GEREJA SENEGI - MERAUKE



PEMBERKATAN GEREJA ST. THERESIA - STASI SENEGI – Kurik – Merauke, telah dilaksanakan pada hari Minggu, 16 Desember 2012.  Gereja  yang dimulai dibangun sejak Juli 2012 yang lalu itu, telah menjawab kerinduan umat setempat yang berusaha untuk membangun gereja sejak tahun 2006.  Dana pembangunan dibearikan oleh PT Selaras Inti Semesta (SIS) – Medco Group sebesar Rp. 400 juta. Ada pun umat senegi berjumlah 106 kk ( 420-an jiwa).


Jarak antara Merauke – Senegi, sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya 80 km. Namun karena situasi jalan banyak yang rusak dan berlubang-lubang, perjalanan ke sana perlu waktu kurang lebih 4 jam. Sebagian jalan sudah diperbaiki, yang lain masih merupakan jalan tanah yang sudah dikeraskan. Syukurlah pada saat ini hujan belum turun, sehingga jalan tanah amat padat dan kering, dan mudah untuk dilewati kendaraan baik roda 2 maupun roda empat, yang tidak dobel gardan, misalnya, jenis avanza atau zenia.
Hadir pada kesempatan itu, umat dari stasi-stasi yang lain, juga dari pusat paroki. Mereka malah mempersiapkan koor yang baik, koor dari stasi-stasi sekitar ambil bagian dalam ekaristi itu, dengan membawakan beberapa lagu. Dua orang camat dan pimpinan perusahaan PT SIS ( James Park) juga hadir pada kesempaan yang berbahagia itu, dan mendapat kehormatan untuk menggunting pita. Panitia telah mempersiapkan acara itu dengan baik, sehingga semuanya berjalan lancar.
PT SIS telah memulai usaha mereka (penanaman pohon eukaliptus) di areal seluas lebih dari 1.000 hektar.  Di bawah payung Medco mereka menguasai tanah masyarakat seluas lebih dari 300.000 hektar.  Masyrakat pemilik hutan kini nasibnya tidak jelas. Mereka malah “terkurung oleh hutan yang telah dikuasai oleh perusahaan”.  Masyarakat perambah hutan yang sudah bertahun-tahun lamanya mendapatkan makanan dan kehidupan dari hasil hutan, sekarang harus menderita dan kelaparan, karena dilarang masuk ke hutan yang telah diambil alih itu.
Dengan ilhami oleh bacaan Kitab Suci, “Air yang mengalir dari bait Allah dan memberikan kehidupan kepada semua makhluk”, uskup menyerukan bahwa semua yang telah masuk rumah Tuhan yang baru diberkati ini, diutus untuk hidup dalam damai, dan memberikan kehidupan kepada sesama dan makhluk ciptaan Tuhan serta lingkungan hidup.  Kehidupan manusia yang penuh damai harus diutamakan dan generasi selanjutnya harus diperhatikan.

Sebelum PT SIS masuk ke wilayah ini, masyarakat telah hidup dalam damai dan makanan dan minuman tersedia. Alam telah menyediakan semuanya. Maka, kehadiran investor sudah sepantasnya membuat  kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, bukan malah menyebabkan penderitaan. Masyarakat tidak mungkin mengikuti irama perusahaan. Mereka telah mempunyai cara hidup mereka sendiri yang pantas untuk dikenal dan dimaklumi.  Hutan tempat mereka mengambil hasil hutan, berburu dsb, juga rawa sagu, sumber-sumber air, tidak boleh diambil alih. Rawa-rawa dan sungai tidak boleh dicermarkan oleh limbah perusahaan.
Perusahaan boleh membuka usaha mereka di area yang jaraknya paling tidak 5 km dari lokasi perkampungan masyarakat.  Hal ini penting, supaya masyarakat dapat hidup dengan damai, bisa mengadakan kegiatan yang mereka atur sendiri, sambil menyesuaikan diri dengan kehidupan baru dan cara kerja yang ditawarkan oleh perusahaan.
Uskup juga menekankan bahwa perlu dibuat MOU yang jelas dan transparan. Masyarakat setempat juga perlu mempunyai dokumen itu. Selama ini masyarakat tidak tahu berapa tanah yang dikuasai oleh perusahaan, berapa rupiah harga sewa tanah mereka, dan untuk berapa lama tanah itu disewa, karena berita acara dan surat perjanjian itu tidak pernah diberikan kepada masyarakat.  Perlu dibuat pemetaan ulang, karena area perusahaan itu hanya beberapa ratus meter dari batas kampung.
Aparat keamanan datang ke Zenegi untuk melindungi rakyat, bukan berpihak pada perusahaan. “Anda sekalian harus netral, karena persoalan yang muncul adalah pengambilalihan tanah secara tidak adil. Persoalan ini tidak boleh dibelokkan pada persoalan baru, yaitu konflik antara aparat dengan masyarakat”.  Umat dan masyarakat serta aparat  pun dihimbau dan didorong untuk mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan. Dilarang menyelesaikan persoalan dengan menggunakan kekerasan. Kekerasan akan membawa persoalan jadi lebih besar dan merugikan masyarakat sendiri.  
Uskup menutup homilinya dengan mengajak semua pihak untuk makin mengenal Yesus dan menjadi sahabat-Nya, seperti St. Theresia yang menjadi pelindung gereja Stasi Senegi.  

Komentar

Postingan Populer