USAHA KARET
PEMBACA BUDIMAN
Kepada anda sekalian, saya paparkan beberapa informasi tentang usaha karet rakyat di beberapa kampung (desa) di sekitar Merauke. Tertuang di sini, beberapa pemikiran yang muncul sebagai bentuk kepedulian atas situasi yang dihadapi oleh petani karet. Siapa tahu anda juga tergerak dan terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam misi solidaritas untuk mengangkat kehidupan sesama kita, ke tingkat yang lebih baik. Inilah kisah itu:
TANAMAN KARET WARISAN ORANGTUA
Di daerah Muting, Bupul, Kweel, Erambu dan Poo ternyta ada banyak pohon karet milik masyarakat. Saya bersama 4 rekan sudah melihat sendiri kebun mereka di Bupul, Muting, Erambu, sungguh benar bahwa mereka memiliki pohon-pohon karet yang besar-besar dan sudah berumur lebih dari 40 tahun. Pohon-pohon karet itu ditanam oleh kakek / ayah mereka dibawah asuhan / kontrol para misionaris Belanda. Diperkirakan jumlahnya 5.000 – 10.000 pohon di tiap kampung. Pohon-pohon ini ternyata adalah milik marga dan masih tetap bisa disadap. Hasilnya (getah yang dihasilkan) bagus dan banyak. Oleh masyarakat pohon-pohon ini disewakan kepada para tengkulak, dengan biaya Rp 40 juta per tahun.
Mengapa mereka menyewakan pohon-pohon karet itu ?
1. Pada waktu itu tidak ada pasar. Harga karet pun tidak jelas. Maka supaya masyarakat
bisa membeli barang-barang kebutuhan, satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar adalah menyewakan pohon karet mereka. Dalam keadaan mereka yang serba terbatas itu, para tengkulak itu amat membantu masyarakat.
2. Sarana transportasi untuk mengangkut hasil sadapan mereka pun sulit / tidak ada. Biaya
pun mahal. Karena itu, tawaran untuk menjual / menyewakan adalah pilihan yang kongkrit pada saat ini.
TANAMAN KARET GENERASI BARU
Sebagian masyarakat juga telah menanam ratusan pohon karet baru. Ada yang berumur 3 – 4 tahun, dan ada pula yang sudah bisa disadap. Ada beberapa petani karet yang telah menyadap pohon-pohon mereka. Di sepanjang jalan utama Bupul – Muting, sudah ada banyak tanamam karet muda. Kira-kira 2 –3 tahun ke depan, pohon-pohon itu sudah bisa dipanen. Begitu pula di daerah para transmigran di Alfasera I-VI (10-20 km dari Muting) ada banyak perkebunan pohon karet yang masih muda. Dalam beberapa kali pertemuan, harga karet di masing-masing kampung amat bervariasi. Ada 5 tengkulak di Muting yang berani mengambil karet yang kwalitasnya berbeda-beda dengan harga yang sama. Mereka memberikan harga rp. 20.000 / kg. Sedangkan di Erambu, para tengkulak memberikan harga lebih rendah Rp. 5000 – Rp. 7.000 / kg untuk karet-karet beku yang tidak diolah, dan Rp 11.000 / kg untuk karet yang sudah diolah (sudah dalam bentuk sheet). Di Bupul, harga karet juga tidak menentu. Masyarakat membutuhkan kepastian harga yang baik bagi mereka, supaya mereka bisa hidup sejahtera.
Andreas dan Marcelus, adalah 2 orang anak muda yang telah berhasil memproduksi getah karet dalam jumlah yang cukup besar. Di hadapan peserta pertemuan ( 12 April 2012) dia memberikan keterangan baha per hari mereka bisa menyadap 150-an pohon karet. Rata-rata penghasilan mereka dari usaha karet, yaitu menyadap, memproses (membekukan dengan mencampurkan asam semut dan mengepresnya dgn mesin), mengeringkan dan mengasapi bisa mencapai di atas Rp. 10 juta. Mesin pengepres karet sudah didapatkan dari P. Kees de Rooij msc. Kebun karet adalah milik mereka sendiri. Tempat pengasapan juga sudah mereka miliki. Asam semut dan keperluan lainnya sudah bisa mereka dapatkan sendiri melalui Pak Max Mahuse.
UANG HASIL KARET DIPERGUNAKAN UNTUK APA ?
1. Untuk biaya hidup : kebutuhan sehari-hari
2. Untukbiaya / keperluan anak sekolah
3. Tabungan
4. Ada yang dihabiskan begitu saja: untuk beli barang elektronik, minuman, atau apa saja yang dijual pedagang, daripada dicuri orang karena untuk menabung di tempat itu tidak ada Bank
ANALISA HARGA DAN PENDAPATAN
Mereka yang rajin dan sudah terbiasa menyadap karet, per kepala bisa mengiris (menyadap) sebanyak 200 pohon per hari. Dari 200 pohon itu, dia bisa mendapatkan 50 liter latex. Setelah diproses, 5 liter latex menghasilkan 1 kg sheet mentah (warnanya putih karena belum diasapi). Itu berarti, per kepala dapat menghasilkan 50/5 x 1 kg = 10 kg per hari.
Misalnya di kebun itu ada 5.000 pohon. Kita andaikan, 3.000 pohon disadap oleh masyarakat dan menghasilkan sheet yang berkualitas. Latex yang dihasilkan adalah 3.000/200 x 50 liter = 750 liter per hari. Sheet mentah yang dihasilkan adalah 750/5 x 1 kg = 150 kg per hari. Mereka kerja 20 hari. Per bulan sheet yang dihasilkan adalah 20 x 150 kg adalah 3.000 kg. Saat ini, sheet mentah yang bagus (kualitas no 1) Rp. 15.000 / kg. Uang yang diterima masyarakat adalah 3000 x Rp. 15.000 = Rp. 45 juta per bulan. Penghasilan mereka per tahun adalah 12 x Rp. 45 juta = Rp. 540 juta.
Di bagian awal tadi, saya menyampaikan bahwa pohon-pohon karet itu disewa oleh tengkulak dengan harga Rp. 40 juta per tahun. Padahal kalau masyarakat mengolah sendiri, mereka bisa mendapatkan uang sebesar Rp. 540 juta. Dari perhitungan sederhana tersebut, kerugian yang diderita masyarakat adalah Rp. 540 juta - Rp. 40 juta = Rp. 500 juta per tahun.
Bila sheet tersebut sudah diasapi, harganya per kg adalah Rp. 20.000 .- Sebanyak 3.000 pohon itu akan menghasilkan getah 3000 kg per bulan. Pendapat masyarakat adalah 3.000 x Rp. 20.000 = Rp. 60 juta / bulan. Penghasilan per tahun adalah 12 x Rp. 60 juta = Rp. 720 juta. Itu berarti, kerugian petani karet akan menjadi semakin besar, bila tanah dan kebun karet mereka
disewakan dengan harga Rp. 40 juta per tahun kepada para tengkulak. Apalagi, pohon-pohon itu disadap secara salah. Akibatnya, pohon-pohon itu menjadi rusak dan sulit untuk disadap kembali. Petani harus menunggu 3 tahun, sampai kulit pohon itu sembuh, dan bisa menyadap kembali.
Itulah sebabnya, melalui Komisi PSE (Pengembangan Sosial ekonomi) Keuskupan mulai bergerak di bidang pengembangan sosial ekonomi masyarakat, agar mereka makin hari bisa hidup sejahtera. Setelah mengamati selama beberapa tahun, dan terlibat dalam kehidupan masyarakat, menanam karet amat cocok dengan cara hidup dan mentalita masyarakat lokal. Mereka tetap menjadi tuan atas tanah dan pekerjaan mereka sendiri. Apalagi, saat ini harga
karet di pasaran nasional dan internasional amat bagus.
PROGRAM KEUSKUPAN:
1. Melatih kaum muda untuk belajar menyadap dan memproses getah karet dengan cara yang sungguh baik di Getentiri. Tiap kelompok kira-kira 5 orang. Mereka berlatih di Getentiri selama kira-kira 1 minggu.
2. Menciptakan pasar, sehingga masyarakat dapat menjual sheet dengan harga yang bagus ( Rp 20.000 / kg atau lebih, berdasarkan fluktuasi harga karet nasional). Bila harga di pasaran umum naik, petani karet juga bisa mendapatkan harga yang lebih baik.
3. Menjaga kualitas sheet dengan tetap membuat penyuluhan dan pengawasan kepada para
petani karet secara berkala
4. Mendirikan koperasi simpan pinjam ( Credit Union ) agar mereka mempunyai dana cukup untuk hari tua mereka.
Menyiapkan kehidupan yang lebih baik, yang dimulai sejak sekarang adalah jauh lebih baik daripada sekedar cerita dan analisa. Karena itu, kegiatan usaha karet ini akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Tenaga-tenaga muda sedang disiapkan untuk mengikuti pelatihan di Getentiri. Kegiatan di bidang sosial ekonomi pun merupakan sebuah karya manusiawi yang patut diperjuangkan dengan hati tulus dan jujur. Melalui kegiatan ini, masyarakat juga didorong untuk bersyukur atas kebaikan Tuhan yang tercurah melalui alam dan makhluk ciptaan-Nya.
Komentar