MAKAN SIANG BERSAMA
Waktu kami tiba di Schippol, Selasa tanggal 10Mei 2011 jam 06.10, kami dijemput oleh Ton van Bremen dan Br. Kees Vergouwen. Kedua orang ini datang dari te,pat yang berbeda. Ton van Bremen datang dari Beverweg di bagian utara, sedangkan Kees dari Selatan, dari Tilburg. Jarak ditempuh dengan kecepatan 120 km perjam, perlu waktu saru setengah jam. Ton perlu waktu tiga puluh menit. Setelah mengucapkan selamat datang kepada kami berdua, Ton pamit dan kembali ke Beverweg untuk siap pergi ke kantor.
Dan saya dengan Hengky melanjutkan perjalanan menuju ke rumah induk di Tilburg. Suhu kira-kira 15 – 20 derajat Celsius. Cuaca ini amat cocok untuk orang-orang dari Asia karena mereka tidak perlu jaket atau baju tebal-tebal untuk menghangatkan badan. Udara segar, sejuk dan bagus. Perjalanan lancar, cuaca cerah, namun tidak bisa terlalu cepat karena di jalanan sudah banyak kendaraan lain. Kami perlu waktu 2 jam untuk sampai ke Tilburg.
Ketika tiba di biara MSC, kami dihantar ke kamar yang telah disiapkan. Kami bertemu dengan Uskup Enmeritus Keuskupan Agung Merauke ( Mgr.J.Duivenvoorde MSC). Beliau tampak kurang sehat, dan siang itu beliau dihantar ke rumah sakit untuk periksa kesehatannya. Kami minum bersama dengan para MSC yang tinggal di lantai tiga.
Dulu para MSC tinggal di biara sendiri, apalagi jumlah mereka 60 an orang. Kini jumlah mereka kian sedikit dan keadaan kesehatan mereka mulai menurun, karena itu mereka perlu mendapatkan perawatan sesuai dengan standart yang ditentukan pemerintah. Karena alasan usia lanjut dan perlunya peyalanan pelayanan kesehatan yang memadai, mereka semuanya pindah ke rumah khusus untuk orang lanjut usia. Mereka tinggal dalam satu kompleks yang disebut Biara Notre Dame. Gedungnya bertingkat, dan di setiap tingkat / lantai dibentuk 1 komunitas. Di seluruh kompleks itu ada 4 komunitas. Masing-masing komunitas punya ruang makan sendiri. Mereka makan pagi dan makan malam di komunitas masing-masing.
Semua anggota komunitas yang bisa jalan makan siang bersama tiap-tiap hari di ruang makan yang besar. Siang itu kami diundang makan di ruang makan yang besar . Di sana berkumpullah semua pastor, bruder dan suster yang sudah lanjut usianya, namun masih sanggup melayani diri sendiri. Kebanyakan adalah para pastor dan bruder MSC, dan suster PBHK, namun ada juga dari tarekat lain. Jumlah mereka yang makan pada siang itu lebih dari 100 orang.
Luar biasa. Apakah yang mereka ceritakan ? Saya tidak tahu. Makan siang bersama setiap hari mereka usahakan. Pada umumnya mereka setia untuk makan bersama setiap hari. Nilai kerukunan, persaudaraan, sesuatu yang sangat istimewa, yang sejak saya kecil yang kenal, ternyata tetap dihidupi oleh para mantan missionaris yang sudah lanjut usia itu. Tradisi yang baik bahwa pada kesempatan makan siang itu mereka bertemu dengan rekan-rekan setarekat, satu spiritualitas, sepanggilan, seperutusan. Kini pada masa tua , ketika semuanya tinggal kenangan di tempat yang jauh, sanak saudara mereka tidakada di sekitar mereka, rekan-rekan sekomunitas itulah saudara mereka.
Rekan yang lagi sakit, yang sedang sedih atau membutuhkan bantuan ketika tidak ada di ruang makan, dengan mudah diketahui. Mereka juga di ruang makan bisa mendapatkan penghiburan, dan kalau membutuhkan pelayanan khusus dan darurat, mereka bisa segera mendaptkannya.
Karya-karya mereka sudah mereka laksanakan di tempat-tempat yang jauh, di daerah misi. Semuanya tinggal kenangan. Maka kehadiran P .Hengky dan Uskup Niko merupakan hadiah dan penghiburan yang besatr bagi mereka. Kami berdua adalah buah-buah kasih, buah-buah pengorbanan mereka. Kami adalah buah-buah rohani, buah-buah pelayanan, buah karya kehidupan yang telah mereka taburkan sekian puluh tahun yang silam di Indonesia.
Kepada kamilah mereka mempercayakan tugas perutusan yang dulu mereka terima dari Kristus yang mengutus mereka. Kepada kamilah mereka mengharapkan adanya kesinambungan karya keselamatan itu kepada generasi selanjutnya. Mereka sudah tidak mampu kami untuk bekerja seperti dulu. Tetapi darisorot mata, dari senyum mereka, dari ucapan selamat datang, mereka mengucapkan terima kasih, dan selamat melanjutkan tugas perutusan itu. Kami adalah buah karya yang telah mereka siapkan untuk meneruskan karya Kristus itu. Mereka mendukung dan mendoakan. Mereka juga mengucapkan terima kasih kepada kami yang telah berkunjung dan memperhitungkan mereka. Mereka merasa dihargai dan tetap menjadi bagian dari karya besar Tuhan di tanah air tercinta .
Saya menemukan bahwa makan bersama mempunyai banyak makna dan nilai yang sungguh-sungguh penting. Makan siang merupakan tanda persaudaraan, tanda sukacita dan kebahagiaan. Di sana diwujudkan secara jelas janji Kristus : ‘Di mana ada dua atau orang yang berkumpul demi nama-Ku, di situ Aku ada’. Makan bersama kalau hanya disadari sebagai kegiatan fisik (memasukkan manakan ke dalam mulut/perut) akan membuat orang merasa bosan. Makan bersama yang dibuka dan ditutup dengan doa, disertai dengan hati yang damai, saling menyapa, saling memahami akan menjadi tanda rahmat yang besar.
Makan bersama tetapi juga ‘rekreasi bersama, sharing keluarga, dan pertemuan biasa’ merupakan tanda kasih sayang dan kehadiran Allah bagi manusia. Makan bersama dapat sungguh-sungguh merupakan anugerah Allah yang nyata bagi manusia. Maka, siapa pun orangnya, dan di mana pun mereka berada yang mengusahakan adanya makan bersama di dalam keluarga / di dalam komunitas, di sana Allah dihadirkan.
Kelemahan dan keterbatasan manusiawi tetap ada. Tetap ada halangan dan kesulitan ; tetapi Tuhan sudah berjanji akan mengumpulkan anak-anak-Nya yang tercerai-berai (Yohanes 17). Tuhan mampu melembutkan hati yang membatu dan keras. Dia adalah Allah yang maharahim, lambat akan murka, tetapi besar kasih setia-Nya
Komentar