KELOMPOK KERJA HIV / AIDS
Keprihatinan akan HIV / AIDS telah mendorong Sr. Alberta Maranresi PBHK, Br.Willy Lengari MSC dan Br. John de Deo MTB untuk membentuk kelompok Kerja (pokja) beberapa waktu yang lalu. Pokja ini memfokuskan diri untuk memberikan pembekalan kepada para guru di kota Merauke agar makin paham akan penyebaran HIV / AIDS yang telah memakan begitu banyak korban. Terlebih saat ini, anak-anak remaja dan ibu-ibu rumah tangga (IRT) pun tidak luput dari penyakit ini.
Menurut informasi yang terakhir, jumlah IRT yang terkena HIV/AIDS telah mencapai angka 40 orang. Pertanyaan pertama yang dikemukakan di sini adalah dari mana / dari siapa mereka tertular ? Penularan yang paling cepat adalah melalui hubungan sex, dan karena itu, yang dipandang sebagai pembawa / penyebab penyakit itu adalah pasangan / suami mereka. Dari manakah / dari siapakah mereka tertular ?
Ada beberapa kemungkinan. Pertama, mereka tertular di tempat pelacuran. Kedua, mereka menggunakan jarum suntik yang telah dipakai oleh penderita AIDS. Ketiga, mereka menggunakan silet untuk mencukur kumis / jenggot yang telah dipergunakan oleh penderita AIDS. Keempat, baju / kaos dari penderita AIDS yang ada luka-luka di badan dipakai oleh orang yang juga ada luka-luka di badan. Kelima, anak kecil yang ada luka di mulut, mengisap puting susu ibu yang terkena AIDS. Puting susu yang terluka itu dapat menularkan virus HIV.
Pokja ini pada giliran pertama memberikan pembekalan kepada para guru SD, tanggal 24 Februari 2012 bertempat di SD Katolik – Buti Merauke. Pemberi materi tentang martabat manusia adalah Mgr Niko Adi, tentang penyebaran HIV AIDS adalah staf dari Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kab. Merauke, dan Dr. Inge tentang kesehatan alat reproduksi. Peserta pembekalan itu berjumlah 35 orang guru SD dari beberapa SD yang berada dikota Merauke. Pembekalan ini berlangsung selama 1 hari.
Pada langkah berikutnya, mereka akan dilatih untuk menjadi kader / penyuluh HIV/AIDS bagi murid-murid mereka. Juga mereka dipersiapkan dengan baik-baik secara mental agar berani menjalani VCT (voluntary care and test) yaitu secara suka rela memeriksakan diri di pusat-pusat pelayanan agar tahu dirinya terkena atau tidak. Mereka yang telah menjalani vct sudah lebih dari 50 orang. Makin banyak yang telah mengikuti vct, makin amanlah dirinya dan pasangannya, serta generasi penerus mereka.
Membekali keilmuan dan keberanian untuk melayani mereka yang terkena AIDS, dengan penyuluhan dan ketrampilan untuk membina murid-murid agar aman dari penyakit ini merupakan tanda pembelaan yang amat dibanggakan. Secara sosial hal ini merupakan tanda solidaritas dan kepedulian atas kesehatan generasi mendatang, secara keimanan, hal ini merupakan tanda cinta kasih kepada sesama manusia. Semoga pokja ini makin berkembang dan menjangkau banyak orang, sehingga makin banyak anak cucu yang terbebaskan dari gangguan penyakit yang belum ada obatnya ini.
Komentar