KARYA KERASULAN ( BAGIAN VI)

 BAGIAN KEENAM


9.  Peranan kaum awam di bidang kemasyarakatan dan politik

Dalam dekrit Kerasulan awam no.3 ditegaskan bahwa “Para awam memperoleh tugas dan hak atas kerasulan dari persatuannya dengan Kristus, Kepala. Karena sesudah dicangkokkan ke dalam Tubuh Mistik Kristus, melalui permandian dan dikukuhkan oleh Roh Kudus melalui penguatan, mereka diutus Tuhan sendiri untuk merasul. Mereka ditahbiskan menjadi imamat rajawi dan umat kudus, supaya lewat semua kegiatan mereka mempersembahkan kurban rohani dan di mana pun di dunia mereka memberikan kesaksian tentang Kristus”. Atas penegasan itu, peranan kaum awam di bidang kemasyarakatan dan politik makin besar. Lulusan dari sekolah-sekolah katolik ada banyak yang sudah menjadi guru, pengusaha, bidan, perawat, dokter, penyuluh pertanian, tetapi ada yang menjadi ibu rumah tangga biasa, buruh atau tukang bangunan. Sudah banyak yang menjadi anggota DPR, PNS dan pejabat negara (camat, bupati, gubernur, dan menteri). Mereka meskipun jumlahnya sedikit, telah turut menentukan kebijakan publik bagi kehidupan masyarakat banyak.

10      Calon-calon imam dan biarawan-wati

Para uskup harus memupuk sedapat mungkin panggilan imamat dan hidup membiara, dengan memberikan perhatian khusus kepada panggilan menjadi misionaris” (CD no:15). Telah bertahun-tahun lamanya, promosi panggilan dilaksanakan. Putra-putri Papua yang menjadi calon imam, yang mencoba menanggapi panggilan Tuhan sebagai  biarawan-wati sudah cukup banyak. Mereka berani melawan pandangan bahwa menjadi imam atau biarawan-wati, adalah orang-orang yang mandul, tidak berani menghadapi realita dan melawan adat. De facto, mereka yang tidak melanjutkan panggilannya, tetap menjadi warga masyarakat / umat allah yang merasul (memberikan kesaksian iman) melalui aktivitas mereka di bidang mereka masing-masing. Saat ini putra-i Papua di wilayah KAME yang telah menjadi imam ada  8 orang, yang menjadi suster lebih dari 20 orang. Mereka yang sedang belajar di STFT “Fajar Timur”, ada 4 orang, dan di seminari menengah “Pastor Bonus” Merauke ada 12 orang.

11.             Bulan Kitab Suci, Ziarah, KRK, kegiatan rohani lainnya

Dengan Wahyu Ilahi, Allah ingin mengungkapkan dan menyampaikan diri-Nya sendiri, serta keputusan-keputusan abadi kehendak-Nya mengenai keselamatan manusia” (DV.no.6).  Membaca Sabda Tuhan, merenungkan dan dengan setia melakukan buah-buah rohani yang muncul setelah diterangi oleh Sabda Tuhan, digalakkan, lebih-lebih pada bulan kitab suci. Kegiatan meningkatkan hidup rohani dan memperdalam keimanan bukan hanya tanggung jawab para imam, tetapi juga kegiatan umat awam juga.


Maka itu, lomba membaca kitab suci, kuis kitab suci, lomba membawakan homili, merupakan sarana untuk memperkenalkan dan mendekatkan umat dengan Allah yang patut disyukuri. Dalam kegiatan-kegiatan itu, kaum awam juga ambil bagian amat penting. Melalui kegiatan ziarah bulanan ke Gua Maria Kelapa Lima, kegiatan Legio Maria, PD Karismatik Katolik, Komunitas Tritunggal Mahakudus, dan KRK (Kebangunan Rohani Katolik) Sabda Allah diwartakan, ada begitu banyak umat Allah yang mengalami kehadiran Allah dan mendapat pendalaman iman dan penyegegaran rohani.

12.      Kelompok kategorial

Sudah ada banyak kelompok kategorial di KAME, seperti di keuskupan-keuskupan lain di Indonesia. Mereka adalah OMK (Orang Muda Katolik), SEKAMI-KKI (Serikat Karya Misioner – Karya Kepausan Indonesia), PDKK (Persekutuan Doa karismatik Katolik), Pemuda Katolik, PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) dll. Kegiatan kerasulan melalui kelompok kategorial itu tentu amat menggembirakan dalam rangka “menjangkau mereka yang sering kurang tersapa”, di sisi lain perlu pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan agar kesatuan, kekompakkan dan tujuan adanya persekutuan itu tetap  terjamin. Mengingat keterbatasan tenaga pembina, beberapa kelompok kategorial belum mempunyai pembina rohani.

13.      Kerja sama dengan Pemerintah dan Para Mitra

Dianjurkan oleh Sri Paus melalui LG no: 43 “ Di mana perlu, sesuai dengan keadaan waktu dan tempat, Gereja sendiri malah harus membangkitkan karya yang melayani semua orang, terutama yang miskin, seperti karya amal, dan karya-karya lain sejenis. Di samping itu, Gereja mengakui apa saja yang baik di dalam dinamika masyarakat dewasa ini, terutama perkembangan ke arah kesatuan, proses sosialisasi yang sehat dan proses persekutuan di bidang kewargaan dan ekonomi”.

Selama ini kerja sama antara keuskupan, umat Allah dan kelompok-kelompok kategorial dengan pemerintah daerah dan para mitra berjalan baik. Beberapa kali terjadi dialog dan kerja sama dalam rangka membahas Rencana Pembangunan Jangka Pendek dan Jangka Menengah, tentang menghadapi para investor yang telah menguasai tanah milik masyarakat, tentang HIV-AIDS dan Lingkungan Hidup. Pemda juga membantu dana untuk penyelenggaraan seminar, studi banding, penyelenggaraan lokakarya WKRI, Musyawarah Pastoral, dan pembangunan gereja di stasi-stasi dll. Melalui program “Gerakan Pembangunan Kampungku” (Gerbangku) pemerintah Kab. Merauke hendak mempercepat pembangunan: pendidikan, sosial dan ekonomi yang dimulai dari Kampung dalam jangka pendek ini. Meskipun, telah dicanangkan 1 tahun yang lalu, program gerbangku, masih berjalan di tempat.

14.      Surat Gembala

Selain “Surat Gembala (SG)” dalam rangka membuka masa puasa (masa prapaska), uskup juga mengeluarkan “SG” dalam rangka pemilu, baik pemilu nasional maupun pemilukada, dan dalam rangka pelaksanaan “Tahun Iman”. SG ini diterbitkan untuk memberikan wawasan / pencerahan kepada para gembala umat, umat beriman dan kelompok kategorial secara lebih kontekstual. Pemikiran dan inspirasi di dalamnya dapat dijadikan pedoman dan bahan diskusi bagi umat katolik, tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya.

15.      Ajakan Pertobatan

Melalui aneka perayaan liturgi, katekese menjelang penerimaan sakramen-sakramen, rekoleksi, retret tahunan bagi para imam, biarawan-wati dan katekis, dan melalui siaran radio serta SG, hendak diwartakan Allah yang mencintai umat-Nya dalam diri Yesus Kristus. Kasih Allah yang demikian besar itu, menggugah setiap orang untuk memberikan jawaban, yaitu memilih hidup dalam persekutuan dengan Dia. Disuarakan oleh Paus Paulus VI, “Di dalam Gereja, semua orang baik yang termasuk hirarki maupun yang digembalai olehnya, dipanggil kepada kekudusan” (LG no. 39).  Memilih hidup dalam persekutuan dengan Dia, berarti hidup dalam kekudusan seperti Allah adalah kudus. Melalui pertobatan (hati, budi dan kehendak) secara terus-menerus, setiap orang dapat sampai  kepada kekudusan itu.

16.      Musyawarah Pastoral

Setiap tahun sejak tahun 1987, diadakan musyawarah pastoral (muspas) dan setiap 5 tahun sekali, diadakan Sinode Keuskupan. Muspas 1997 menyebut 5 ciri dan arah Gereja KAME: 1) Gereja yang setia pada panggilannya dan sumbernya yaitu Yesus Kristus, Kitab Suci dan Tradisi, 2)Gereja yang senantiasa membaharui diri, 3) Gereja yang mengumat, 4) Gereja yang mandiri ( di bidang tenaga dan keuangan), dan 5) Gereja yang mendunia.

Untuk mewujudkan cir-ciri dan arah tersebut, selama 5 tahun ( 1988 – 1992 ) berturut-turut, muspas menetapkan tema-tema yang perlu digali, direnungkan dan diwujudkan sbb: Tahun Pertama (1988) Kita adalah Gereja, Tahun Kedua (1989) Keluarga Kristiani, Tahun Ketiga (1990) Pendidikan Katolik, Tahun Keempat (1991) Keluarga Kristiani, dan Tahun Kelima (1992) Evaluasi (lihat Buku Muspas KAME 1988,hal v).

Pada saat muspas itu, diadakan hari-hari studi, evaluasi atas program dan kegiatan di tingkat paroki, dekenat, kevikepan dan komisi serta keuskupan, agar semuanya makin mengarah kepada visi, dan mengantar umat Allah untuk semakin mengenal dan mencintai Kristus dan sesamanya. Sinode Keuskupan yang terakhir dilaksanakan tahun 2010.

Mengingat adanya perubahan yang begitu cepat, dan kebutuhan / kecemasan umat Allah yang perlu diakomodir (misalnya, monopoli pasar, harga-harga barang di pedalaman yang amat mahal, alih fungsi hutan, penguasaan hutan oleh para investor, budaya lokal yang makin terkikis), visi KAME yang telah dirumuskan tahun 2010, disempurnakan lagi.  Muspas 2012 telah memutuskan visi KAME adalah “Persekutuan Umat Beriman Katolik Yang Terus Menerus Membaharui Diri, Berakar Pada Budaya Setempat, Bekerja Sama Demi Kemandirian dan Kesejahteraan Anak-anak Allah”.

Budaya setempat, dengan tegas diangkat dalam beberapa kali Muspas, untuk menyatakan bahwa “budaya tersebut sedang mengalami gempuran budaya dari luar, yang diperkenalkan melalui banyak media. Akibatnya, banyak generasi muda yang lebih kenal budaya luar, daripada budaya mereka sendiri, padahal mereka adalah seniman dan pencipta kebudayaan masyarakat mereka sendiri (bdk. LG no. 54).

Komentar

Postingan Populer