NAIK KERETA DARI AMSTERDAM KE TILBURG
Pembaca setia blog ini.....
Syaloom......
Pernahkah anda mendengar atau mengenal lagu ini?
Naik kereta api tut tut tut
Siapa hendak turut
Ke Bandung Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma
Ayo, kawanku lekas naik
Keretaku tak brenti lama
Itulah lagu yang penulis kenal sejak di bangku TK dan masih tetap diingat sampai hari ini. Pada waktu itu, kereta menggunakan kayu api / batu bara sebagai tenaga penggerak mesin. Maka, sarana transportasi yang rangkaian panjang sekali itu disebut kereta api. Meskipun kini sarana transportasi kereta sudah amat berkembang dan menggunakan tenaga mesin diesel atau tenaga listrik, di Indonesia tetaplah disebut kereta api.
Untuk pertama kalinya, penulis naik kereta dari Schiphol (Amsterdam) keTilburg seorang diri. Berbekal pengalaman beberapa waktu sebelumnya, (naik kereta bersama dengan P.Piet van Mensvoort dan P. Hengky msc ) dan didorong oleh pepatah: “malu bertanya, sesat di jalan” penulis nekad naik kereta, hari itu Sabtu 24 September 2011.
Petugas di loket pembelian melayani dengan baik sekali, setelah penulis menyampaikan tujuan perjalanannya: “ Saya akan ke Tilburg. Bagaimana saya mencapai tempat itu ?”. Dengan gesit dia mencetak tiket, dan memberikan kepada penulis selembar kertas yang berisikan informasi tentang no kereta ketika berangkat dari Schiphol, harus berhenti di mana, dan di stasiun mana serta ganti kereta no berapa. Di papan petunjuk, setiap kali akan dipampangkan kereta apa dengan tujuan ke mana, di jalur mana dan semuanya berangkat tepat pada waktunya. Juga di semua stasiun, dipampangkan peta perjalanan, sehingga hal itu memungkinkan penumpang untuk melihat arah, tujuan dan kereta apa yang harus ditumpangi. Makin terbiasa naik kereta, makin mudah pula mencapai tempat tujuan dengan biaya murah, dan lebih hemat waktu.
Kereta meluncur dengan cepat, dan hanya singgah di beberapa stasiun, antar lain: Amsterdam Centraal, Utrech dan s’Hertogenbosch. Di stasiun s’Hertogenbosch penulis turun, dan ganti kereta yang menuju ke Tilburg. Dengan tenang dan penuh percaya diri, penulis keluar dari stasiun dan mencari taxi. Ternyata ada sebuah taxi yang sedang parkir dan pengemudinya juga ada di mobil. Dia dengan senang hati mengantar, dan dalam waktu beberapa menit, tibalah penulis di Biara Notre Dame – Tilburg.
Apa yang penulis alami ? Banyak hal yang penulis alami. Kecepatan pelayanan, pemberian informasi yang tepat dan tertulis, perjalanan sarana transportasi yang tepat waktu dan nyaman, tidak ada calo, pembayaran yang sesuai dengan apa yang tertulis di tiket / nota pembayaran / “bill”. Papan-papan informasi ditempatkan di banyak tempat, bersih dan terbaca. Petunjuk arah dan alat bantu lainnya sungguh diperhatikan, dan jumlahnya banyak sehingga dengan memperhatikan sarana-sarana itu, para pengguna jasa pelayanan umum, bisa langsung menemukan yang diinginkan.
Sarana adalah sarana, namun di balik semuanya itu, penulis mengalami adanya penghargaan dan pelayanan yang prima kepada sesama manusia. Manusia diperlakukan dan diterima sebagai manusia, bukan sebagai barang. Di Eropa dan di banyak negara lain, penghargaan dan nilai manusia sungguh tinggi, dan karena itu manusia layak mendapatkan pelayanan agar makin terbantu untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia yang dewasa, utuh, berkembang dan berkepribadian baik. Dengan mengalami semuanya itu, mereka pun pada gilirannya akan melaksanakan hal yang baik kepada sesamanya.
Pemerintah, instansi pemerintah mau pun swasta, warga masyarakat dan orang asing yang ada di Negara itu melakukan kegiatan yang sama dan terus menerus, karena telah diciptakan situasi dan system yang tetap dan dipertahankan terus. Tekad dan kerja keras ini yang dilandasi kejujuran dan ketulusan, bukan hanya muncul dari orang per orangan, tetapi dari semua pihak yang cinta akan kehidupan yang baik, teratur dan damai. Itulah buah-buah kasih dan buah-buah kebaikan yang telah ditanamkan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, sehingga menghasilkan kebaikan yang makin besar.
Meski di negara-negara yang sudah maju, kebaikan dan kesejahteraan itu merupakan usaha dan kerja keras warganya, namun menurut keyakinan orang beriman, semuanya itu berasal dan bersumber dari Allah yang mahapengasih dan penyayang.
Syaloom......
Pernahkah anda mendengar atau mengenal lagu ini?
Naik kereta api tut tut tut
Siapa hendak turut
Ke Bandung Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma
Ayo, kawanku lekas naik
Keretaku tak brenti lama
Itulah lagu yang penulis kenal sejak di bangku TK dan masih tetap diingat sampai hari ini. Pada waktu itu, kereta menggunakan kayu api / batu bara sebagai tenaga penggerak mesin. Maka, sarana transportasi yang rangkaian panjang sekali itu disebut kereta api. Meskipun kini sarana transportasi kereta sudah amat berkembang dan menggunakan tenaga mesin diesel atau tenaga listrik, di Indonesia tetaplah disebut kereta api.
Untuk pertama kalinya, penulis naik kereta dari Schiphol (Amsterdam) keTilburg seorang diri. Berbekal pengalaman beberapa waktu sebelumnya, (naik kereta bersama dengan P.Piet van Mensvoort dan P. Hengky msc ) dan didorong oleh pepatah: “malu bertanya, sesat di jalan” penulis nekad naik kereta, hari itu Sabtu 24 September 2011.
Petugas di loket pembelian melayani dengan baik sekali, setelah penulis menyampaikan tujuan perjalanannya: “ Saya akan ke Tilburg. Bagaimana saya mencapai tempat itu ?”. Dengan gesit dia mencetak tiket, dan memberikan kepada penulis selembar kertas yang berisikan informasi tentang no kereta ketika berangkat dari Schiphol, harus berhenti di mana, dan di stasiun mana serta ganti kereta no berapa. Di papan petunjuk, setiap kali akan dipampangkan kereta apa dengan tujuan ke mana, di jalur mana dan semuanya berangkat tepat pada waktunya. Juga di semua stasiun, dipampangkan peta perjalanan, sehingga hal itu memungkinkan penumpang untuk melihat arah, tujuan dan kereta apa yang harus ditumpangi. Makin terbiasa naik kereta, makin mudah pula mencapai tempat tujuan dengan biaya murah, dan lebih hemat waktu.
Kereta meluncur dengan cepat, dan hanya singgah di beberapa stasiun, antar lain: Amsterdam Centraal, Utrech dan s’Hertogenbosch. Di stasiun s’Hertogenbosch penulis turun, dan ganti kereta yang menuju ke Tilburg. Dengan tenang dan penuh percaya diri, penulis keluar dari stasiun dan mencari taxi. Ternyata ada sebuah taxi yang sedang parkir dan pengemudinya juga ada di mobil. Dia dengan senang hati mengantar, dan dalam waktu beberapa menit, tibalah penulis di Biara Notre Dame – Tilburg.
Apa yang penulis alami ? Banyak hal yang penulis alami. Kecepatan pelayanan, pemberian informasi yang tepat dan tertulis, perjalanan sarana transportasi yang tepat waktu dan nyaman, tidak ada calo, pembayaran yang sesuai dengan apa yang tertulis di tiket / nota pembayaran / “bill”. Papan-papan informasi ditempatkan di banyak tempat, bersih dan terbaca. Petunjuk arah dan alat bantu lainnya sungguh diperhatikan, dan jumlahnya banyak sehingga dengan memperhatikan sarana-sarana itu, para pengguna jasa pelayanan umum, bisa langsung menemukan yang diinginkan.
Sarana adalah sarana, namun di balik semuanya itu, penulis mengalami adanya penghargaan dan pelayanan yang prima kepada sesama manusia. Manusia diperlakukan dan diterima sebagai manusia, bukan sebagai barang. Di Eropa dan di banyak negara lain, penghargaan dan nilai manusia sungguh tinggi, dan karena itu manusia layak mendapatkan pelayanan agar makin terbantu untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia yang dewasa, utuh, berkembang dan berkepribadian baik. Dengan mengalami semuanya itu, mereka pun pada gilirannya akan melaksanakan hal yang baik kepada sesamanya.
Pemerintah, instansi pemerintah mau pun swasta, warga masyarakat dan orang asing yang ada di Negara itu melakukan kegiatan yang sama dan terus menerus, karena telah diciptakan situasi dan system yang tetap dan dipertahankan terus. Tekad dan kerja keras ini yang dilandasi kejujuran dan ketulusan, bukan hanya muncul dari orang per orangan, tetapi dari semua pihak yang cinta akan kehidupan yang baik, teratur dan damai. Itulah buah-buah kasih dan buah-buah kebaikan yang telah ditanamkan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, sehingga menghasilkan kebaikan yang makin besar.
Meski di negara-negara yang sudah maju, kebaikan dan kesejahteraan itu merupakan usaha dan kerja keras warganya, namun menurut keyakinan orang beriman, semuanya itu berasal dan bersumber dari Allah yang mahapengasih dan penyayang.
Komentar