PAKDE

Gregorius Yoseph Sudarmo, nama lengkapnya. Usianya sekitar 60-an. Rambutnya sudah memutih, dan beberapa gigi depannya sudah tanggal. Sehari-harian dia dipanggil pakde. Entahlah dari mana asal muasal panggilan itu, namun dia senang dengan nama itu. Anak-anak yang seharusnya memanggil dia, kakek, juga ikut memanggil pakde, kepadanya. Dia hidup sendirian dan setiap hari bekerja sebagai koster, di pastoran St. Petrus – Wogekel – Wanam, Kabupaten Merauke.

Bagimana kisahnya ?
Pensiunan pegawai kantor keuangan Kab. Merauke itu, berkeluarga. Dia dikaruniai 5 anak. 3 di antaranya sudah selesai kuliah dan bekerja di Yogya. Sedangkan yang 2 lainnya masih duduk di bangku SMA.  Setelah pensiun, dia memutuskan untuk berwiraswata yaitu beternak itik ( bebek ). Untuk maksud itulah dia pergi ke perusahaan ikan PT Dwi Karya Reksa Abadi, agar bisa mendapatkan ikan-ikan kecil / ikan yang dibuang sebagai pakan bebek secara gratis. Ternyata, PT Dwi Karya tidak memproduksi ikan kalengan, sehingga limbah / sisa-sisa ikan tidak ada.
Di Wanam itulah dia bertemu dengan pak Markus ( Ketua Dewan stasi pada waktu itu – tahun 2006) dan ditawari untuk bekerja sebagai koster. Tawaran itu diterima dengan senang hati, dan sejak itulah dia tinggal di pastoran St. Petrus Wanam.  Sang istri kemudian ikut anak-anaknya dan mengasuh cucu –cucu yang berjumlah 3 orang. Menurut penuturan Pakde, dia  selama ini sudah 3 kali pulang ke Yogya untuk berkumpul dengan istri dan cucu-cucunya. 
Gereja dan halamannya tampak bersih. Setiap hari dia mengepel lantai dan membersihkan halaman. Terlebih setelah ada penerimaan sakramen krisma, halaman menjadi kotor oleh daun-daunan bekas hiasan. Ada kayu-kayu dan gelas-gelas plastik bekas minuman, dengan tekun dibersihkannya. Selama beberapa hari saya dan rombongan menginap di pastoran Wanam, dan air di bak mandi sudah mulai berkurang. Air yang kami pakai untuk mandi dan mencuci adalah air hujan. Maka kami berharap akan adanya hujan, agar air di bak yang sudah tinggal sedikit, menjadi penuh kembali. Kami semua berdoa dan mohon hujan turun.
Benarlah, siang hari tiba-tiba turun hujan cukup deras. Tanki-tangki air mulai terisi. Dengan gesit pakde dan anak-anak muda mengambil ember dan drum agar semua air hujan yang mengalir lewat talang dan di saluran lainnya tidak terbuang percuma. Syukur kepada Allah meski hujan tidak terlalu lama, tokh persediaan air untuk kami sudah lebih dari cukup. Kami bisa mandi puas-puas dan mencuci dengan hati tenang.
Di manakah pakde tidur ?

Di kompleks pastoran ada 4 kamar dan 2 kamar mandi. Pakde menempati sebuah kamar di dekat sakristi Meski tidak besar, kamar itu cukup memadai untuk dihuni 1 orang. Lantainya sudah disemen.. Tersedia juga kamar mandi dan wc yang dia rawat dan tampak dalam keadaan bersih. Untuk keperluan masak dan minum, telah tersedia 4 tanki air yang siap untuk menampung air hujan. Ada juga sebuah dapur yang cukup besar, yang biasanya dipakai untuk menyiapkan makan minum pastor yang datang ke sana 1 bulan sekali. Umat memberikan jaminan untuk hidup baginya.
Dalam rangka penerimaan krisma, di pastoran ada banyak tamu. Pakde mengalah, dia tidur di ruang dapur beralaskan tikar yang dikelilingi kelambu. Mengapa demikian ? Kamar-kamar yang disiapkan untuk para tamu semua terisi penuh. Luar biasa pengorbanan dia untuk kami. Ruang dapur memang sudah dibersihkan,  sehingga tetap memadai juga untuk dijadikan ruang tidur darurat. Meski tidur seadanya selama kami ada di Wanam, pakde tetap segar, siap melayani, mengepel lantai gereja, dengan senyumnya yang khas.
Belajar dari Pakde
Mantan pegawai keuangan itu telah menunjukkan teladan kerendahan hati, pengorbanan diri, kesetiaan dan ketulusan. Dalam arti tertentu pakde adalah tuan rumah di tempat itu. Dia bisa saja mengatur tamu-tamu supaya tinggal di ruangan lain. Namun, dia merelakan kamarnya ( “kenyamanannya” ) bagi orang lain. Tidak banyak orang yang mau “melepaskan kenyamanan dan kemapanan’ dengan tidur di dapur beralaskan tikar.  Orang yang pernah punya status sosial di atas masyarakat biasa, kini mau menjadi “pembantu ( pesuruh)” bagi masyarakat atas dan bawah.
Setelah hujan agak reda, pakde dibantu oleh seorang anak muda, mengangkat air dengan ember untuk mengisi baik kamar mandi yang ada di dekat dapur. Sebagai orang beriman, kiranya dia meneladan Sang Guru, yaitu Yesus Kristus yang datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Terima kasih pakde, atas teladan kehidupan yang saya lihat dan saya alami. Saya percaya, Tuhan yang pakde layani melalui kami, akan memberikan berkat dan pahala yang melimpah.

Komentar

Postingan Populer