NATAL DI KAMPUNG TANI, PERANCIS (2)
C’est Noël ! Misa Vigili Natal akan dimulai pkl 19.00, di gereja kampung Achéres. Udara dingin. Jalanan basah berembun. Suhu 6c. Saya meluncur dengan mobil kesayanganku, bekas, famili Citroën 206. Karena berkabut dan begitu gelap, jalanan yang biasa kulalui…wah, aku tersesat ! Mencari petunjuk bintang? Aku tidak mahir! Mobil ini juga tak punya GPS. Setelah melikuk-likuk beberapa kali, akhirnya, dapat dengan pasti arah kampung Aschéres! Di atas tanah rata yang luas membentang, dari jauh, sudah kelihatan gereja dengan menaranya bercahaya warna kekuningan berpendar. Penduduk desa ini berjumlah kl 2000 jiwa. Saya parkirkan mobil di depan pondok bangsal yang dijadikan pasar rakyat jaman dulu, dari abad 13, keterangan penduduknya.
Tiang-tiangnya dari kayu oak tua. Gereja masih sepi. Tapi di atas balkon sudah terlihat beberapa pemain musik sedang ‘trainning’. Benoît akan bermain trompet dan organ pipa. Ada Zoe, gadis lulus SMA dengan Zaxaphone akan mensuplai nada2 aggresif. Mme X dengan snar gitar. Seluruh kursi yang terbuat dari anyaman jelai gandum kering baru terisi oleh lembaran kertas nyanyian. Saya mengintai waktu di hp, 15 menit lagi misa dimulai. Beberapa ibu sedang sibuk di seputar altar. Sejam sebelum misa, gas pemanas sudah ‘on’ untuk menghangatkan seluruh ruang dan dinding tebal yg menyerap dingin dan lembab.
Lalu, semuanya berlangsung begitu cepat. 5 menit sebelum misa, tidak ada lagi kursi tak berpenghuni! Beberapa, dengan malu2 sungkam, diajak dengan sopan, ambil tempat di bangku2 kedua sisi altar. Sekitar 250 orang memenuhi sesak bagian dalam gedung gereja dari abad 13 yang luasnya amat terbatas.
Misa dimulai. Gelap! Setumpukan besar anak ikut prosesi, membawa lilin, menuju kadang yang dihiasi tumpukan besar jelai batang gandum kering. Mereka ini begitu menikmati moment-moment syahdu. Lagu Allume une étoile (Nyalakan bintang) dinyanyikan sampai berulang kali. Sampai di depan kandang dengan sopan tanpa berisik, anak2 ini mengambil tempat duduk bersilah, sementara orang dewasa tetap berdiri, bernyanyi terus. Beberapa ibu dengan pancaran mata bahagia memandangi anak mereka, yang sebisanya, bersikap santun di hadapan kandang Yesus. Seakan hal demikian belum pernah ditemukan dalam hidup harian rumah tangga sendiri. Seorang ibu yang haru hingga tergenang air matanya, menyadiri diri, akhirnya salah tingkah dan kerepotan sendiri; ia memang tak sempat sigap, ketika layangan pandangan mataku dari altar mampir sebentar.
Organ memang benar-benar menghipnotis. Ada orang mengatakan, alat musik organ memiliki daya rangsang yang religius dalam sukma. Kami beruntung memiliki pemain yang professional, masih muda, 25 tahun, guru musik, lulusan konservatorium Orléans, pemimpin orkestra. Semua bernyanyi, dari lagu-lagu lama dan sudah dikenal.
Pada akhir bacaan injil, ditutup dengan GLORIA ! Tanpa ampun, gereja bergemuruh. Lonceng-lonceng berkelenengan. Benoît, dengan ringan dan cekatan, sibuk memindah-mindahkan kedua lengan ke klavir atas dan bawa, bergantian. Terlihat kesulitan menyerong-nyerongkan pantat, posisi duduk. Gerakan kedua kaki pedal bas kadang seperti mau melompat saja. Balkon yang terbuat dari kayu sudah dari abad zilam juga turut berderik. Pada setiap birama ke delapan dari partitur, ia terlalu asyik bermain-main dengan improvisasi yang rumit, tapi masih tetap indah. Dan, Zoe, gadis baru lulus setingkat SMA dan baru ikut JMJ di Madrid adalah sangkakalanya para malaikat. Ia memompa semua oxigen ke dalam alat musik tembaga yang kelihatannya agak kebesaran.
Malam itu seluruh umat ditimpali dirinya rasa keindahan, luar dalam. Bersalaman mereka lalu keluar dengan membawa rasa bahagia. Menyimpan memori natal yang indah di kampung yang kecil ini. Misa usai pkl 20.05. Berarti tepat sejam misanya.
Sementara di pusat paroki, dilaporkan, umat yang hadir lebih dari 500 orang! Sebuah Kabar Gembira!
Masih sempat bersalam dan bercerita, akhirnya saya mohon pamit pulang ke komunitas, di Orléans. Perjalan sepi dan gelap gulita. Tapi kini tidak berkabut lagi. Terlihat bintang tunggal di langit bersih. Tapi tetap mesti extra hati-hati, apalagi mengendara sendirian. Saya meliwati sebuah radar. Sponta mengoreksi kecepatan, 90 km/jam. Masih di bawah batas kecepatan. Ternyata benar. Saya sempat meliwati sebuah mobil putih yang meringkuk terbalik di pinggir jalan. Mabuk kali! Setiba di rumah ternyata saya yang pertama.. Sambil menunggu konfrater lain pulang, saya on TV. Tersenyum, pada acara bingkisan natal, ada (spot) wawancara pendek2 sebanyak 4x pemunculan bintang artis Indonesia yang ngetop di sini, Anggun namanya! Ia sudah masuk katolik? Katanya, bahkan dia pernah nyanyi di hadapan Paus JP II. Tak lama mulai berdatangan para konfrater dari tugas vigili natal. Akhirnya malam natal itu ditutup dengan makan bersama komunitas (5org), hingga tengah malam.
Esoknya, 25 Desember, sudah biasanya, orang bangun lebih siang. Pkl 08.00 ada doa laudes bersama. Semua MZ/Antifon dinyanyikan. Menjelang pkl 10, saya sudah meluncur kembali ke stasi Chilleurs. Jumlah penduduknya kl 1.500 jiwa. Misa baru dimulai pkl 11.00. Ketika pertama kali mengunjungi gereja dari abad 17 ini, saya kaget, dalamnya terdapat kaca jendela (vitrail) bergambar Bunda Hati Kudus, produk 1896/1897. Jaman P. Chevalier bersama konfraternya. Nah, hari ini matahari bersinar cerah ceriah. Dari jejeran virail bagian atas, sinar matahari meluncur masuk dan menerangi beberapa sudut ruang dan lantai ubin. Menimpah pula beberapa baris jejeran kursi umat. Gereja bersinar, wajah-wajah budiman beriman juga tampak secerah hari itu.
Apalagi pemain organ pipa adalah Benoît sendiri (baca: Benoa). Kalau semalam lagu pengiring alunan Douce Nuit (Malam Kudus), pada pagi indah nan lembut ini sudah terdengar Benoît memainkan lembut sebuah karya Corelli, Coral pour Noël. Kalau Natal adalah pesta anak2… di bawah alunan musik ini saya teringat masa 35 tahun lalu, masa remajaku di Seminari Kakaskasen, dengan ensemble musik bimbingan Gerrits Yansens dan Mons Ruiter, kami memainkan beberapa lagu natal bersama antara lain karya Corelli tersebut. Oh… sedini itu saya sudah masuk seminari. Oya, kebetulan saya membawa beserta saya untuk ikut misa seorang seminaris, calon msc, sudah berusia 34thn? Hari ini tidak tampak lagi kerumunan anak di antara umat yang hadir. Berbeda dengan perayaan semalam. Umat yang hadir kl 100 orang. Di antara mereka saya melihat banyak kaum lelaki. Ini tidak biasanya. Misa tampak berjalan sederhana dan biasa. Satu-satunya yang menarik adalah instumen organ pipa membawakan lagu berbagai lagu pada awal dan akhir misa: dari Bach, Handel, Grosjean dengan lagunya Il est né le divin enfant (Lahir ke dunia Sang Anak Ilahi)…penuh modulasi
Walaupun umat menyiapkan makan siang natal yang berkwalitas bintang *****, habis mengucapkan selamat sambil berjabatan, kami meluncur pulang. Saya makan bersama dalam komunitas. Tentu, seperti lazim tradisi à la gastronomie française: ada kentang, foie gras (hati angsa), anggur bordeaux, champagne, coklat, ice cream. Nyammm..hmm. Chef kepala koki adalah superior rumah sendiri, yang mantan provincial. Ia memang pandai masak yang punya klasnya, un véritable cordon-bleu
Biasanya di meja makan, dari tahun ke tahun, saya menyanyikan lagu andalan NATAL DI DUSUN YANG KECIL… Setelah ada pancingan sampai… kepala saya dipenuhi gelembung oxigen !!
Jauh di dusun kecil, di sana rumahku…
lama sudah kutinggalkan dusunku…dst…
(lengking) Kuingin mengulang lagi kenangan … hari natal yg bahagia ...
(menjerit) Kunyalakan lilin2 kecil…
Joyeux Noël, confratres.
Herman, zero derajat Celcius.
Terima kasih Herman, atas sharing perayaan Natal di kampung nun jauh dari tanah air. Semoga segala kekayaan rohani dan seni yangditampilkan, akan memberikan kekuatan dan menambah kebijaksanaan untuk hidup baru pada tahun 2012 ini.
Tiang-tiangnya dari kayu oak tua. Gereja masih sepi. Tapi di atas balkon sudah terlihat beberapa pemain musik sedang ‘trainning’. Benoît akan bermain trompet dan organ pipa. Ada Zoe, gadis lulus SMA dengan Zaxaphone akan mensuplai nada2 aggresif. Mme X dengan snar gitar. Seluruh kursi yang terbuat dari anyaman jelai gandum kering baru terisi oleh lembaran kertas nyanyian. Saya mengintai waktu di hp, 15 menit lagi misa dimulai. Beberapa ibu sedang sibuk di seputar altar. Sejam sebelum misa, gas pemanas sudah ‘on’ untuk menghangatkan seluruh ruang dan dinding tebal yg menyerap dingin dan lembab.
Lalu, semuanya berlangsung begitu cepat. 5 menit sebelum misa, tidak ada lagi kursi tak berpenghuni! Beberapa, dengan malu2 sungkam, diajak dengan sopan, ambil tempat di bangku2 kedua sisi altar. Sekitar 250 orang memenuhi sesak bagian dalam gedung gereja dari abad 13 yang luasnya amat terbatas.
Misa dimulai. Gelap! Setumpukan besar anak ikut prosesi, membawa lilin, menuju kadang yang dihiasi tumpukan besar jelai batang gandum kering. Mereka ini begitu menikmati moment-moment syahdu. Lagu Allume une étoile (Nyalakan bintang) dinyanyikan sampai berulang kali. Sampai di depan kandang dengan sopan tanpa berisik, anak2 ini mengambil tempat duduk bersilah, sementara orang dewasa tetap berdiri, bernyanyi terus. Beberapa ibu dengan pancaran mata bahagia memandangi anak mereka, yang sebisanya, bersikap santun di hadapan kandang Yesus. Seakan hal demikian belum pernah ditemukan dalam hidup harian rumah tangga sendiri. Seorang ibu yang haru hingga tergenang air matanya, menyadiri diri, akhirnya salah tingkah dan kerepotan sendiri; ia memang tak sempat sigap, ketika layangan pandangan mataku dari altar mampir sebentar.
Organ memang benar-benar menghipnotis. Ada orang mengatakan, alat musik organ memiliki daya rangsang yang religius dalam sukma. Kami beruntung memiliki pemain yang professional, masih muda, 25 tahun, guru musik, lulusan konservatorium Orléans, pemimpin orkestra. Semua bernyanyi, dari lagu-lagu lama dan sudah dikenal.
Pada akhir bacaan injil, ditutup dengan GLORIA ! Tanpa ampun, gereja bergemuruh. Lonceng-lonceng berkelenengan. Benoît, dengan ringan dan cekatan, sibuk memindah-mindahkan kedua lengan ke klavir atas dan bawa, bergantian. Terlihat kesulitan menyerong-nyerongkan pantat, posisi duduk. Gerakan kedua kaki pedal bas kadang seperti mau melompat saja. Balkon yang terbuat dari kayu sudah dari abad zilam juga turut berderik. Pada setiap birama ke delapan dari partitur, ia terlalu asyik bermain-main dengan improvisasi yang rumit, tapi masih tetap indah. Dan, Zoe, gadis baru lulus setingkat SMA dan baru ikut JMJ di Madrid adalah sangkakalanya para malaikat. Ia memompa semua oxigen ke dalam alat musik tembaga yang kelihatannya agak kebesaran.
Malam itu seluruh umat ditimpali dirinya rasa keindahan, luar dalam. Bersalaman mereka lalu keluar dengan membawa rasa bahagia. Menyimpan memori natal yang indah di kampung yang kecil ini. Misa usai pkl 20.05. Berarti tepat sejam misanya.
Sementara di pusat paroki, dilaporkan, umat yang hadir lebih dari 500 orang! Sebuah Kabar Gembira!
Masih sempat bersalam dan bercerita, akhirnya saya mohon pamit pulang ke komunitas, di Orléans. Perjalan sepi dan gelap gulita. Tapi kini tidak berkabut lagi. Terlihat bintang tunggal di langit bersih. Tapi tetap mesti extra hati-hati, apalagi mengendara sendirian. Saya meliwati sebuah radar. Sponta mengoreksi kecepatan, 90 km/jam. Masih di bawah batas kecepatan. Ternyata benar. Saya sempat meliwati sebuah mobil putih yang meringkuk terbalik di pinggir jalan. Mabuk kali! Setiba di rumah ternyata saya yang pertama.. Sambil menunggu konfrater lain pulang, saya on TV. Tersenyum, pada acara bingkisan natal, ada (spot) wawancara pendek2 sebanyak 4x pemunculan bintang artis Indonesia yang ngetop di sini, Anggun namanya! Ia sudah masuk katolik? Katanya, bahkan dia pernah nyanyi di hadapan Paus JP II. Tak lama mulai berdatangan para konfrater dari tugas vigili natal. Akhirnya malam natal itu ditutup dengan makan bersama komunitas (5org), hingga tengah malam.
Esoknya, 25 Desember, sudah biasanya, orang bangun lebih siang. Pkl 08.00 ada doa laudes bersama. Semua MZ/Antifon dinyanyikan. Menjelang pkl 10, saya sudah meluncur kembali ke stasi Chilleurs. Jumlah penduduknya kl 1.500 jiwa. Misa baru dimulai pkl 11.00. Ketika pertama kali mengunjungi gereja dari abad 17 ini, saya kaget, dalamnya terdapat kaca jendela (vitrail) bergambar Bunda Hati Kudus, produk 1896/1897. Jaman P. Chevalier bersama konfraternya. Nah, hari ini matahari bersinar cerah ceriah. Dari jejeran virail bagian atas, sinar matahari meluncur masuk dan menerangi beberapa sudut ruang dan lantai ubin. Menimpah pula beberapa baris jejeran kursi umat. Gereja bersinar, wajah-wajah budiman beriman juga tampak secerah hari itu.
Apalagi pemain organ pipa adalah Benoît sendiri (baca: Benoa). Kalau semalam lagu pengiring alunan Douce Nuit (Malam Kudus), pada pagi indah nan lembut ini sudah terdengar Benoît memainkan lembut sebuah karya Corelli, Coral pour Noël. Kalau Natal adalah pesta anak2… di bawah alunan musik ini saya teringat masa 35 tahun lalu, masa remajaku di Seminari Kakaskasen, dengan ensemble musik bimbingan Gerrits Yansens dan Mons Ruiter, kami memainkan beberapa lagu natal bersama antara lain karya Corelli tersebut. Oh… sedini itu saya sudah masuk seminari. Oya, kebetulan saya membawa beserta saya untuk ikut misa seorang seminaris, calon msc, sudah berusia 34thn? Hari ini tidak tampak lagi kerumunan anak di antara umat yang hadir. Berbeda dengan perayaan semalam. Umat yang hadir kl 100 orang. Di antara mereka saya melihat banyak kaum lelaki. Ini tidak biasanya. Misa tampak berjalan sederhana dan biasa. Satu-satunya yang menarik adalah instumen organ pipa membawakan lagu berbagai lagu pada awal dan akhir misa: dari Bach, Handel, Grosjean dengan lagunya Il est né le divin enfant (Lahir ke dunia Sang Anak Ilahi)…penuh modulasi
Walaupun umat menyiapkan makan siang natal yang berkwalitas bintang *****, habis mengucapkan selamat sambil berjabatan, kami meluncur pulang. Saya makan bersama dalam komunitas. Tentu, seperti lazim tradisi à la gastronomie française: ada kentang, foie gras (hati angsa), anggur bordeaux, champagne, coklat, ice cream. Nyammm..hmm. Chef kepala koki adalah superior rumah sendiri, yang mantan provincial. Ia memang pandai masak yang punya klasnya, un véritable cordon-bleu
Biasanya di meja makan, dari tahun ke tahun, saya menyanyikan lagu andalan NATAL DI DUSUN YANG KECIL… Setelah ada pancingan sampai… kepala saya dipenuhi gelembung oxigen !!
Jauh di dusun kecil, di sana rumahku…
lama sudah kutinggalkan dusunku…dst…
(lengking) Kuingin mengulang lagi kenangan … hari natal yg bahagia ...
(menjerit) Kunyalakan lilin2 kecil…
Joyeux Noël, confratres.
Herman, zero derajat Celcius.
Terima kasih Herman, atas sharing perayaan Natal di kampung nun jauh dari tanah air. Semoga segala kekayaan rohani dan seni yangditampilkan, akan memberikan kekuatan dan menambah kebijaksanaan untuk hidup baru pada tahun 2012 ini.
Komentar