HIDUP DALAM DAMAI

Para pembaca yang budiman

Syaloom.......

Tulisan saya kali ini, bukan berdasarkan foto atau kisah perjalanan ke suatu desa tertentu, tetapi merupakan bagian dari "pengalaman perjalanan kehidupan". Penulis mengupas sebuah pengalaman tentang "hidup dalam damai". Ayo kita nikmati dan kita renungkan. Makna yang ada di dalamnya, dapat anda perkaya, dapat pula anda perdalam sesuai dengan pengalaman kehidupan anda masing-masing.

Saya mencoba menyoroti kata-kata dalam ungkapan “hidup dalam damai” sehingga arti keseluruhan dari ungkapan itu menjadi lebih mendalam, lebih indah dan membantu untuk dihayati.

Hidup berarti masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya. Dalam berarti jauh dari permukaan, jauh ke bawah, paham benar-benar, sampai ke lubuk hati, betul-betul terasakan di hati. Di dalam : tinggal, ada di bagian yang aman / terlindung. Damai berarti tidak ada perang, tidak ada kerusuhan, aman. Secara harafiah, ungkapan “hidup dalam damai” berarti terus-menerus ada dan bergerak, dengan tinggal di tempat dan suasana yang aman. Manusia menjadi sahabat dan saudara bagi sesamanya. Masing-masing saling mengerti, memahami, menghargai, mendukung, berkorban, melayani dan mengutamakan yang lain. Situasi yang demikianlah yang dibutuhkan oleh setiap manusia di mana pun mereka berada.

Hidup dalam damai sungguh amat dibutuhkan. Meski sulit untuk diwujudkan, nyatanya sudah banyak orang, banyak komunitas, banyak keluarga yang mengalaminya. Hidup yang demikian ini tidak bisa dibeli dengan uang, tetapi bisa dihadirkan. Asalkan setiap orang di dalam keluarga, di dalam komunitas, di dalam paguyuban, di kantor, di sekolah mau dan terus-menerus mengusahakannya “kehidupan yang didambakan ini” akan terjadi.

Kiranya itulah pula yang menjadi alasan, mengapa Yesus menyatakan: “Damai sejahtera bagi kamu” (Yoh 20: 19), ketika Dia menjumpai murid-murid-Nya setelah kebangkitan-Nya. Itulah situasi penting yang harus diutamakan karena dibutuhkan oleh murid-murid yang sedang bingung, bimbang, putus asa, sedih, kecewa dan kehilangan pegangan / kehilangan tokoh panutan. Pada jaman kita pun, situasi itu tetap dan selalu kita butuhkan. Kita pun tahu bahwa konflik, perselisihan, sakit hati, kekecewaan, dan kesalahan dapat dipulihkan pada saat orang / kelompok orang berkehendak baik untuk “hidup dalam damai”. Tuhan akan membantu dan membimbing kita dalam menciptakan hidup dan suasana yang demikian itu.

Komentar

Postingan Populer