PERAYAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI DI KIMAAM

"Berikanlah kepada Kaisar, apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan berikanlah kepada Allah, apa yang wajib kamu berikan kepada Allah", demikian bunyi kutipan Kitab Suci yang dibacakan pada kesempatan Misa Syukur 17 Agustus. Masyarakat Kimaam - di sebuah pulau yang jaraknya 300 km di luar kota Merauke, mengadakan kegiatan dalam rangka menyambut proklamasi kemerdeekaan RI ke 66 yang lalu. Sebagai warga negara, mereka juga melaksakan apel di lapangan Maskura. Inilah berita selengkapnya yang penulis ambil dari Papua Selatan Pos:


Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) yang ke-66 di Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Rabu (17/8), begitu semarak. Selain upacara detik-detik proklamasi, masyarakat Kimaam juga disibukkan dengan berbagai kegiatan hiburan dan perlombaan. Antusias masyarakat Kimaam untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI ditunjukkan dengan mengikuti upacara bendera. Mereka hadir tampak rapi meski tidak menggunakan alas kaki. Setelah itu, partisipasi masyarakat untuk memeriahkan 17-an juga ramai untuk mengikuti lomba makan kerupuk, lompat karung, memanah, dayung, yospan, lari 10 KM dan 100 meter, tangkap kepiting. Sementara untuk hiburan, dibuka pasar malam dan hiburan rakyat. Kegiatan ini digelar selama 3 hari.

Pantauan Papua Selatan Pos di Kimaam, masyarakat dari 11 kampung sempat kecewa dengan ketidakhadiran Bupati Romanus Mbaraka, MT dalam upacara HUT RI, 17 Agustus. Namun masyarakat sedikit terobati dengan berbagai kegiatan dan hiburan tersebut.
Upacara HUT RI yang digelar di lapangan Maskura, dipimpin langsung oleh Kepala Distrik Kimaam, Elias Mite, S.STP, serta dihadiri sejumlah anggota DPRD Merauke dan sejumlah pimpinan SKPD. Upacara yang dikemas sederhana itu diikuti oleh masyarakat dari 11 Kampung.

Ada yang unik dari upacara tersebut. Banyak dari peserta upacara, masyarakat maupun pelajar tidak menggunakan alas kaki (sandal atau sepatu). Namun mereka begitu antusias mengikuti upacara tersebut hingga selesai.“Inilah kondisi kami. Walaupun begitu, masyarakat begitu antusias mengikuti upacara, “ujar Dometeanus Jama, tokoh masyarakat Kampung Kalilam.

Selain hal unik tadi, ada lagi hal unik lain dalam proses upacara di Kimaam. Dimana sejumlah masyarakat hampir saja lari keluar dari lapangan upacara ketika sejumlah aparat kepolisian meletuskan senjata sebanyak 17 kali pada saat detik-detik Proklamasi. Padahal, sebelum upacara berlangsung, pihak panitia sudah meminta kepada masyarakat untuk tidak lari ketika senjata ditembakkan. “Saya minta kepada masyarakat untuk tidak lari saat senjata aparat dibunyikan,”ujar seorang panitia melalui alat pengeras suara sebelum kejadian itu. Namun demikian, upacara terus berlangsung. Di tengah kondisi masyarakat Kimaam yang jauh dari kemapanan ekonomi, nasionalisme yang begitu besar ditunjukkan warga kampung itu.

Pakai alas kaki atau tidak, itu bukan halangan untuk mengungkapkan kegembiraan dan kebersamaan dalam merayakan pesta kemerdekaan negara. Itulah kegembiraan anak-anak Allah yang muncul spontan dan tulus. Hal-hal demikian inilah yang membuat hidup menjadi indah, bila manusia dapat mengungkapkan nilai-nilai kehidupan dan kebersamaan dengan penuh damai.

Komentar

Postingan Populer