SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA

Pembaca yang budiman,
belum lama ini telah berlangsung sebuah kegiatan besar bagi umat katolik Indonesia. Kiranya baik, bahwa rahmat yang telah diterima oleh sebagian wakil umat itu bergema ke banyak hati umat beriman yang tidak mengikuti secara langsung kegiatan rohani itu. Melalui tulisan ini, anda dipersilakan untuk turut menikmati kekayaan rahmat Allah yang terdapat di dalamnya.

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) berlangsung dari tanggal 1 – 5 November 2010 di Wisma Kinasih, Bogor – Jawa Barat. Sidang akbar ini dihadiri oleh para utusan dari 37 keuskupan di Indonesia, kaum awam, para imam, biarawan-wati dan tentu para uskup. Jumlah seluruh peserta 485 orang. Mereka yang datang dari luar Jawa ditampung di wisma Samadi Klender dan di Hotel Wahid di dekat kantor KWI. Sedangkan para peserta yang dari wilayah pulau Jawa, dapat langsung menuju ke Wisma Kinasih.

SAGKI 2010 mengambil tema: ”Aku datang supaya mereka mempunyai hidup,dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10). Para peserta dalam seluruh kegiatan persidangan diajak untuk mengenal dan mengalami kembali “Yesus yang datang untuk memberikan kehidupan kepada manusia itu”, melalui pengalaman harian mereka. Pengalaman yang mana ? Melalui pengalaman di bidang budaya, dalam kehidupan bersama dengan orang miskin dan tersingkir, serta dalam agama dan kepercayaan saudara-saudari kita yang beragama lain, manusia bisa menemukan / bertemu dengan Yesus sendiri.
Di dalam kelompok, para peserta diajak untuk bercerita / berkisah tentang Yesus yang mereka alami (yang hadir) dalam kehidupan mereka, bercakap-cakap dalam bahasa dan cara berpikir dan budaya mereka. Mereka dapat mengisahkan pengalaman mereka ketika berdialog, bekerja sama dengan orang-orang yang berkeyakinan lain, dan ketika mereka bekerja / melayani atau hidup bersama dengan orang-orang yang tersingkir. Maka pengalaman itu adalah pengalaman yang nyata, yang hidup, yang mereka miliki dan unik. Betapa kayanya pengalaman-pengalaman iman akan Yesus yang hidup dan diceritakan oleh para peserta SAGKI itu. Sebagian besar akan ditulis oleh Panitia dalam buku sebagai dokumen SAGKI 2010, dan sebagian lagi merupakan cerita yang tertanam dalam hati para peserta.

Metode bercerita tentang Yesus yang dipakai dalam SAGKI ini, mendapat inspirasi dari Konggres Misi Asia di Chiang Mai – Thailand, tahun 2006. Dengan cara mengisahkan Yesus menurut kebiasaan budaya kita, karya evangelisasi di Indonesia telah menjadi bagian utuh pergumulan iman masyarakat kita. Ternyata para peserta dengan penuh semangat menceritakan “pengalaman mereka akan Yesus yang hidup dalam kehidupan mereka”.

Seorang peserta bercerita:"Ketika terjadi kerusuhan dan bangunan gereja dibakar, ia tidak tahu mendapat kekuatan dari mana, bahwa ia berani keluar masuk gereja, masuk pastoran untuk menyelamatkan pastor agar mau keluar dan meninggalkan pastoran. Dengan susah payah, akhirnya pastor itu bisa diajak untuk menyelamatkan diri, sebelum gereja dibakar. Semua orang Kristen diusir. Ia sendiri akhirnya terjebak / terkepung oleh orang-orang yang datang untuk membakar gereja. Ia mengalami bahwa dia diselamatkan oleh muridnya sendiri yang beragama islam. Murid yang ketika itu juga ikut terlibat dalam pembakaran justru melindungi gurunya dan memberikan rasa aman kepadanya". Ia mengalami bahwa Yesus hadir dalam diri sang murid. Kerusuhan itu justru memberikan keyakinan yang makin mendalam bahwa hidup manusia itu sungguh berharga, juga persaudaraan, kesetiaan, kepedulian kepada sesama, solidaritas dan cinta tanpa batas-batas suku, agama dan warna kulit sungguh dirasakan.

Peserta yang lain juga bercerita tentang "pergulatan diri dan batinnya" yang dulu menjadi pemberontak / kepala batu / pembuat kekacauan di dalam rumah tangganya sendiri, menjadi orang yang sulit diatur dan tidak takut kepada siapa pun, akhirnya berubah dan kini kembali menjadi orang yang santun, hormat kepada orangtua, dan bersedia menolong sesamanya. Ini semua karena "hatinya telah dibakar oleh kasih Tuhan". Kebencian yang selama ini menguasai hidupnya, telah ia lepaskan. Kasih sayang dan cinta sesama merupakan daya dorong hidup dan tekadnya.

Berbekal pada pengalaman kehidupan masa lalu yang pahit itu, dia kini menjadi orang yang amat peduli pada situasi kehidupan sesama yang menderita, tersingkirkan dan dilecehkan hak-haknya. Hidupnya ia baktikan untuk keluarga, orangtua dan sesamanya sebagai ucapan terima kasih, sekaligus juga merupakan "tebusan" atas kesalahan yang telah dilakukannya pada masa lalu.

Di dalam diri orang yang demikian ini, Allah yang penuh kasih ditampilkan. Allah bukanlah Allah orang-orang yang penuh dengan kebencian, tetapi Allah yang penuh dengan kemurahan dan membela kehidupan.

Komentar

Postingan Populer