GOMBONG

Gombong adalah sebuah nama kota kecil di Jawa Tengah bagian selatan. Letaknya kira-kira 125 km di sebelah barat Yogyakarta. Kota kecil ini dapat dicapai dari Yogyakarta, dengan mobil kira-kira 3 jam bila masih pagi atau 1,5 jam dengan kereta api cepat. Meskipun kecil, banyak turis pergi k sana karena ada beberapa obyek wisata. 

Karang Bolong cukup terkenal karena ada sarang burung walet, begitu pula waduk Sempor. Selain itu ada Pantai Ayah dan gua Jati Jajar juga menjadi tujuan wisata. Tempat-tempat wisata itu sudah mulai ditata dan dikelola sehingga para turis dapat menikmati pemandangan alam yang bagus, makanan dan minuman lokal serta aneka macam sovenir. Bahkan kalau ingin bermalam, di sana sudah ada banyak hotel. 

Hamparan sawah yang hijau oleh tanaman padi, di sepanjang perjalanan, juga padi yang sudah menguning memberikan andil tersendiri bagi kota ini. Burung-burung bangau putih juga turut bergembira di kiri kanan traktor yang sedang membajak sawah. Mereka menunggu munculnya cacing tanah atau ikan-ikan kecil, atau keong yang menjadi pakan mereka. Puluhan burung "mendarat dan berkerumun di sana" karena ada petani dan alam yang menyediakan makanan bagi mereka. 

Petani yang sedang membajak pun tidak merasa terganggu oleh kehadiran mereka. Mungkin dia malah berterima kasih karena burung-burung itu makan serangga / hama yang bakal mengganggu atau merusak tanaman padi bila dibiarkan saja.  Maka bagi para petani, burung-burung itu adalah sahabat mereka, karena mereka menghilangkaan hama tanpa merusak lingkungan. Kotoran yang mereka tinggalkan justru menambah kesuburan tanah. 

Demikianlah kenangan yang masih terekam dalam ingat saya, ketika beberapa waktu yang lalu saya mengadakan perjalanan dari Jakarta via Purwokerto ke Gombong dengan naik kereta  api Taksaka. Perjalanan selama 1 jam 20 menit dari Purwokerto ke Gombong, memberikan kenangan tersendiri tentang persawahan di wilayah Banyumas, Kroya, Sumpyuh, dan Gombong.

Daerah-daerah itu amat menarik perhatian saya, sebab 25 tahun yang lalu, saya pernah bertugas melayani umat   Allah di tempat-tempat itu. Di sana ada banyak kenangan manis bersama dengan orang-orang kecil, dengan petani, dengan tukang becak, tukang sado (dokar) dan pedagang pasar yang tulus dan lugu, serta seadanya dalam menghadapi perjalanan dan perubahan dunia dan masyarakat. Mereka tetap tenang dan menerima perubahan apa pun, tanpa memberontak, atau menyuarakan kepenatan atau kekecewaan hidup mereka, karena masih ada makanan dan minuman yang dapat mereka nikmati setiap hari. 
Sering terucap di mulut mereka, memang jaman sekarang ini kami lebih susah dari pada jaman yang sudah-sudah, tetapi syukur kami masih bisa makan. Kami masih bisa makan singkong, dengan sayur-sayur seadanya di kebun. Yang penting sehat, dan kami tidak mencuri. Apa yang mereka katakan itu, memang itulah yang mereka alami.  Kesulitan dan tantangan jaman, tidak membuat mereka putus ada dan kehilangan segalanya. Mereka masih tetap bekerja di sawah, di pasar, di mana saja mereka bisa mendapatkan dan menyambung hidup.

Gombong merupakan sebuah foto atau cermin dari sekian kota kecil yang penduduknya orang-orang kecil  yang harus dapat menerima perubahan dan goncangan.  Mereka tetap tenang karena masih ada tanah, rumah, makanan dan minuman, dan apa-apa yang dapat menjawab kebutuhan minimal mereka. Berbeda dengan orang-orangkecil yang ada di kota. Kebutuhan hidup minimal sering tidak terpenuhi, sehingga mereka mudah untuk marah, berkonflik, bahkan menjadi korban kekerasan. Bila kebutuhan hidup minimal terpenuhi, saya yakin aneka konflik, kekerasan, dan kesulitan lainnya dapat diatasi dengan lebih mudah. 

Ketika kemanusiaan dan hak-hak hidup mereka dikedepankan secara adil, teratur dan menetap, saya percaya bahwa damai sejahtera di bumi ini, benar-benar dirasakan untuk segenap warga bangsa.

Komentar

Postingan Populer