berjalan tertib, mobil yang akan mendahului tidak perlu zigzag. Truck-truck berjalan / meluncur di jalur kedua. Semua tertib dan hal ini memperlancar arus kendaraan.

Di sepanjang jalan, kami menikmati perkebunan, daerah pertanian yang luas, dan aneka satwa baik yang diternakkan, atau pun satwa liar, terutama burung-burung yang dengan bebas terbang dan hinggap ke sana – ke mari. Tidak ada orang yang memburu atau menembak mereka. Menebang pohon milik sendiri pun harus minta ijin kepada pemerintah. Yang menebang pohon bukanlah pemiliknya. Pemerintah akan menyuruh petugas untuk menebang atau memotong dahan pohon yang dimaksud. Kemudian, pemilik pohon tinggal membayar ongkosnya. Pemilik pohon tahunya beres, dan tinggal bayar ongkos potong pohon. Menurut informasi ketika saya ada di Roma, pemilik pohon membayar 900 euro kepada petugas yang telah memotong beberapa dahan yang mengganggu.

Berapa biaya potong pohon di German dan di Belanda, saya tidak punya informasi.
Kami melalui jalan raya, dan melewati kota Koln, kemudian kota Bonn. Karena mobil kami melalui jalan raya, kedua kota itu hanya bisa dilihat dari kejauhan. Semuanya teratur dan jalanan sungguh amat lancar. Karena itu, setelah menempuh jarak ratusan km, akhirnya kami tiba di kota yang kami tuju: Konigstein. Konigstein adalah sebuah kota kecil di pegunungan, jaraknya kira-kira 50 km dari Frankfurt. Irene Erchmann adalah tuan rumah untuk kami berlima, namun pada hari itu kedua orangtuanya membutuhkan kehadirannya. Maka sebelum pergi, dia menyiapkan semuanya, termasuk kunci pintu rumah yang diletakkan di kotak pos. No kode kotak pos sudah diberikan kepada kami via email, sehingga semuanya lancar.

Kami bertemu dengan Christine, rekan kerja Irene, di rumah penginapan itu. Dia berasal dari Perancis namun bertugas di pelayanan untuk gereja di wilayah Afrika yang berbahasa Perancis. Orangnya ramah dan lancar dalam berbahasa Inggris. Ketika kami akan mencari makan malam, ternyata di luar cuaca kurang bagus, dan hujan gerimis. Dia kemudian mencari dan meminjamkan 3 buah payung untuk kami. Kami berlima pergi ke pompa bensin, ternyata di sana ada kopi, teh, dan roti serta keperluan lainnya. Apa yang kami butuhkan dalam waktu singkat telah kami dapatkan. Malam itu, kami dapat tidur dengan damai, karena juga sudah lelah karena perjalanan panjang hari itu.



Mula-mula, kami tidak tahu siapa yang akan mengantar kami ke Konigstein. Maklum, anggota tarekat di Eropa pada umumnya sudah tua, dan tidak semua bisa mengendarai mobil. Yos Donkers ternyata merelakan dirinya ubntuk menjadi pengantar. Dia juga telah lama bekerja di tanah Papua, fasih bahasa German, sehingga kehadirannya sungguh-sungguh merupakan berkat bagi kami. Ketika kami merasa tidak mampu, Tuhan memberikan bantuan. Ketika kami tidak fasih berbahasa Asing, Tuhan memberikan orang yang membantu memperlancar urusan itu. Memang,kami semua pergi ke Eropa bukan untuk jalan-jalan, namun untuk makin memperbesar karya Tuhan di Indonesia dan di dunia ini. Karena itu, tangan Tuhan telah terulur untuk melindungi, melengkapi dan menyempurnakan apa yang telah kami kerjakan. Terima kasih Tuhan atas semua berkat, pertolongan dan karunia yang telah Engkau limpahkan kepada kami, ketika kami atas nama-Mu mengurus pekerjaan kami di Eropa.

Komentar

Postingan Populer