PANEN SAYUR

PANEN SAYUR DI KEBUN SENDIRI amat sering saya alami. Memang bukan saya yang menanami bedeng-bedeng tanah itu dengan sayur-sayuran, misalnya kangkung, sawi putih, petchai, cabe, kol, kacang panjang, tomat dll. Yang mengerjakan / menanam sayur di kebun adalah orang upahan saya. Jumlahnya 3 orang. Beberapa kali saya memberikan bibit kepada mereka, namun yang lebih sering, mereka ambil inisiatif sendiri.


Bila dicermati dan direnungkan, mempunyai kebun sayur di pekarangan belakang rumah punya banyak manfaat.  Dulu, halaman di belakang rumah hanya ditumbuhi rumput dan alang-alang. Apabila musim hujan, alang-alang dan beberapa jenis rumput itu cepat tumbuh, makin tinggi dan “merusak pemandangan”.  Di rerimbunan alang-alang itu, amat mungkin bersembunyi ular atau kalajengking atau binatang berbisa lainnya. Dengan mengubah halaman kosong itu menjadi kebun sayur, saya mendapatkan pemandangan yang lebih bagus, dan terbebaskan dari bahaya gigitan / sengatan binatang berbisa.
Di kebun itu, saya bisa merencanakan menanam sayur apa saja, dan “semuanya adalah sayuran organik” karena dipupuk dengan menggunakan kompos atau bahan organik (kotoran sapi yang telah diproses dan menjadi tanah yang subur). Sayur-sayuran yang di kebun saya itu, tidak disemprot karena memang amat jarang diserang hama. Atau kalau pun diperlukan obat pemusna hama, para tukang kebun hanya menggunakan “air sabun cuci”. Obatnya mudah dan amat murah, tanpa harus mengganggu kesehatan konsumennya.
Tamu-tamu saya pun amat sering memetik sendiri, sayur yang akan dinikmati. Dalam keadaan masih segar, sayur itu dipetik, dicuci, dan langsung dimasak. Menurut kesaksian mereka, sayur itu amat manis dan enak sekali. Beberapa rekan dari Jakarta yang sudah pernah menikmati sayur-sayuran segar itu, amat rindu untuk menikmatinya lagi. Bila pada suatu hari anda punya kesempatan ke Merauke, silakan menikmati sayur di kebun saya.
Bila saya sudah “capek kerja seharian” kebun memberikan kesegaran badan dan jiwa kepada saya, dengan jalan-jalan di pematang, atau pun memetik tomat, cabe atau sayuran yang ingin saya nikmati. Berdasarkan pengalaman, tanaman sayuran yang sering dikunjungi dan “disapa” akan memberikan hasil yang lebih banyak dan besar-besar, daripada tanaman sayuran yang hanya dibiarkan / sekedar tumbuh di bedeng-bedeng itu. Mereka mengerti bahwa mereka dicintai, dimengerti dan dihargai, sehingga “membalas kasih itu” dengan tumbuh lebih besar dan subur serta segar. Tanaman itu saya alami mempunyai “nyawa / indra / budi” yang bisa memahami isi hati tuannya. Ketika nyawa / batin saya bertemu dengan nyawa / batin tanaman itu, terasa ada kontak batin antara keduanya, dan tanaman itu “menunjukkan buah-buah sapaan dan kasihnya” dengan “penampilan dirinya yang luar biasa mengagumkan” ( besar, segar, daunnya lebar-lebar dan lebat ).
Kebun juga punya arti sosial. Di sana dipekerjakan 3 orang karyawan. Setiap bulan mereka menerima gaji yang lumayan untuk menghidupi keluarga. Secara kuantitas, besarnya upah yang dibayarkan sebenarnya tidak sebanding dengan banyaknya sayur yang dihasilkan di kebun itu. Namun secara kualitas (kesegaran, kepuasan, kesehatan, rekreasi dan edukasi) kebun saya menghasilkan panen yang luar biasa.  
Di kebun itu, saya menemukan “harta karun” yang luar biasa. Harta karun itu diberikan oleh pencipta bumi dan segala isinya. Di kebun saya ada kehidupan. Saya atau karyawan saya, hanya menanam, tetapi di balik biji sayur itu dan tanaman yang lain, ada Pemberi Kehidupan, ada kehidupan, ada “nyawa” yang tidak bisa saya pegang atau saya kuasai.  Dialah Allah yang maha pengasih dan penyayang, yang telah menumbuhkan dan menyuburkan semuanya. Kebun itu telah memberikan kehidupan, kegembiraan, kekaguman dan kepuasan juga kepada banyak orang. Ternyata kebun, bukan melulu “seonggok tanah yang mati”, di sana ada kehidupan yang luar biasa mengagumkan.
Maka merusak kebun, hutan, tanah dan lingkungan kehidupan sebenarnya merusak atau mencabut kehidupan. Yang dibahayakan / dirugikan bukan hanya manusia dan binatang serta tumbuhan pada masa kini, tetapi juga pada masa mendatang. Tindakan menyayangi dan memelihara tanah, hutan, sungai, laut dan lingkungan sebenarnya sama dengan tindakan menyayangi dan memelihara kualitas kehidupan diri sendiri. 

Komentar

Postingan Populer