MERAUKE
NAMA ASLI KOTA MERAUKE adalah Ermasu atau Yelmasu. Sering kata "ermasu" diplesetkan menjadi air masuk, karena memang akhir-akhir ini, ketika hujan lebat turun, banyak bagian dari kota ini yang "kemasukan air" alias kebanjiran. Letak kota ini di tepi sungai Maro. Maka, ketika pemerintah Belanda masih berkuasa, mereka mengubah nama Ermasu menjadi Maroke, dan berkembang menjadi Merauke.
Sudah sejak lama kota ini dikenal oleh masyarakat Indonesia, terlebih ketika sebuah lagu nasional dinyanyikan: "Dari Sabang sampai Merauke, berjajar pulau-pulau", bayangan atas kota ini muncul kembali. Meski pun belum pernah menginjakkan kaki di tanah ini, karena lagu itu pernah berkumandang di seantero Indonesia, terasa bahwa kota ini sudah dekat di hati. Menjelang perayaan 17 Agustus, seringkali lagu tersebut dikumandangkan di lapangan-lapangan upacara bendera. Maka, ada banyak orang yang rindu berkunjung ke Merauke.
Beberapa waktu yang lalu, saya menerima 5 orang tamu. Empat orang di antara mereka baru pertama kalinya berkunjung ke Merauke. Mereka adalah tim NHC (New Heart Community = Komunitas Hati Baru) dari Jakarta yang ingin membagikan talenta mereka kepada kaum muda. Mereka mengadakan loka karya bagi kaum muda (Orang Muda Katolik dan Mahasiswa/i Kolese Pendidikan Guru) tentang "perkembangan dan pengolahan kepribadian". Seorang di antara mereka ( Chandrawati ) menuliskan pengalamannya tentang Merauke. Mari kita ikuti ceritanya:
TANAH MERAUKE YANG MURNI
Pertama kali diberitahu bahwa kami akan memberikan workshop untuk OMK dan Mahasiswa/i Pendidikan Guru di Papua, yang terlintas di dalam pikiran saya Papua itu hanya hutan belantara dan banyak nyamuk yang akan membawa penyakit malaria. Bahkan setelah saya memberitahu beberapa teman, teman-teman saya langsung menyuruh saya mengkonsumsi pil kina untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit malaria saat di Merauke nanti. Saya pun akhirnya pergi dengan membawa berbagai kecemasan.
Hari Minggu pagi, tanggal 25 Maret 2012, kami, tim yang akan memberikan workshop beserta pastor Joni Astanto, MSC tiba di bandara Mopah Merauke. Kami dijemput oleh panitia OMK dan dibawa langsung ke tempat pelaksanaan workshop tersebut di Kelapa Lima. Acara berlangsung hingga pukul 10 Malam. Rasanya bahagia melihat anak-anak muda yang mempunyai semangat dan keceriaan yang murni di wajah mereka. Setelah acara selesai, kami dijemput oleh Bapa Uskup Agung Merauke, Mgr Nicholaus Adi Seputra. Beliau, seorang Uskup yang sangat humble, ramah dan setelah beberapa hari bersamanya ternyata cukup tegas dan punya visi yang luar biasa bagi pembangunan masyarakat Merauke pada umumnya dan umat Katolik pada khususnya.
Acara berikutnya adalah Workshop untuk mahasiswa/i Pendidikan Guru yang diadakan dari Senin siang hingga Selasa Malam (26 - 27 Maret). Berbagai ragam etnik yang melatarbelakangi mahasiswa/i yang ikut workshop dari mulai putra/i daerah hingga putra/i pendatang akan tetapi mereka mempunyai tujuan dan tekat yang kuat untuk membangun masa depan pendidikan dan diri mereka sendiri menjadi lebih baik dan maju terutama untuk daerah Papua. Rasa haru dan bahagia melihat antusiasme mereka tidak hilang hingga detik terakhir meski tubuh dan raga mereka lelah.
Di sela aktivitas tersebut di atas, saya diajak Bapa Uskup yang mempunyai beribu tugas untuk berkeliling dan mengenal kota Merauke dan sekitarnya. Dari perjalanan ini saya mengetahui bahwa kota Merauke yang selalu ada di benak banyak orang adalah hutan belantara adalah kota yang masih hijau dan perawan. Masih banyak tanah dan lahan kosong yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat Merauke. Saya masih melihat banyak sekali pontensi yang dapat dikembangkan terutama untuk pertanian dan kehutanan serta membuat Merauke menjadi pulau yang tidak akan kalah dengan pulau-pulau lainnya yang sudah maju. Hal ini akan terjadi asal pemerintah daerah dan seluruh lapisan masyarakat akan bahu membahu serta mempunyai koridor yang jelas menjadikan Merauke menjadi salah satu provinsi yang maju tanpa menghilangkan budaya dan ciri khas kedaerahan mereka.
Tanahnya yang subur pun tidak luput dari pandangan saya. Jauh di dalam pikiran saya, andai masyarakat Merauke ini mengenal pertanian seperti di pulau Jawa, pasti tanah-tanah di Merauke sudah penuh dengan tanaman keras seperti Karet, Jati, Sengon dan berbagai pohon yang amat sangat menghasilkan, serta tentu saja tanaman semusim
Kemajuan teknologi infomasi dan komunikasi yang sangat luar biasa seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik dan benar untuk kemajuan pendidian, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor perikanan serta infrastruktur yang dapat memungkinkan mereka bisa berkembang dengan pesatnya. Pembuatan drainase yang baik oleh para ahli akan sangat membantu dan bermanfaat bagi sektor pertanian dan perikanan baik air tawar maupun air laut karena tanah di kota Merauke berada beberapa meter di bawah permukaan air laut.
Dengan keterbukaan pikiran dari pemerintah dan kehangatan sambutan masyarakat Merauke, saya pikir banyak dari kita semua yang berada di luar Merauke dapat memberikan sesuatu kepada saudara-saudara kita di sana. Mereka masih haus akan pendidikan dan ilmu yang akan berguna untuk mereka membangun tanah Merauke. Mereka masih murni untuk mendapatkan sikap dan iman yang baik sehingga tanah Merauke tidak menjadi sembarangan provinsi yang asal bangun saja. Mereka pun masih dapat dipupuk dan dibina untuk diberikan keahlian baik di bidang pendidikan, pertanian, perikanan, perkebunan.
Saya masih mempunyai harapan dan keinginan melihat Merauke 10 tahun ke depan tidak kalah dengan provinsi-provinsi lain yang telah maju. Merauke yang modern dengan adat dan kebudayaan yang tetap terpelihara. Semoga...
Masyarakat Merauke sering bilang: "Siapa yang sudah menikmati air Merauke, pasti akan datang lagi". Tentu aja, bukan karena airnya atau sovenir atau alamnya yang indah, yang tidak bisa dilupakan, tetapi orangnya / masyarakatnya yang memanggil anda untuk "turut berpartisipati membangun Merauke". Semua yang ada di tanah ini diberikan Tuhan / Sang Khalik bagi masyarakat ini dan bagi mereka yang melayani mereka.
Berbahagialah "mata yang melihat apa yang mereka lihat, karena banyak orang yang melihat hanya yang fisik saja ( lalu cenderung untuk mengeruk kekayaan dan mengejar keuntungan), tetapi tidak melihat / tidak merasakan adanya panggilan untuk membangun dan memajukan masyarakat Papua. Masyarakat Papua adalah saudara/i kita yang juga punya martabat sama seperti saudara/i yang berasal dari daerah lain.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi akan menolong mereka ? Kalau bukan anda, siapakah yang harus dinantikan ? Ayo....kita ambil bagian !! Dalam Tuhan, kita bisa.
Komentar