TIGA BULAN JALAN KAKI
Penampilannya sederhana, penuh kebapaan, lembut, riang dan sabar itulah yang memancar dari pribadi Bruder Jan Syerp OFM, seorang misionaris yang berasal dari Belanda. Beliau sudah 41 tahun berkarya di tanah Papua, dan telah cinta kepada masyarakat di tanah ini. Pengabdiannya yang luar biasa itu dibuktikannya dengan karya-karya di daerah-daerah pedalaman.
Perjalanan melintasi pesisir pantai, rawa, hutan dan pegunungan, mulai dari Uge-Erma sampai ke Tembagapura selama 3 bulan jalan kaki telah dialaminya. Pada waktu itu, belum ada apa-apa. Pelayanan Gerejani, lebih sering ditempuh dengan jalan kaki menyusuri punggung gunung, dan pesisir pantai, atau dengan naik perahu dayung melalui sungai-sungai. Pesawat-pesawat kecil masih sangat jarang.
Ketika ditanya : “Apa yang Bruder makan selama perjalanan itu ? Jawabnya: ”Saya tidak membawa bekal apa-apa. Saya makan apa yang diberikan oleh umat. Ada ubi, ya makan ubi, ada keladi ya makan keladi”. Bagi beliau tidak ada halangan / pantangan untuk makan hidangan yang disediakan oleh masyarakat setempat. “Apakah Bruder tidak takut mengadakan perjalanan selama itu ?” Dengan penuh keyakinan beliau bercerita, bahwa dalam perjalanan itu dia membawa 2 orang pendamping. Mereka itu adalah putra-putra daerah setempat yang telah dibina dan bisa berbicara bahasa Indonesia. Karena dikawal oleh 2 putra daerah itulah, beliau dengan aman menjelajah seluruh wilayah itu.
“Apakah yang mendorong bruder bertahan dalam pelayanan di medan yang sulit dan berat itu ?” Saya kasihan kepada anak-anak dan orang-orang muda yang tidak kenal Tuhan. Mereka tidak tahu sembahyang. Mereka tidak kenal apa-apa dan siapa-siapa selain orang-orang dari kampung mereka sendiri. Mereka itu patut ditolong, agar mempunyai masa depan yang lebih mandiri. Mereka adalah ciptaan Tuhan juga. Itulah sebabnya, beliau amat peduli pada bidang pendidikan. Ini dibuktikannya sendiri dengan menangani SMP di Moanemani selama 27 tahun. Di sekolah itu beliau menjadi kepala sekolah sambil mengajar matematika dan tata buku. Banyak muridnya yang telah menjadi orang-orang penting di pemerintahan, beberapa di antaranya menjadi imam dan suster.
Di sekeliling sekolah ditanami pohon-pohon kopi. Anak-anak asrama yang dibinanya setiap sabtu memetik kopi. Hasil kopi itu diolehnya dengan bantuan mereka, dan kemudian dipasarkannya ke banyak daerah lain. Pada waktu itu, tahun 1970 – awal 1990 an kopi hasil olahannya amat terkenal di seluruh wilayah Papua dan disebut Kopi MOANEMANI. Aromanya yang khas dan keasliannya terjamin, membuat para pelanggan tetap mencari kopi kegemaran mereka. Uang hasil penjualan kopi itu beliau pakai untuk membiayai sekolah dan kehidupan anak-anak asuhannya itu.
Usianya sudah di atas 70 tahun, namun kesehatan beliau amat baik. Beliau tetap rela mendampingi generasi muda baik imam maupun bruder yang bertugas di wilayah-wilayah pedalaman. Sudah beberapa kali beliau berkunjung dan membina para fransiskan yang bertugas di Bade – pinggir sungai Digoel – di wilayah Keuskupan Agung Merauke. Tidak pernah terpancar kesedihan atau penyesalan bahwa beliau telah menghabiskan tenaga, pikiran dan hidupnya bagi tanah Papua. Wajahnya tetap cerah, menyatakan harapan dan optimisme, karena Tuhan yang telah berpuluh-puluh tahun diabdinya, hidup di dalam dirinya.
Terima kasih banyak, Bruder Jan atas teladan dan kesaksian yang nyata “memberikan diri sepenuhnya bagi saudara-saudari di tanah Papua ini”. Melalui anda, telah banyak nyawa diselamatkan, kehidupan banyak orang telah diperbaharui. Yang luka disembuhkan, yang terpencil dan putus asa dikuatkan, yang hilang dicari dan yang telah menang diteguhkan.
Melalui anda, kelemahan dan keterbatasan manusiawi yang anda miliki, telah diangkat oleh Allah menjadi tanda kebaikan-Nya”. Dia tidak mencari orang yang (sudah) sempurna untuk dipakai dan dijadikan alat-Nya. Melalui proses panjang dan sungguh manusiawi, Dia mempersiapkan dan membina para utusan-Nya. Justru dalam kelemahan itu, menjadi semakin nyata bahwa keberhasilan dan terlaksananya tugas yang berat itu adalah benar-benar anugerah Allah.
Komentar
Salam. Haris
salam
Niko Adi MSC