MARILAH PERGI KITA DIUTUS
PEMBACA YANG BUDIMAN....
SYALOOM.....
Kali ini saya menampilkan cerita dan sekaligus buah renungan seorang suster yang beberapa waktu lalu mengadakan pelayanan di bawah kolong jembatan Grogol - Jakarta. Tulisan ini juga merupakan suatu jawaban kongkrit akan kata-kata Yesus: " Apa yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara yang paling kecil sekalipun, itu kamu lakukan untuk Aku". Dalam kata-kata Yesus itu, sebagai orang beriman, kita memahami dan meyakini bahwa apa yang dilakukan kepada sesama manusia, itu dia lakukan untuk Tuhan sendiri".
ITE MISSA EST
MARILAH PERGI KITA DIUTUS
Kita sering mengucapkan seruan “marilah pergi kita diutus” pada setiap akhir perayaan ekaristi maupun ibadat sabda tanpa Imam. Seruan ini mengajak umat beriman untuk melaksanakan misi Allah dalam karya nyata berdasarkan Sabda-Nya yang sudah dikumandangkan dalam liturgi ekaristi bagian sabda, dan dalam kotbah Imam sebagai penegasan atas firman Allah itu. Marilah pergi kita diutus, bukan sekedar rumusan kata yang diucapkan bibir semata, tetapi kita diajak oleh Yesus Putera Allah untuk mewartakan cinta kasih Allah lewat pekerjaan yang nyata pula. Ungkapan ini selalu mengusik kedalaman hati saya setiap kali mengucapkannya. Saya sadar akan ucapan itu dan mencoba untuk menghidupinya dalam perjalanan hidup berkomunitas setiap hari.
ITE MISSA EST (mari pergi kita diutus),menggerakkan hatiku pada sebuah niat untuk pergi, melaksanakan Misi Kristus Tuhan kita, dengan mencoba mengadakan kunjungan kepada sesama saudara setarekat untuk saling berbagi dalam bentuk sharing, maupun turut ambil bagian dalam pelayanan Pastoral komunitas. Niat hati untuk segera berbagi menuntun aku untuk segera berkonsultasi dengan pimpinanku. Syukur pada Tuhan karena atas kemurahan hati-Nya niatku disambut baik dan disetujui oleh pemimpin tarekatku.
Tepatnya pada tanggal 9-12 Maret 2012 diriku bergegas menuju komunitas PBHK Grogol, paroki Kristoforus Jakarta Barat. Di sana aku diterima dengan baik oleh rekan-rekan suster dengan suasana persaudaraan dan keakraban yang sungguh membawa kenyamanan dalam batinku. Di sekitar komunitas tempat aku tinggal dikelilingi bangunan sekolah TK, SD,SMP DAN SMU Bunda Hati Kudus, juga bagunan Gereja St.Kristoforus. Saat itulah aku mulai merasakan betapa besar semangat para suster untuk berkorban diri dengan tugas masing-masing sebagai guru di sekolah dan tenaga penggerak yayasan. Meski dalam kesibukan dari pagi hingga sore hari namun aktivitas doa tak pernah berhenti, karena masing-masing menyadari bahwa hanya dalam dan melalui doa curahan rahmat dan kekuatan Illahi menguatkan dalam melaksanakan tugas perutusan. Ketika menyaksikan kerja keras para suster akupun tertunduk, sujud di hadapan arca Bunda Hati Kudus seraya mengucap syukur atas doa dan penyertaan Bunda kami putri-putrinya mampu melaksanakan tugas dengan gembira.
Untaian doa yang tak terucapkan itu seakan membawa udara segar dalam batinku untuk semakin terlibat lagi dalam mendengar sharing beberapa suster dalam pelayanan pastoral di paroki dengan pendampingan kelompok kategorial dan pelayanan orang kecil/ yang dimarginalkan ditengah kota metropolitan. Inisiatif, aktif dan kreativitas para suster pantas diberi ancungan jempol. Seorang suster pendamping misdinar pada hari minggu siang di bawah terik matahari berdiri menemani anak binaannya dalam mengadakan aksi “cuci mobil bareng” dalam rangka pencarian dana pembinaan Putra- puteri Altar (PPA).
Bersama Sr.Flaviana, Sr.Yosefina PBHK keduanya adalah suster yunior, kami mengadakan pelayanan di bawah kolong jembatan. Pada jam 14.00 WIB kami bertiga menyusuri jalan di seputar wilayah grogol dengan berjalan kaki menerobos padatnya kendaraan kota, untuk menemui anak-anak jalanan/para gelandangan yang berdomisili di bawah kolong jembatan. Dalam perjumpaan itu hadir sekitar 120 anak, remaja dan mahasiswa yang telah terbina sekitar setahun lamanya. Kegiatan yang diadakan adalah mengajar anak unuk mengenal baca dan menulis bagi tingkat TK,SD,SMP dan pengembangan minat bakat dalam berbagai ketrampilan bagi tingkat SMU dan Mahasiswa.
Selama mendampingi anak menulis dan membaca, kesabaran kami juga turut diuji. Terutama bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, karena kami bukan seorang psikolog. Meski demikian kami tetap setia menemani hingga anak binaan bisa menulis dengan coretan alias garis emosi pada sehelai kertas putih. Pengajaran kami diakhiri dengan pelayanan kesehatan dan pemberian nutrisi bagi anak-anak binaan kami. Obat-obatan dan minuman susu bergizi diberikan oleh Dokter dan tim medis yang telah bergabung bersama rekan-rekan peduli kemanusiaan. Inilah potret keterlibatan yang nyata dalam pelayanan dimana setiap insan diundang Tuhan untuk menghadirkan cinta kasih-Nya bagi orang kecil, terlantar dan yang membutuhkan kehadiran kita. Para Suster komunitas Grogol memiliki keprihatinan yang cukup menjawab jeritan umat dan mayarakat sekitarnya. Sangat luarbiasa karena yang bergabung dalam Tim peduli anak jalanan ini bukan hanya orang Kristen, katolik, tetapi juga dari kalangan muslim.
Melalui kunjungan dan terlibat langsung dalam pelayanan kasih sesama suster, di sana kutemukan mutiara-mutiara indah dalam diri setiap suster yang rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran demi perutusan tarekat yang sangat mulia. Pengalaman saling berbagi semakin menguatkan aku untuk terus melangkah dengan pasti mengejar jejak-jejak kasih Kristus yang tertambat disetiap sudut kehidupan demi kutuhan dan kesatuan umat beriman.
Semoga melalui tulisan ini makin banyak anak Tuhan tergerak hati untuk saling berbagi sebagaimana yang telah disharingkan diatas, agar banyak orang semakin hari- semakin mengenal mengerti, mengasihi alam ciptaan, dan terlebih mencintai Allah dalam diri sesama yang ada disekitar kita.Semoga Hati Kudus Yesus Dikasihi Dimana-mana. Marilah pergi kita diutus.
Mengapa mereka tergerak hati untuk turut melayani ? Karena yang dilayani adalah sesama manusia. Mereka meskipun tidur dan hidup di kolong jembatan, adalah manusia yang punya martabat dan hak-hak yang sama dengan mereka yang tinggal di rumah yang manis dan berkecukupan. Di sisi lain, atas dasar iman, mereka mengakui pula bahwa dirinya dan manusia yang mereka layani adalah Citra Allah, makhluk yang "ciptakan Tuhan" segambar dengan Dia. Dalam iman ini, mereka dan dirinya adalah "sama-sama makhluk ciptaan Tuhan" yang berharga di hadapan-Nya. Oleh Dia pula, manusia dipanggil untuk saling membantu dan melayani, agar kehidupan berbahagia dan penuh kedamaian dialami oleh semua orang.
SYALOOM.....
Kali ini saya menampilkan cerita dan sekaligus buah renungan seorang suster yang beberapa waktu lalu mengadakan pelayanan di bawah kolong jembatan Grogol - Jakarta. Tulisan ini juga merupakan suatu jawaban kongkrit akan kata-kata Yesus: " Apa yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara yang paling kecil sekalipun, itu kamu lakukan untuk Aku". Dalam kata-kata Yesus itu, sebagai orang beriman, kita memahami dan meyakini bahwa apa yang dilakukan kepada sesama manusia, itu dia lakukan untuk Tuhan sendiri".
ITE MISSA EST
MARILAH PERGI KITA DIUTUS
Kita sering mengucapkan seruan “marilah pergi kita diutus” pada setiap akhir perayaan ekaristi maupun ibadat sabda tanpa Imam. Seruan ini mengajak umat beriman untuk melaksanakan misi Allah dalam karya nyata berdasarkan Sabda-Nya yang sudah dikumandangkan dalam liturgi ekaristi bagian sabda, dan dalam kotbah Imam sebagai penegasan atas firman Allah itu. Marilah pergi kita diutus, bukan sekedar rumusan kata yang diucapkan bibir semata, tetapi kita diajak oleh Yesus Putera Allah untuk mewartakan cinta kasih Allah lewat pekerjaan yang nyata pula. Ungkapan ini selalu mengusik kedalaman hati saya setiap kali mengucapkannya. Saya sadar akan ucapan itu dan mencoba untuk menghidupinya dalam perjalanan hidup berkomunitas setiap hari.
ITE MISSA EST (mari pergi kita diutus),menggerakkan hatiku pada sebuah niat untuk pergi, melaksanakan Misi Kristus Tuhan kita, dengan mencoba mengadakan kunjungan kepada sesama saudara setarekat untuk saling berbagi dalam bentuk sharing, maupun turut ambil bagian dalam pelayanan Pastoral komunitas. Niat hati untuk segera berbagi menuntun aku untuk segera berkonsultasi dengan pimpinanku. Syukur pada Tuhan karena atas kemurahan hati-Nya niatku disambut baik dan disetujui oleh pemimpin tarekatku.
Tepatnya pada tanggal 9-12 Maret 2012 diriku bergegas menuju komunitas PBHK Grogol, paroki Kristoforus Jakarta Barat. Di sana aku diterima dengan baik oleh rekan-rekan suster dengan suasana persaudaraan dan keakraban yang sungguh membawa kenyamanan dalam batinku. Di sekitar komunitas tempat aku tinggal dikelilingi bangunan sekolah TK, SD,SMP DAN SMU Bunda Hati Kudus, juga bagunan Gereja St.Kristoforus. Saat itulah aku mulai merasakan betapa besar semangat para suster untuk berkorban diri dengan tugas masing-masing sebagai guru di sekolah dan tenaga penggerak yayasan. Meski dalam kesibukan dari pagi hingga sore hari namun aktivitas doa tak pernah berhenti, karena masing-masing menyadari bahwa hanya dalam dan melalui doa curahan rahmat dan kekuatan Illahi menguatkan dalam melaksanakan tugas perutusan. Ketika menyaksikan kerja keras para suster akupun tertunduk, sujud di hadapan arca Bunda Hati Kudus seraya mengucap syukur atas doa dan penyertaan Bunda kami putri-putrinya mampu melaksanakan tugas dengan gembira.
Untaian doa yang tak terucapkan itu seakan membawa udara segar dalam batinku untuk semakin terlibat lagi dalam mendengar sharing beberapa suster dalam pelayanan pastoral di paroki dengan pendampingan kelompok kategorial dan pelayanan orang kecil/ yang dimarginalkan ditengah kota metropolitan. Inisiatif, aktif dan kreativitas para suster pantas diberi ancungan jempol. Seorang suster pendamping misdinar pada hari minggu siang di bawah terik matahari berdiri menemani anak binaannya dalam mengadakan aksi “cuci mobil bareng” dalam rangka pencarian dana pembinaan Putra- puteri Altar (PPA).
Bersama Sr.Flaviana, Sr.Yosefina PBHK keduanya adalah suster yunior, kami mengadakan pelayanan di bawah kolong jembatan. Pada jam 14.00 WIB kami bertiga menyusuri jalan di seputar wilayah grogol dengan berjalan kaki menerobos padatnya kendaraan kota, untuk menemui anak-anak jalanan/para gelandangan yang berdomisili di bawah kolong jembatan. Dalam perjumpaan itu hadir sekitar 120 anak, remaja dan mahasiswa yang telah terbina sekitar setahun lamanya. Kegiatan yang diadakan adalah mengajar anak unuk mengenal baca dan menulis bagi tingkat TK,SD,SMP dan pengembangan minat bakat dalam berbagai ketrampilan bagi tingkat SMU dan Mahasiswa.
Selama mendampingi anak menulis dan membaca, kesabaran kami juga turut diuji. Terutama bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, karena kami bukan seorang psikolog. Meski demikian kami tetap setia menemani hingga anak binaan bisa menulis dengan coretan alias garis emosi pada sehelai kertas putih. Pengajaran kami diakhiri dengan pelayanan kesehatan dan pemberian nutrisi bagi anak-anak binaan kami. Obat-obatan dan minuman susu bergizi diberikan oleh Dokter dan tim medis yang telah bergabung bersama rekan-rekan peduli kemanusiaan. Inilah potret keterlibatan yang nyata dalam pelayanan dimana setiap insan diundang Tuhan untuk menghadirkan cinta kasih-Nya bagi orang kecil, terlantar dan yang membutuhkan kehadiran kita. Para Suster komunitas Grogol memiliki keprihatinan yang cukup menjawab jeritan umat dan mayarakat sekitarnya. Sangat luarbiasa karena yang bergabung dalam Tim peduli anak jalanan ini bukan hanya orang Kristen, katolik, tetapi juga dari kalangan muslim.
Melalui kunjungan dan terlibat langsung dalam pelayanan kasih sesama suster, di sana kutemukan mutiara-mutiara indah dalam diri setiap suster yang rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran demi perutusan tarekat yang sangat mulia. Pengalaman saling berbagi semakin menguatkan aku untuk terus melangkah dengan pasti mengejar jejak-jejak kasih Kristus yang tertambat disetiap sudut kehidupan demi kutuhan dan kesatuan umat beriman.
Semoga melalui tulisan ini makin banyak anak Tuhan tergerak hati untuk saling berbagi sebagaimana yang telah disharingkan diatas, agar banyak orang semakin hari- semakin mengenal mengerti, mengasihi alam ciptaan, dan terlebih mencintai Allah dalam diri sesama yang ada disekitar kita.Semoga Hati Kudus Yesus Dikasihi Dimana-mana. Marilah pergi kita diutus.
Mengapa mereka tergerak hati untuk turut melayani ? Karena yang dilayani adalah sesama manusia. Mereka meskipun tidur dan hidup di kolong jembatan, adalah manusia yang punya martabat dan hak-hak yang sama dengan mereka yang tinggal di rumah yang manis dan berkecukupan. Di sisi lain, atas dasar iman, mereka mengakui pula bahwa dirinya dan manusia yang mereka layani adalah Citra Allah, makhluk yang "ciptakan Tuhan" segambar dengan Dia. Dalam iman ini, mereka dan dirinya adalah "sama-sama makhluk ciptaan Tuhan" yang berharga di hadapan-Nya. Oleh Dia pula, manusia dipanggil untuk saling membantu dan melayani, agar kehidupan berbahagia dan penuh kedamaian dialami oleh semua orang.
Komentar