BERKAT TUHAN
Hari itu, tanggal 13 Agustus 2010 menurut perhitungan manusia, mestinya tidak ada penerbangan ke Tanah Merah. Cuaca sejak malam tanggal 12 Agustus hingga pagi hari tetap buruk, langit mendung dan jarak pandang untuk penerbangan memang tidak memadai. Apalagi, sampai saat ini di Bandara sedang ada proyek pengerasan dan pelebaran landas pacu. Semua pesawat harus sudah meninggalkan bandara paling lambat jam 10.00. Sesudah jam itu, pekerjaan pengerasan landasan mulai beroperasi. Tidak ada pesawat mana pun yang diijinkan mendarat.
Demi umat yang ada di Mindiptana, dan wilayah pedalaman lainnya, saya menghadap kepala bandara Tanah Merah yang kebetulan berada di Merauke. Saya katakan bahwa umat telah menunggu kedatangan Uskup, namun karena cuaca buruk, terpaksa pesawat tidak berani terbang. Saat ini, cuaca di Tanah Merah agak bagus, dan pilot pesawat AMA siap untuk terbang, apakah bapak bisa mengijinkan kami untuk terbang. Setelah beliau beberapa kali mengontak rekan-rekannya di Tanah Merah, didapat informasi bahwa ternyata cuaca cukup bagus, proyek pengerasan bandara untuk sementara waktu dihentikan karena alat beratnya sedang rusak. Kesimpulannya: tidak ada hambatan untuk terbang. Kami diijinkan untuk terbang pada hari itu.
Beberapa menit sebelumnya, saya berdoa kepada Bunda Maria, mohon pertolongannya, dan saya juga mengontak rekan-rekan di Jakarta untuk berdoa bagi kelancaran dan keselamatan perjalanan itu. Ternyata, benar-benar terjadi. Apa yang sebenarnya tidak mungkin, hari itu menjadi mungkin berkat campur tangan dan kasih Allah, dan perantaraan Bunda Maria.
Ternyata, Kepala Bandara Tanah Merah sudah lama tidak berada di tempat, sehingga tidak tahu apa yang terjadi sesungguhnya di sana. Ketika tahu bahwa halangan tersebut bisa diatasi, dan kemungkinan untuk terbang memang ada, beliau dengan penuh pengertian memberikan ijin.
Sepanjang perjalanan, cuaca memang bagus. Bahkan lebih dari 50 menit cuaca sungguh-sungguh cerah, padahal ketika berangkat dari Merauke, langit agak mendung. Dan ketika hampir mendarat di Tanah Merah, cuaca juga agak mendung, namun jarak pandang cukup bagus. Pesawat AMA mendarat dengan mulus, cuaca amat mendukung. Kami semua rombongan dari Merauke tiba dengan selamat, dan tidak kehujanan.
Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke Mindiptana. Perjalanan ditempuh dengan mobil, melalui jalan sepanjang 20 km yang baru saja dilapis aspal, selanjutnya jalan tanah sepanjang 68 km. Di beberapa tempat ada jalan yang rusak dan berlumpur, namun mobil yang kami tumpangi siap untuk menembus jalanan yang berlumpur.
Di kilometer 40, mobil kami menolong truk yang "tertanam" di lumpur-lumpur. Setelah dia keluar dari "kubangan" itu, kami bisa lewat dengan bebas, dan melanjutkan perjalanan. Kami tiba di Mindiptana sekitar jam 17.10 dan disambut dengan tarian danda oleh para penari suku Muyu.
Uskup Mendapat pengalungan "tak noken" dan topi yang terbuat dari bulu kuskus, sedangkan tim KKI (Karya Kepausan Indonesia) mendapat pengalungan bunga. Begitu gembiranya mereka, ketika rombongan uskup yang akan memberikan pelayanan krisma tiba di paroki mereka. Pada hari itu, Tuhan memungkinkan kami bertemu dengan domba-domba-Nya. Bunda Maria pun berperan dalam "memberikan cuaca yang baik" bagi penerbangan dari Merauke sampai ke Tanah Merah.
Terima kasih Tuhan dan Bunda Maria atas perlindungan dan penyertaan-Mu pada perjalanan kami dari Merauke sampai ke Mindiptana. Terima kasih kepada umat sekalian yang telah memberikan penyambutan meriah kepada kami.
Komentar