KEKERASAN
Apa itu kekerasan ? Kekerasan adalah serangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang baik fisik maupun verbal yang mencederai / melawan kebebasan atau martabat orang lain. Tindakan / contoh-contoh tindakan yang demikian ini dengan mudah kita lihat / kita baca di media massa. Pengaruh buruknya amat besar bagi kehidupan manusia. Br Yohanes FIC mengomentarinya dengan beberapa pertanyaan berikut ini:
Semakin banyak generasi muda masa kini di Indonesia yang setuju KEKERASAN.
Bagaimana gerakan hati di masyarakat kita ? Juga peran pendidikan selain di sekolahnya sendiri, tetapi juga memberikan masukan dalam pertemuan para pendidik umum untuk gerakan hati ? Kerasulan / pastoral gerakan hati (gerakan anti kekerasan) dibutuhkan. ( http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2011042800392614, Kamis, 28 April 2011, BURAS. )
Penulis tuturkan seutuhnya, apa yang dimuat dalam website di atas.
49% Pelajar Setuju Aksi Radikal Agama! ( oleh H. Bambang Eka Wijaya )
"JALAN kekerasan ternyata jadi pilihan pelajar negeri kita justru lewat mata pelajaran agama!" ujar Imar. "Hasil penelitian terhadap pelajar SMP-SMA oleh Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian dipimpin Prof. Bambang Pranowo dari UIN Syarif Hidayatullah, menyebutkan 49% pelajar setuju aksi kekerasan berlabel agama! Menurut pelajar, Pancasila juga tak relevan!" (Koran Tempo, 26-4)
"Gawat sekali hasil penelitian itu!" sambut Amir. "Tapi pasti ada alasan rasional jika sejumlah besar pelajar saksama memilih jawaban senada begitu! Misal, apa lewat jalan nonkekerasan dan nonlabel agama, seperti pengadilan, demokrasi, atau pemerintahan bangsa kita bisa menyelesaikan aneka masalah benar-benar adil? Jika di jalan-jalan itu ternyata dinilai gagal oleh para pelajar, jalan kekerasan berlabel agama sebenarnya justru merupakan peluang sempit yang memang kita sisakan sebagai alternatif tunggal buat mereka!"
"Berarti bukan salah pelajaran atau pengajaran agama di sekolah! Melainkan, justru realitas kehidupan berbangsa kita yang membuat mereka tak punya pilihan lain!" tegas Umar. "Karena itu, jelas keliru dan sia-sia menjadikan mata pelajaran agama di sekolah sebagai scape goat-kambing hitam-dari sikap pelajar kita yang cenderung gandrung kekerasan itu! Pokok masalahnya justru pada cara orang tua mengelola negara-bangsa yang nyata-nyata telah gagal mewujudkan keadilan lewat berbagai dimensi formal!"
"Realitas sedemikian tak bisa dibantah!" timpal Amir. "Artinya, pilihan berani 49% pelajar itu yang harus dijadikan dasar bagi orang tua-terutama yang berkuasa-untuk introspeksi, kenapa gagal menciptakan keadilan lewat jalan nonkekerasan, sehingga jalan kekerasan jadi pilihan pelajar! Itu juga tak terlepas dari penilaian pelajar, Pancasila tidak relevan-karena yang selama ini mereka saksikan cuma praktek seolah-olah itu Pancasila, bukan praktek dari Pancasila yang sejatinya! Jadi, untuk mengubah kesan para pelajar itu terhadap Pancasila, para aktor kekuasaan-dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif-harus mempraktekkan yang sejatinya nilai-nilai Pancasila!"
"Dengan demikian lebih jelas, yang salah bukan pelajaran agama di sekolah, apalagi NII gadungan yang cuma cari korban pemerasan lewat hipnotis dan cuci otak!" tegas Umar. "Kesalahan justru pada orang tua yang berkuasa, karena telah gagal mewujudkan keadilan dalam berbagai dimensi dan substansinya dengan cara-cara nonkekerasan, serta mempraktekkan Pancasila sekadar dalam keseolah-olahan, tidak tulus mengatualisasikan Pancasila dengan nilai-nilai yang sejatinya!" ***
Menurut Kitab Kejadian 1: 1-28 Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya. Dan semua yang diciptakan-Nya itu baik adanya ( ayat 10, 12, 18, 21 dan 25). Bahkan ayat 27 menyebutkan dengan jelas: "Manusia itu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah". Kalau hakekat Allah itu baik adanya, dan manusia itu diciptakan dalam keadaan baik, siapakah yang mengajarkan kejahatan dan kekerasan kepada manusia ?
Jika manusia itu membunuh sesamanya (gambar dan rupa Allah) sebenarnya ia "membunuh" (baca: menghina secara amat mendasar)Allahnya. Maka, bila orang menyebut diri membela dan mengagungkan Allah, namun membunuh / menganiaya atau melakukan kekerasan kepada sesamanya, dia sebenarnya melawan Allah.
Semakin banyak generasi muda masa kini di Indonesia yang setuju KEKERASAN.
Bagaimana gerakan hati di masyarakat kita ? Juga peran pendidikan selain di sekolahnya sendiri, tetapi juga memberikan masukan dalam pertemuan para pendidik umum untuk gerakan hati ? Kerasulan / pastoral gerakan hati (gerakan anti kekerasan) dibutuhkan. ( http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2011042800392614, Kamis, 28 April 2011, BURAS. )
Penulis tuturkan seutuhnya, apa yang dimuat dalam website di atas.
49% Pelajar Setuju Aksi Radikal Agama! ( oleh H. Bambang Eka Wijaya )
"JALAN kekerasan ternyata jadi pilihan pelajar negeri kita justru lewat mata pelajaran agama!" ujar Imar. "Hasil penelitian terhadap pelajar SMP-SMA oleh Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian dipimpin Prof. Bambang Pranowo dari UIN Syarif Hidayatullah, menyebutkan 49% pelajar setuju aksi kekerasan berlabel agama! Menurut pelajar, Pancasila juga tak relevan!" (Koran Tempo, 26-4)
"Gawat sekali hasil penelitian itu!" sambut Amir. "Tapi pasti ada alasan rasional jika sejumlah besar pelajar saksama memilih jawaban senada begitu! Misal, apa lewat jalan nonkekerasan dan nonlabel agama, seperti pengadilan, demokrasi, atau pemerintahan bangsa kita bisa menyelesaikan aneka masalah benar-benar adil? Jika di jalan-jalan itu ternyata dinilai gagal oleh para pelajar, jalan kekerasan berlabel agama sebenarnya justru merupakan peluang sempit yang memang kita sisakan sebagai alternatif tunggal buat mereka!"
"Berarti bukan salah pelajaran atau pengajaran agama di sekolah! Melainkan, justru realitas kehidupan berbangsa kita yang membuat mereka tak punya pilihan lain!" tegas Umar. "Karena itu, jelas keliru dan sia-sia menjadikan mata pelajaran agama di sekolah sebagai scape goat-kambing hitam-dari sikap pelajar kita yang cenderung gandrung kekerasan itu! Pokok masalahnya justru pada cara orang tua mengelola negara-bangsa yang nyata-nyata telah gagal mewujudkan keadilan lewat berbagai dimensi formal!"
"Realitas sedemikian tak bisa dibantah!" timpal Amir. "Artinya, pilihan berani 49% pelajar itu yang harus dijadikan dasar bagi orang tua-terutama yang berkuasa-untuk introspeksi, kenapa gagal menciptakan keadilan lewat jalan nonkekerasan, sehingga jalan kekerasan jadi pilihan pelajar! Itu juga tak terlepas dari penilaian pelajar, Pancasila tidak relevan-karena yang selama ini mereka saksikan cuma praktek seolah-olah itu Pancasila, bukan praktek dari Pancasila yang sejatinya! Jadi, untuk mengubah kesan para pelajar itu terhadap Pancasila, para aktor kekuasaan-dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif-harus mempraktekkan yang sejatinya nilai-nilai Pancasila!"
"Dengan demikian lebih jelas, yang salah bukan pelajaran agama di sekolah, apalagi NII gadungan yang cuma cari korban pemerasan lewat hipnotis dan cuci otak!" tegas Umar. "Kesalahan justru pada orang tua yang berkuasa, karena telah gagal mewujudkan keadilan dalam berbagai dimensi dan substansinya dengan cara-cara nonkekerasan, serta mempraktekkan Pancasila sekadar dalam keseolah-olahan, tidak tulus mengatualisasikan Pancasila dengan nilai-nilai yang sejatinya!" ***
Menurut Kitab Kejadian 1: 1-28 Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya. Dan semua yang diciptakan-Nya itu baik adanya ( ayat 10, 12, 18, 21 dan 25). Bahkan ayat 27 menyebutkan dengan jelas: "Manusia itu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah". Kalau hakekat Allah itu baik adanya, dan manusia itu diciptakan dalam keadaan baik, siapakah yang mengajarkan kejahatan dan kekerasan kepada manusia ?
Jika manusia itu membunuh sesamanya (gambar dan rupa Allah) sebenarnya ia "membunuh" (baca: menghina secara amat mendasar)Allahnya. Maka, bila orang menyebut diri membela dan mengagungkan Allah, namun membunuh / menganiaya atau melakukan kekerasan kepada sesamanya, dia sebenarnya melawan Allah.
Komentar