SAYA BUKAN NABI



Tidak seperti biasanya. Hari itu balon-balon yang berwarna-warni menghiasi rumah yang terletak di Jalan Raya Mandala 30 Merauke. Sejak pagi tampak ada kegiatan dari anak-anak muda yang mempersiapkan sesuatu untuk acara sore hari. Ada apa ? Ternyata ada syukuran ulang tahun Mgr Niko Adi MSC, yang ke -51. Sebelum kue ulang tahun dipotong, ada 3 orang yang diundang untuk bercerita tentang pengalaman beliau: Bpk Mikael Pure, Pater Miller, dan Mgr Niko Adi, MSC sendiri.

“Saya bukan nabi, bukan orang hebat, tetapi waktu saya bilang: Romo nanti akan jadi Uskup”. Ternyata apa yang saya omongkan sekian tahun lalu itu, terjadi. Begitulah Bpk. Mikael Pure mengawali sambutannya dalam acara ramah tamah dalam rangka ulang tahun Mgr Niko Adi yang dilaksanakan di kediaman beliau pada tanggal 6 Desember 2010 yang lalu.
Dalam sharingnya, pak Mike mengatakan bahwa waktu itu, bulan Desember 1992, saya turut serta dalam perjalanan pelayanan dari Romo Niko, MSC dari stasi ke stasi di pulau Kimaam. Lama pelayanan itu adalah 2 minggu. Umat di setiap stasi mendapatkan pelayanan rohani: perkawinan, permandian dan komuni pertama. Penerimaan ketiga sakramen itu dilaksanakan dalam 1 perayaan Ekaristi sekaligus. Ketika acara sudah selesai, dan akan makan ternyata yang tersedia di meja hanyalah roti dan sayur. Saya mengatakan kepada beliau: ”Romo, perut saya ini perut nasi, bukan perut roti." Ketika mendengar ucapan itu, romo segera pergi ke dapur untuk mengambil beras dan menanak nasi, lalu ke kebun untuk memetik daun singkong.

Begitu gesit dia menyiapkan semuanya itu dan dalam 30 menit semuanya sudah siap, dan kami pun makan. Atas tanggapan dan kesiapsediaan untuk melayani seperti itulah, saya secara spontan mengatakan: “Romo pada suatu hari akan menjadi Uskup Merauke!" Ternyata apa yang saya katakan itu, menjadi kenyataan. Romo Niko lalu diangkat menjadi uskup Agung Merauke, pada tahun 2004. Saya sungguh sangat berbahagia atas hal itu, dan semuanya ini baru saya katakan malam ini. Saya hanyalah manusia biasa, saya bukan nabi yang mampu meramal apa yang akan terjadi, namun apa yang saya katakan waktu itu ternyata terjadi. Romo Niko yang saya kenal 21 tahun lalu di Kepi, dan pada tahun 1992 di Kimaam, kini menjadi Mgr Niko, Uskup Agung Merauke. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya juga mengucapkan "Selamat ulang tahun kepada Mgr Niko, semoga tetap sehat, panjang usia dan menjadi berkat bagi umat di Keuskupan ini.”

Pastor Vikaris Jenderal ( P.Miller Senduk MSC) pada malam itu mengungkapkan: “Hadiah ulang tahun untuk Mgr pada tahun ini, adalah ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang Merauke sebagai Gerbang Hati Kudus Jesus. Perda itu hendak memberikan apresiasi kepada para misionaris yang telah berjasa membuka daerah ini dan meningkatkan mutu dan peradaban manusia di wilayah ini. Apresiasi ini hendaknya ditanggapi oleh semua orang beriman di daerah ini dengan mengedepankan kerukunan, kedamaian, saling menghormati dan bekerja sama. Dan pada hari yang berbahagia ini, saya mewakili para imam mengucapkan selamat ulang tahun dan panjang umur kepada Mgr.”

Mgr Niko pada kesempatan itu mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran rekan-rekan imam, para biarawan-wati, para staf Keuskupan dan para tamu undangan. Beliau juga bersharing tentang pengalamannya ketika hidup di komunitas Kepi bersama Bruder van de Mortel MSC (dipanggil br Tjeu) , dan Pater Joop Nuij MSC. Br Tjeu orangnya sederhana, tidak banyak bicara namun giat bekerja dan berdoa. Setiap pagi dan sore, doa tidak pernah dilupakannya. Orangnya penuh semangat dan nasehat yang selalu muncul dalam menghadapi apapun adalah: “tahan” (bertahan). “Bertahan pastor, bertahan saja. Semuanya akan berlalu, bila pastor bertahan. Ingat, setan itu seperti singa yang mengaum-ngaum mencari mangsanya. Lawanlah dia, teguh dalam iman. Ini yang kita dengar setiap hari Kamis malam, ketika kita berdoa “completorium” (doa penutup)”. Br Tjeu selama 25 tahun berturut-turut bertugas di Kepi. Dia memperhatikan bengkel dan minyak. Dia sendiri turut memperbaiki mesin-mesin yang rusak, mengelas besi-besi pagar yang patah dan membuat sendiri mur atau baut yang diperlukan. Maklum di pedalaman semuanya harus disediakan sendiri, apalagi pada tahun 1970- an.

Beliau selalu siap sedia melayani para MSC, berbicara dalam bahasa Indonesia ‘seadanya / sebisanya’ dan tidak pernah menyimpan dendam. Beliau adalah seorang yang autodidak. Dulu di Belanda, dia bertugas sebagai koki, di Merauke bertugas di gudang untuk pengiriman barang-barang dari kota ke pedalaman, dan di Kepi menjadi “ahli mesin dan tukang las”. Semuanya itu tidak pernah dipelajari secara formal selama masa pendidikannnya, beliau hanya ikut kursus saja. Namun, karena di mana dia ditugaskan, di situ pun komitmen dan kegembiraannya, tugas yang dipercayakan dilaksanakan dengan penuh kasih. Terima kasih Bruder Tjeu atas teladan kesetiaan dan kesiapsediaan melayani tanpa pamrih.

“Pengalaman paling berkesan ketika hidup bersama dengan Pater Nuij adalah peristiwa tanggal 23 dan 29 Desember 1993. Pater Nuij adalah misionaris dari Belanda yang telah bekerja di KA Merauke lebih dari 40 tahun. Waktu itu saya menggantikan beliau untuk melayani Natal di kampung-kampung di pantai selatan Kimaam. Tanpa saya duga, melalui kapal yang berlayar menuju ke tempat pelayanan saya, beliau menitipkan kue, mangga dan coklat untuk saya dan frater, dengan sepotong tulisan: "Selamat menikmati dan tetap gembira”. Saya begitu terharu atas perhatian beliau yang saya terima pada tanggal 23 Desember. Demikian pula pada waktu kembali dari pelayanan, kami tiba di pastoran Kimaam sudah pk. 02.00, ternyata Pater Nuij bangun dari tidurnya dan membuatkan kami supermie hangat.
Beliau duduk di meja makan, sampai saya dan frater selesai makan. Setelah bercerita tentang pengalaman perjalanan, kami beristirahat. Seumur hidup belum pernah saya menjumpai “orang yang setia bangun dan membuatkan makanan dini hari dan menunggu kami makan sambil mendengarkan sharing kami”. Sangat langka (mungkin saat ini bisa dikatakan sangat sulit) menemukan orang berhati mulia seperti Joop Nuij. Pater yang berhati mulia itu, telah meninggalkan kita pada tahun 1995 di Merauke, akibat serangan jantung. Terima kasih Pater, atas teladan hidup dan pelayanan tanpa pamrih itu. Apa yang Pater berikan kepada saya, sungguh amat terekam dan kini hidup dalam diri saya. Maka, dalam pelayanan saya di Keuskupan Agung Merauke, saya bertekad menjadi bapak yang baik bagi mereka yang saya layani” , demikian sharing Mgr Niko.

Pada hari bahagia itu, Mgr Niko meniup lilin ber-angka 51 yang tertancap di kue ulang tahunnya, diiringi lagu selamat ulang tahun. Kemudian kue itu dipotong dan diberikan kepada Sr. Suzan Mekiuw PBHK (putri Marind pertama yang menjadi suster PBHK), Pater Keed de Roij MSC (satu-satunya misionaris Belanda yang masih berkarya di Merauke), Pater Miller Senduk MSC, Pater Cayetanus Tarong MSC, dan Bapak FX Martono. Beliau juga mengucapkan banyak terima kasih kepada orangtua, sanak saudara, dan para hadirin yang telah memperkaya dan menjadi saluran rahmat Tuhan bagi beliau. Tidak lupa beliau juga memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang telah beliau perbuat.

Pada hari itu menjadi amat nyata bahwa kebahagiaan satu orang sungguh menjadi kebahagiaan banyak orang. Berkat yang diterima Mgr Niko 51 tahun yang lalu, telah menjadi berkat bagi Keuskupan Agung Merauke dan banyak orang yang mengenal beliau. Sudah tidak terhitung orang yang telah menghantar beliau menjadi uskup, dan telah begitu banyak orang yang telah mengalami berkat Tuhan melalui beliau.
“Selamat Panjang Umur, Mgr.......... Tuhan menyertai anda..... dan terima kasih” , demikian ungkapan sahabat dan kenalan ketika mereka mohon diri dari tempat kediaman beliau.

Komentar

Postingan Populer