3 SUSTER KSSY UNTUK KIMAAM
Tiga orang suster dari Kongregasi Suster-suster Santo Yoseph (KSSY) pada tanggal 5 Agustus 2010, telah berangkat menuju ke Kimaam. Kimaam adalah sebuah pulau kecil, di sebelah barat Merauke. Pulau ini berpenghuni 14.000 orang, dan 98 % penduduknya beragama katolik. Di sana ada 4 Kecamatan, dan di setiap kecamatan ada dokter PTT yang ditugaskan pemerintah pusat untuk daerah-daerah paling terpencil.
Ketiga suster tersebut adalah Sr. Yustina KSSY, Sr. Flora KSSY, dan Sr. Melani KSSY menuju ke Kimaam, dihantar oleh Pemimpin umum mereka: Sr. Dessy KSSY. Mereka adalah para pionir KSSY di Komunitas Kimaam, setelah komunitas itu ditutup tahun 2007 karena Tarekat PBHK amat kekurangan tenaga. Sr. Dessy pada tahun 2009 telah berkunjung ke Kimaam, dan amat merasakan betapa hausnya dan betapa besar kerinduan mereka akan kehadiran dan pendampingan para suster.
Dengan restu dan dukungan dari Uskup Agung Medan dalam misa tanggal 22 Juli 2010, tgl 23 Juli yang lalu mereka meninggalkan Medan, dan terbang menuju Merauke. Mereka transit di Jayapura 1 malam, dan tiba di Merauke tgl 25 Juli 2010. Mereka mendapatkan hari-hari orientasi dari Pater Vikjen, Pater Sekretaris KA Merauke, Pater Ketua Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik, bahkan telah diajak untuk melihat-lihat dari dekat suasana dan kehidupan masyarakat Merauke.
Mereka dengan penuh semangat menuju medan karya, diutus oleh Roh Allah untuk mendampingi saudara-saudari mereka di tempat terpencil. Pulau Kimaam, hanya bisa dijangkau dengan Kapal Laut dan Pesawat. Perjalanan dengan kapal laut memakan waktu 12 jam, dan bila ditempuh dengan pewasat perlu waktu 40 menit. Listrik menyala pada malam hari saja, mulai jam 18 - jam 22. Bila solar habis, listrik pun tidak menyala. Masyarakat yang punya genset bisa menghidupkan dan menikmati cahaya listrik, sedangkan yang tidak punya mereka hidup dengan cahaya seadanya. Kios-kios yang menjual dan menyediakan barang-barang kebutuhan harian juga ada. Maka, sebenarnya untuk hidup layak harian, mereka tidak akan kekurangan.
Yang lebih merasakan kesulitan adalah mereka yang tinggal di tempat-tempat lebih terpencil. Jaraknya amat jauh, 5 - 8 jam dengan speed boat, dengan hantaman ombak dan angin kencang yang sering tidak bersahabat. Di daerah-daerah seperti ini, barang-barang kebutuhan harian amat terbatas, SDM yang terampil, perawat, guru dan dokter juga amat terbatas.
Di sanalah, kemanusiaan kita seharusnya menyerah. Namun demikian, karena Allah melindungi mereka, di tempat terpencilpun mereka bisa hidup, dan sehat. Menurut ukuran manusia itu sulit dan tidak mungkin, namun bagi Allah semuanyamungkin. Kebesaran dan kemahabijaksanaan Allah makin kentara di tempat-tempat yang kecil dan terpencil.
Komentar