DOA

PEMBACA YANG BUDIMAN

Ketika saya masih duduk di bangku SD, kami belajar katekismus. Buku katekismus adalah buku yang berisi ajaran agama katolik, yang disajikan dengan model tanya jawab.  Ada pertanyaan dan sekaligus ada jawabannya.  Salah satu pertanyaan yang ada di buku itu, yang saya ingat adalah "doa itu apa ? ". Secara sederhana dan pendek dijawab: "doa itu bercakap-cakap dengan Tuhan".  Pada umumnya anak-anak menghafal jawaban itu, sehingga ketika ibu guru bertanya, serempak jawaban kami yang terucap itu sama. 

Doa itu bercakap-cakap dengan Tuhan.  Jawaban ini masih tetap saya ingat sampai sekarang, meskipun pelajaran agama itu sudah sekian puluh tahun berlalu. Memang ada benarnya, dan bagi anak-anak jawaban itu sungguh dapat dicerna dan dapat dipahami dengan mudah. Seperti  orangtua bercakap-cakap dengan anak-anaknya, atau guru berbicara dengan murid-muridnya, gambaran itu amat memudahkan kami untuk mengerti bahwa Tuhan itu adalah Pribadi yang bisa diajak bercakap-cakap. 

Seiring dengan perkembangan pemahaman dan perkembangan iman, ternyata doa juga mempunyai segi sosial. Doa bukan hanya bercakap-cakap dengan Tuhan, tetapi juga undangan Tuhan bagi manusia untuk hadir dan ada bersama-Nya dan bersama orang lain. Doa bukan hanya bicara (ngomong) tetapi hadir (datang) secara lahir dan batin. Jiwa, badan dan roh menyatu dan menyatakan diri ada di hadirat Allah, bersama orang lain. 

Selain itu, doa juga dapat merupakan wujud dukungan pribadi kepada pribadi yang lain yang sedang sakit, gembira atau sedang mengalami pelbagai dinamika hidup, yang dipersembahkan kepada Allah. Isi doa bisa beraneka macam, dan bentuk / metode doa juga bisa bermacam macam: bisa berbicara, bisa diam, bisa sambil menatap gambar kudus, atau salib Tuhan, atau dengan cara yang lebih sreg pada saat itu. 

Doa juga bisa dipanjatkan dari tempat yang jauh.....untuk saudara-saudara yang berada di tempat yang jauh. Contoh dari doa yang demikian  ini ada di buku Madah Bakti atau di buku Puji Syukur.  Itulah sebabnya, kita dapat mendoakan rekan, saudara, ayah/ibu atau handai taulan yang berada di tempat yang jauh.  

Pada tulisan ini, saya akan menghaturkan di hadapan anda, permintaan doa dari konfrater saya.  Ungkapan / permintaan ini menunjukkan bahwa doa tetap merupakan kekuatan bagi hidup manusia, telebih ketika ada dalam situasi yang kurang nyaman, atau sakit atau pengalamanan terpinggirkan, kecewa, putus asa dll.  Di sisi lain, pada saat bergembiara dan penuh keberhasilan, doa tetap menjadi bagian dari kehidupan orang beriman.  Mari kita simak doa berikut ini yang saya dapatkan di imil saya beberapa waktu yang lalu:



Konfratres sekalian, saya baru sempat menulis berita ini. Tadi sore (jumat) jam 6 waktu kaltim, tanjung redeb, Pastor Frans Mandagi mengalami gangguan pernapasan, (tidak bisa bernapas/sesak napas, saat ibadat jalan salib. Beliau tidak bisa bernapas dan mengeluh bahwa perut dan dadanya sesak dan panas. Karena itu, beliau langsung diantar ke Rumah Sakit Abdul Rifai, Tanjung Redeb. Saya bersama Frater Edo Kashiu (frater pastoral) dan Sr. beatrix DSJ (kakak pastor Frans). Setelah tiba di RS, beliau langsung ditensi, karena menurut Sr. Beatrix, saat di kamar pastoran, tensinya mencapai 150/100. Di RS beliau dibantu oxygen untuk bisa bernapas normal dan juga jantung beliau langsung direkam. Dan saat ini beliau nginap di RS Tanjung Redeb. Mohon doa, agar beliau cepat sembuh.


Christ Fatlolon, Tanjung Redeb, berau, Kal-Tim.



Doa dapat menjadi pemersatu umat beriman. Doa menjadi sarana untuk  mengungkapkan rasa persaudaraan, dan memfokuskan harapan /permohonan manusia kepada Dia, sang sumber kehidupan.  Sebenarnya tidak sulit, doa tidak membutuhkan alat-alat tertentu yang harus disiapkan lebih dahulu, tidak membutuhkan genset, bensin atau oli. Doa tidak harus diungkapkan dengan kata-kata yang panjang-panjang dan berbelit-belit. Yang dibutuhkan adalah hati yang terbuka dan penuh syukur atas hidup pribadi dan hidup sesama yang sedang berziarah menuju ke surga. 

Komentar

Postingan Populer