TERIMA KASIH, BU.

PEMBACA BLOG YANG BUDIMAN
SYALOOM......
Melalui tulisan ini, saya membagikan kepada anda sekalian, pengalaman dan renungan saya tentang perempuan yang telah melahirkan saya, mereka yang mengharapkan berkat Tuhan melalui saya, dan inspirasi dari Kitab Suci.  Moga-moga tulisan ini memberikan sesuatu yang baik bagi hidup anda dan kehidupan keluarga anda. Selamat menikmati....

“Mgr, saya mau mengucapkan terima kasih atas doa Mgr buat saya tahun lalu. Sekarang saya sudah hamil”  seru seorang ibu muda (Magda) yang ketemu secara kebetulan di salah satu kantor di Jakarta bulan November 2012 lalu.  “Oh ya, selamat ya. Luar biasa berkat Tuhan untukmu tahun ini. Saya juga turut bergembira”.  Kamu hamil berapa bulan ?” tanya saya . “4 bulan, Mgr” jawabnya.  Tiba-tiba ada seorang perempuan yang lain (Lanny) , berlari-lari menuju ke arah saya, dan minta: “Mgr, tolong doakan saya juga. Saya sudah 5 tahun menikah, dan belum punya anak”.  Dalam suasana gembira itu, saya mendoakan ibu ini. Dia berharap pada tahun 2013 mendatang, akan mendapatkah “buah kasih dari pernikahan mereka”.
Saya melihat wajah Magda pagi itu begitu cerah dan mencerminkan kegembiraan yang besar, yang ada di hatinya, karena “buah hati yang  sudah 7 tahun dirindukannya, sudah datang”. Ucapan terima kasih yang terungkap secara spontan saat itu, merupakan “tanda” bahwa kegembiraan itu mewarnai hidupnya.  Saya amat yakin bahwa Magda tergugah untuk menceritakan bahwa “dirinya mendapat berkat Tuhan” itu dengan penuh semangat, kepada kenalan-kenalannya atau pun orang yang bertanya tentang kehamilannya.
Pada kesempatan lain, dalam sharingnya seorang ibu muda (Ana) sambil tersenyum menceritakan: “Yang memberkati pernikahan saya, Mgr Niko. Kemudian, waktu ada berita bahwa ada misa Jumat Pertama di kantor, saya ikut juga. Saya tidak menyangka Mgr membuat misa. Tidak lama sesudah itu, saya hamil. Sekarang, ketika kami berdua mengadakan syukuran 7 bulan kehamilan, Mgr kebetulan ada di Jakarta dan malah bersedia memimpin doa syukur. Aduh.....saya pribadi, bahagia banget”. 
Saya mengalami bahwa apa yang telah dimulai dengan baik, akan membawa kebaikan dan kelegaan yang lebih besar. Apalagi, harapan dan kegembiraan “akan lahirnya seorang anak buah kasih mereka yang telah lama dirindukan” mendorong mereka rela berkorban (diet, tidak minum alkohol, tidak terlalu lelah). Sang calon ibu rela menambah porsi makan dan memilih makanan yang bergizi demi si kecil. Mereka berusaha untuk lebih sabar, pengertian, dan membuat aneka persiapan “untuk  menyambut datangnya si kecil di tengah-tengah mereka”.
Pengalaman-pengalaman kegembiraan yang dialami oleh Maria dan Elisabeth atas berita dari Malaikat Gabriel bahwa “mereka akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki” dicatat oleh Penginjil Lukas, secara istimewa. Lukas menulis : “Siapakah aku ini, sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku. Sebab, sesungguhnya ketika salammu terdengar olehku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan”. Bukan hanya diri Elisabeth, tetapi pribadi yang ada di dalam kandungannya pun telah turut merasakan “kegembiraan dan kebahagiaan atas kunjuungan Maria yang sedang mengandung Yesus.  Pada adegan ini (apabila didramakan), yang muncul adalah Elisabeth yang sedang mengandung 6 bulan, dan Maria yang sedang mengandung pula (entah beberapa bulan).  Kedua ibu yang sedang mengandung itu amat berbahagia sambil menantikan kelahiran anak-anak mereka.
Mereka memang berbeda umur. Elisabeth sudah tua (di atas 60 tahun ??) dan Maria masih amat muda (usia di bawah 25 tahun ??) memang tidak dicatat oleh Lukas. Namun beda umur it tidak menghalangi mereka untuk berbagi kegembiraan. Lukas menceritakan bahwa Maria bergegas menuju ke rumah Elisabeth, setelah mendengar bahwa sanaknya itu sedang mengandung.  Selain berbagi kegembiraan, mereka juga menyiapkan diri untuk menjadi ibu yang baik. Di antara keduanya ada damai, saling memahami dan menolong, saling meneguhkan dan saling menghargai.  Persiapan yang baik sudah merupakan langkah besar menuju kesuksesan.
Menurut Kitab Suci, Elisabeth melahirkan Yohanes Pembaptis, sang pembuka jalan bagi Yesus. sedangkan Maria mengandung Yesus, Anak Tunggal Allah. Putera Tunggal Allah ini dianugerahkan kepada umat manusia, agar semua orang mengalami penebusan dosa. Dan sesuai dengan rencana Allah, kedatangan Anak-Nya itu dipersiapkan oleh Yohanes.  Itulah sebabnya, kedua perempuan yang berbahagia itu mensyukuri rahmat Tuhan yang begitu besar dalam kehidupan mereka.  Mereka menyadari bahwa “kesulitan, tantangan, sakit, kecewa, korban diri, korban perasaan” adalah bagian dari “proses pendewasaan diri, proses pematangan hidup rohani dan sekaligus proses pemurnian motivasi untuk ambil bagian dalam karya keselamatan Allah”. Mereka adalah utusan-utusan Allah, bukan “menggantikan / mengambil alih peranan Allah”.
Dari sisi ini, menjadi amat jelas betapa besar peranan perempuan dalam “menghadirkan seorang pribadi / kelahiran seorang manusia”  di dunia ini.  Maka, kaum perempuan perlu mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang sungguh-sungguh memadai dan kaya, agar mereka mampu menjadi ibu yang baik dan terampil. Kaum laki-laki perlu menyadari hal ini dan kemudian ambil bagian secara serius untuk mendampingi dan menyiapkan hadirnya kaum perempuan (calon ibu) yang bisa diandalkan dan dibanggakan.
Elisabeth dan Maria bisa tampil dan terampil, rela berkorban dan mengabdikan diri secara penuh, rela dan tahan menderita karena mereka telah dilatih oleh orangtua mereka. Di dalam keluarga mereka belajar “semua nilai kehidupan yang membahagiakan”.  Kaum perempuan yang tidak mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang kaya, utuh dan berkelanjutan, berpeluang untuk mempercepat “keretakan dan ketidakharmonisan dalam keluarga”. Sebaliknya kaum perempuan yang mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang kaya, utuh, dan berkelanjutan akan menjadi benteng kokoh bagi ketenteraman, keutuhan dan keharmonisan keluarga.  Pada umumnya, kaum perempuan sudah punya modal untuk setia, kuat, tahan menderita dan siap melindungi. Maka, pendidikan dan pembinaan bagi mereka merupakan “peneguhan dan pengayaan” dari apa yang telah ada di dalam diri mereka.
Maka pada kesempatan yang berbahagia dalam rangka menyambut natal, (secara nasional, tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari ibu), baiklah kita mengucapkan banyak terima kasih kepada kaum ibu (juga ibu kandung) yang telah mengandung, melahirkan dan mendidik dan membesarkan kita.  Mereka telah mempertaruhkan nyawa agar kita semua bisa hidup, sehat, berkembang dan menjadi orang yang bisa ambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat.  Bila mereka sudah meninggal, layaklah kita mendoakan untuk kebahagiaan abadinya bersama Tuhan Sang Pencipta.
Patutlah semua pihak menyadari betapa penting menyiapkan kaum perempuan sejak dini (sejak di dalam kandungan) agar menjadi manusia yang baik, bijaksana, dan kelak menjadi ibu yang baik dan bertanggung jawab kepada anak-anaknya. Perlakuan kasar kepada kaum perempuan, tindak kekerasan kepada ibu-ibu hamil, tidak memperhatikan gizi anak-anak sejak masih di dalam kandungan ibunya, merupakan tindakan “memerosotkan kualitas pribadi manusia”. 
Merayakan dan memperingati hari ibu menjadi lebih berbobot dan bermakna, bukan dengan memasang spanduk dan baliho di mana-mana. Saya berpendapat dengan memberikan perhatian yang besar kepada kaum perempuan, meskipun dengan tindakan yang biasa-biasa (makan, minum, pendidikan, kesehatan, ketenangan batin dll) namun dengan setia dan berkelanjutan, merupakan sumbangan yang amat besar, bagi hadirnya generasi yang baik, cerdas dan berkemampuan untuk membangun dunia yang bahagia dan sejahtera.
Melalui tulisan ini, saya hendak mengucapkan terima kasih setulusnya kepada ibu yang telah mengandung dan melahirkan saya: ibu Fransiska Ambarsari di Semarang. Usia beliau kini 76 tahun. Semoga selalu sehat dan berbahagia.

Komentar

Postingan Populer