SAFARI NATAL - I
SAFARI NATAL tahun 2011 yang baru lalu, difokuskan di Paroki St. Theresia - Muting. Muting adalah pusat kecamatan, yang letaknya 300 km di sebelah timur laut Merauke. Pada saat ini jalan darat ke arah Muting, cukup bagus dan keras, karena jalan baru saja diperbaiki dan curah hujan belumlah seberapa. Jalan cukup lebar, dan baru saja diaspal. Karena itu, mobil kita bisa melaju dengan kecepatan 100km per jam.
Pada umumnya dalam situasi jalan yang cukup bagus itu, Muting dapat dicapai dalam waktu 4 - 5 jam. Namun bila jalan sudah mulai rusak dan berlumpur, perjalanan bisa memakan waktu 10 jam atau lebih, bahkan bila ada truk yang terjebak di lumpur, dan kendaraan lain tidak bisa lewa, jarak yang sama bisa ditempuh dalam waktu 2 - 3 hari.
Pastor paroki Muting sedang cuti, dan karena itu, uskup melayani paroki itu dalam rangka perayaan Natal. Mengingat banyak stasi yang perlu dilayani, pelayanan dimulai tanggal 20 sampai dengan 27 Desember. Uskup dan rombongan ( 3 frater dan 1 suster ) berangkat dari Merauke menuju Muting, jam 09.30 tanggal 20 Desember 2011 dengan menumpang mobil Inova. Mobil dikendarai oleh Jerry. Rombongan singgah di susteran PBHK ( Sr. Florentine PBHK) - Bupul dan makan siang di sana, kemudian singgah di pastoran Bupul untuk bertemu dengan pastor Vincent Tamba. Kemudian perjalanan dilanjutkan lagi menuju Muting, dan tiba di sana jam 15.45 wit.
Di mana saja pelayanan itu dilaksanakan ?
1. Stasi Kolam dilayani tanggal 21 Desember 2011
Perjalanan dari Muting ke Kolam, ditempuh dengan speedboat melewati sungai Bian, selama hampir 4 jam. Cuaca cerah, bahkan udara cukup panas. Di stasi ini ada peletakan baru pertama. Umat telah memberikan sebidang tanah, seluas 2500 M2 untuk lokasi gereja. Dana pembangunan gereja diberikan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp. 200 juta. Ketika tiba di pelabuhan, bapak uskup disambut dengan sukacita oleh umat, dan dihantar ke lokasi pembangunan. Setelah kata-kata sambutan, uskup dipersilakan untuk memimpin doa dan peletakan batu pertama pembangunan gereja katolik. Doa dan upacara peletakan batu dilaksanakan secara sederhana, dan uskup mereciki lokasi itu dengan air suci. Di stasi itu, jumlah umat kira-kira 300 jiwa. Setelah makan siang, uskup melanjutkan perjalanan ke stasi Selow.
2. Stasi Selow
Kami tiba di Selow tanggal 21 Desember 2011 jam 17.15 setelah menempuh perjalanan dengan speedboat selama 3 jam dari Kolam. Udara cukup panas, dan perjalanan memang cukup melelahkan, namun ketika melihat semangat umat yang menjemput di pelabuhan, rasa lelah tersebut betul-betul hilang. Umat berjajar di pelabuhan, dan anak-anak sekolah membentuk pagar betis. Setelah kata-kata sambutan oleh ketua Dewan, uskup dan rombongan di hantar ke gereja. Di depan gereja, uskup memberikan sambutan dan ucapan terima kasih atas penyambutan oleh umat.
Selanjutnya uskup dihantar ke tempat penginapan. Tempat penginapan itu adalah rumah guru yang baru saja selesai dibangun, dan masih kosong. Di sana sudah disiapkan tempat tidur besar, air di kamar mandi dan minuman yang cukup. Bahkan di tempat yang terpencil itu pun, air minum dalam kemasan (aqua, flow dan vit) disediakan oleh umat. Sebagian besar umat telah punya genset (generator) sendiri.
Keesokan harinya, tanggal 22 Desember 11 ada ibadat tobat yang diikuti oleh sebagian besar umat, kemudian dilanjutkan dengan misa kudus yang dipimpin oleh uskup. Banyak sekali umat yang hadir dalam perayaan misa itu. Mengherankan, ketika misa sedang berlangsung hujan deras turun, dan setelah komuni selesai, hujan juga reda. Uskup dengan rela hati melayani penerimaan sakramen tobat. Ada banyak umat yang menerima sakramen ini.
Setelah makan siang, uskup dan rombongan melanjutkan perjalanan / pelayanan ke stasi Boha, sedangkan frater Yakobus Bala, tinggal di stasi ini selama 4 hari untuk melayani mereka.
3. Stasi Boha
Kami tiba di Boha kira-kira jam 17.00 setelah menempuh perjalanan dengan speedboat selama 4 jam. Umat menjemput rombongan kami di pelabuhan dengan tarian dan bunyi tifa dan dihantar sampai ke gereja. Kami berdoa bersama dan berkenalan di Gereja. Uskup juga memperkenalkan frater-frater dan suster yang datang bersama beliau. Nampak wajah-wajah yang begitu gembira, karena mereka baru pertama kali bertemu dengan uskup. Mereka sudah sering mendengar nama uskup, tetapi baru kali itulah mereka melihat wajah uskup.
Dalam perjalanan itu, kami singgah di stasi Wan. Di stasi ini, uskup menugaskan frater Yasintus untuk melayani umat di Wan dan Kolam selama 4 hari dalam rangka perayanan Natal.
Di stasi ini, uskup menginap di gedung puskesmas pembantu yang kebetulan kosong. Gedung itu dibangun 4 tahun yang lalu, namun tidak ada petugas yang ditempatkan di sana. Bangunannya cukup bagus, dan memadai untuk pelayanan kesehatan. Ada 2 kamar tidur, dan ruang tamu plus ruang makan serta dapur yang memadai. Karena tidak ada yang menempati, bangunan itu kurang terawat dengan baik.
Di stasi ini, tanggal 23 Desember pagi, uskup melayani ibadat tobat, sakramen ekaristi dan sakramen pengakuan. Umat begitu gembira mendapatkan pelayanan itu. Setelah makan siang, uskup dan rombongan melanjutkan perjalanan ke stasi Kindiki.
4. Stasi Kindiki
Perjalanan dari Boha ke Kindiki kami tempuh selama 2 jam. Umat telah siap dan menjemput kami di pelabuhan. Uskup dijemput seara istimewa. Beliau tidak boleh menginjak tanah. Beliau duduk di kursi adat, dan ditandu. Dan ketika sudah hampir memasuki lokasi gereja, beliau dipersilakan turun dan berjalan di atas permadani yang terbuat dari daun kelapa.
Uskup dan rombongan dipersilakan memasuki ruang resepsi, lalu memimpin doa dan memberkati umat. Pada saat reseps, umat telah menyiapkan "air minum alami" yang diambil dari mata air dan ditempatkan pada "sepotong bambu". Air itu begitu segar dan enak, tidak kalah dengan air kemasan dengan merek "Aqua atau aquaria". Air alami itu memang benar-benar dari alam, air pemberian dari Allah sendiri.
Pada kesempatan itu, umat menyerahkan sebidang tanah untuk pembangunan gereja baru. Luas tanah yang diserahkan adalah 5.000 M2. Dana pembangunan diberikan oleh pemerintah Kabupaten Merauke, sebesar Rp. 200 juta.
Tanggal 23 Desember 11 jam 17.00 uskup memberikan pelayanan ibadat tobat, kemudian dilanjutkan dengan misa kudus, dan penerimaan sakramen tobat. Banyak umat yang menerima sakramen ini. Mereka menyiapkan diri untuk menyambut perayaan natal, dengan membersihkan jiwa dan hati mereka dari kesalahan dan dosa.
Makanan dan minuman selama berada di kampung ini, disiapkan oleh keluarga gado-gado (bapak Jawa dan ibu Manado). Meski mereka beragama protestan, mereka turut ambil bagian dalam kegembiraan umat Allah itu. Menjadi sungguh nyata, bahwa kerukunan umat beragama bukan hanya di mulut (teori) tetapi sungguh nyata dan hidup di tengah masyarakat ini.
bersambung
Pada umumnya dalam situasi jalan yang cukup bagus itu, Muting dapat dicapai dalam waktu 4 - 5 jam. Namun bila jalan sudah mulai rusak dan berlumpur, perjalanan bisa memakan waktu 10 jam atau lebih, bahkan bila ada truk yang terjebak di lumpur, dan kendaraan lain tidak bisa lewa, jarak yang sama bisa ditempuh dalam waktu 2 - 3 hari.
Pastor paroki Muting sedang cuti, dan karena itu, uskup melayani paroki itu dalam rangka perayaan Natal. Mengingat banyak stasi yang perlu dilayani, pelayanan dimulai tanggal 20 sampai dengan 27 Desember. Uskup dan rombongan ( 3 frater dan 1 suster ) berangkat dari Merauke menuju Muting, jam 09.30 tanggal 20 Desember 2011 dengan menumpang mobil Inova. Mobil dikendarai oleh Jerry. Rombongan singgah di susteran PBHK ( Sr. Florentine PBHK) - Bupul dan makan siang di sana, kemudian singgah di pastoran Bupul untuk bertemu dengan pastor Vincent Tamba. Kemudian perjalanan dilanjutkan lagi menuju Muting, dan tiba di sana jam 15.45 wit.
Di mana saja pelayanan itu dilaksanakan ?
1. Stasi Kolam dilayani tanggal 21 Desember 2011
Perjalanan dari Muting ke Kolam, ditempuh dengan speedboat melewati sungai Bian, selama hampir 4 jam. Cuaca cerah, bahkan udara cukup panas. Di stasi ini ada peletakan baru pertama. Umat telah memberikan sebidang tanah, seluas 2500 M2 untuk lokasi gereja. Dana pembangunan gereja diberikan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp. 200 juta. Ketika tiba di pelabuhan, bapak uskup disambut dengan sukacita oleh umat, dan dihantar ke lokasi pembangunan. Setelah kata-kata sambutan, uskup dipersilakan untuk memimpin doa dan peletakan batu pertama pembangunan gereja katolik. Doa dan upacara peletakan batu dilaksanakan secara sederhana, dan uskup mereciki lokasi itu dengan air suci. Di stasi itu, jumlah umat kira-kira 300 jiwa. Setelah makan siang, uskup melanjutkan perjalanan ke stasi Selow.
2. Stasi Selow
Kami tiba di Selow tanggal 21 Desember 2011 jam 17.15 setelah menempuh perjalanan dengan speedboat selama 3 jam dari Kolam. Udara cukup panas, dan perjalanan memang cukup melelahkan, namun ketika melihat semangat umat yang menjemput di pelabuhan, rasa lelah tersebut betul-betul hilang. Umat berjajar di pelabuhan, dan anak-anak sekolah membentuk pagar betis. Setelah kata-kata sambutan oleh ketua Dewan, uskup dan rombongan di hantar ke gereja. Di depan gereja, uskup memberikan sambutan dan ucapan terima kasih atas penyambutan oleh umat.
Selanjutnya uskup dihantar ke tempat penginapan. Tempat penginapan itu adalah rumah guru yang baru saja selesai dibangun, dan masih kosong. Di sana sudah disiapkan tempat tidur besar, air di kamar mandi dan minuman yang cukup. Bahkan di tempat yang terpencil itu pun, air minum dalam kemasan (aqua, flow dan vit) disediakan oleh umat. Sebagian besar umat telah punya genset (generator) sendiri.
Keesokan harinya, tanggal 22 Desember 11 ada ibadat tobat yang diikuti oleh sebagian besar umat, kemudian dilanjutkan dengan misa kudus yang dipimpin oleh uskup. Banyak sekali umat yang hadir dalam perayaan misa itu. Mengherankan, ketika misa sedang berlangsung hujan deras turun, dan setelah komuni selesai, hujan juga reda. Uskup dengan rela hati melayani penerimaan sakramen tobat. Ada banyak umat yang menerima sakramen ini.
Setelah makan siang, uskup dan rombongan melanjutkan perjalanan / pelayanan ke stasi Boha, sedangkan frater Yakobus Bala, tinggal di stasi ini selama 4 hari untuk melayani mereka.
3. Stasi Boha
Kami tiba di Boha kira-kira jam 17.00 setelah menempuh perjalanan dengan speedboat selama 4 jam. Umat menjemput rombongan kami di pelabuhan dengan tarian dan bunyi tifa dan dihantar sampai ke gereja. Kami berdoa bersama dan berkenalan di Gereja. Uskup juga memperkenalkan frater-frater dan suster yang datang bersama beliau. Nampak wajah-wajah yang begitu gembira, karena mereka baru pertama kali bertemu dengan uskup. Mereka sudah sering mendengar nama uskup, tetapi baru kali itulah mereka melihat wajah uskup.
Dalam perjalanan itu, kami singgah di stasi Wan. Di stasi ini, uskup menugaskan frater Yasintus untuk melayani umat di Wan dan Kolam selama 4 hari dalam rangka perayanan Natal.
Di stasi ini, uskup menginap di gedung puskesmas pembantu yang kebetulan kosong. Gedung itu dibangun 4 tahun yang lalu, namun tidak ada petugas yang ditempatkan di sana. Bangunannya cukup bagus, dan memadai untuk pelayanan kesehatan. Ada 2 kamar tidur, dan ruang tamu plus ruang makan serta dapur yang memadai. Karena tidak ada yang menempati, bangunan itu kurang terawat dengan baik.
Di stasi ini, tanggal 23 Desember pagi, uskup melayani ibadat tobat, sakramen ekaristi dan sakramen pengakuan. Umat begitu gembira mendapatkan pelayanan itu. Setelah makan siang, uskup dan rombongan melanjutkan perjalanan ke stasi Kindiki.
4. Stasi Kindiki
Perjalanan dari Boha ke Kindiki kami tempuh selama 2 jam. Umat telah siap dan menjemput kami di pelabuhan. Uskup dijemput seara istimewa. Beliau tidak boleh menginjak tanah. Beliau duduk di kursi adat, dan ditandu. Dan ketika sudah hampir memasuki lokasi gereja, beliau dipersilakan turun dan berjalan di atas permadani yang terbuat dari daun kelapa.
Uskup dan rombongan dipersilakan memasuki ruang resepsi, lalu memimpin doa dan memberkati umat. Pada saat reseps, umat telah menyiapkan "air minum alami" yang diambil dari mata air dan ditempatkan pada "sepotong bambu". Air itu begitu segar dan enak, tidak kalah dengan air kemasan dengan merek "Aqua atau aquaria". Air alami itu memang benar-benar dari alam, air pemberian dari Allah sendiri.
Pada kesempatan itu, umat menyerahkan sebidang tanah untuk pembangunan gereja baru. Luas tanah yang diserahkan adalah 5.000 M2. Dana pembangunan diberikan oleh pemerintah Kabupaten Merauke, sebesar Rp. 200 juta.
Tanggal 23 Desember 11 jam 17.00 uskup memberikan pelayanan ibadat tobat, kemudian dilanjutkan dengan misa kudus, dan penerimaan sakramen tobat. Banyak umat yang menerima sakramen ini. Mereka menyiapkan diri untuk menyambut perayaan natal, dengan membersihkan jiwa dan hati mereka dari kesalahan dan dosa.
Makanan dan minuman selama berada di kampung ini, disiapkan oleh keluarga gado-gado (bapak Jawa dan ibu Manado). Meski mereka beragama protestan, mereka turut ambil bagian dalam kegembiraan umat Allah itu. Menjadi sungguh nyata, bahwa kerukunan umat beragama bukan hanya di mulut (teori) tetapi sungguh nyata dan hidup di tengah masyarakat ini.
bersambung
Komentar