REFLEKSI IDUL ADHA

Alangkah bahagianya
Hidup rukun dan damai
Di dalam persaudaraan
Bagai minyak yang harum
Alangkah bahagianya
Hidup rukun dan damai

Demikianlah cuplikan lagu yang sering dinyanyikan pada kesempatan-kesempatan tertentu di kalangan umat Kristiani, atau pada saat setelah menerima komuni. Dapat kami informasikan juga bahwa lagu tersebut sering dinyanyikan di kalangan masyarakat di kota Manado - Sulawesi Utara. Rupanya lagu itu sengaja sering dinyanyikan untuk menggugah kecintaan dan kerinduan untuk hidup rukun dan damai bagi seluruh masyarakat di sana.

Hidup rukun dan damai memang dambaan setiap orang. Dalam suasana itu, ketentraman batin terpenuhi, hubungan persaudaraan makin terjalin, dan setiap orang dalam bekerja kapan saja dan di mana saja dengan sukacita dan aman.

Melalui media ini, saya hendak menuturkan kembali apa yang ditulis oleh Andi Faisal dan dimuat dalam Arafura News, Koran Lokal Merauke, tanggal 18 November 2010 yang lalu.

Refleksi Idul Adha Bagi Sesama : ‘Qurban, Berkah Juga Bagi Non Muslim’

MERAUKE, ARAFURA,- Umat Muslim Kota Merauke merayakan Idul Adha atau Hari Raya Qurban 1431 H, yang jatuh pada hari Rabu tanggal 17 November 2010. Seperti biasa, sebagai bentuk ungkapan syukur, dilakukan pemotongan hewan kurban. Hal ini juga terjadi di Desa Gudang Arang, Kelurahan Maro, Merauke.

Daging kurban yang dikemas dalam paket-paket bungkusan plastik dibagikan kepada fakir miskin yang membutuhkan. Termasuk fakir miskin yang non muslim. Seperti halnya Nenek Paula Mahuze, yang tinggal bersama seorang anak gadisnya di RT 25, Gudang Arang juga mendapat satu paket pembagian daging qurban dari seorang pengusaha kapal di sana. Paket tersebut dibawa oleh anak menantunya dan akan dimasak bersama dirumah nenek Paula. Kegembiraan terlihat memancar dari wajah nenek dan keluarganya. “Saya senang kita bisa masak daging hari ini,” ungkap nenek yang sehari-hari bekerja sebagai pembuat sapu lidi.

Kerukunan hidup antar umat beragama di Gudang Arang memang telah terpelihara sejak lama. Hal ini dibuktikan dengan perhatian dan kerjasama pada saat merayakan hari-hari besar keagamaan. Rumah sederhana yang ditinggalinya merupakan bantuan dari Program TNI Masuk Desa tahun 2001. Untuk mencukupi kebutuhan hariannya, nenek Paula bekerja sebagai pembuat dan penjual sapu lidi. Setiap hari rata-rata ia bisa menghasilkan 5 hingga 6 buah sapu. Tiap sapu dijual dengan harga Rp. 5000,-

Keluarga nenek Paula di Gudang Arang merupakan salah satu contoh dari sekian banyak masyarakat yang kehidupan ekonominya masih terbatas dan ada di kota Merauke. Ada banyak kaum miskin dari berbagai latar belakang dan berbeda agama yang hidup di pinggiran kota yang patut diperhatikan. Kehidupan kerukunan hidup antar umat beragama benar-benar diwujudkan di tempat ini. Di saat salah satu pemeluk agama merayakan hari besarnya, masyarakat beragama lain juga turut membantu sebagai bentuk penghormatan.

Di samping itu, kemurahan hati dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal materi juga membantu mempererat tali persatuan tersebut. Seperti soal daging kurban yang diterima keluarga nenek Paula. Daging itu merupakan sumbangan dari seorang pengusaha kapal kargo yang menjadikan pelabuhan Gudang Arang sebagai pangkalannya. (ANDI FAISAL)

Kerukunan memang kebutuhan mendasar setiap orang, yang patut diusahakan secara bersama-sama dan terus-menerus. Di sisi lain, kerukunan adalah berkat Tuhan yang patut kita minta. Bila Allah dan manusia telah bersatu, kerukunan itu sungguh akan terjadi dan abadi. Kita semua dipanggil untuk menghadirkan dan menghidupi anugerah ini.

Komentar

Postingan Populer