Kepi....Ibukota Kabupaten Mappi
Kepi, saat ini adalah ibukota Kabupaten Mappi. Tidak banyak orang yang mengenal nama ini, bahkan mendengarpun mungkin tidak pernah. Sekian puluh tahun yang lalu, Kepi adalah ibukota kecamatan Obaa. Entah karena alasan apa disebut Kepi, namun memang letaknya di tepi sungai Obaa. Muara sungai ini, akan bertemu dengan sungai Mappi, dan muara sungai Mappi adalah sungai Digul.
Untuk mencapai tempat ini, saudara bisa terbang dari Merauke dengan pesawat Merpati jenis Twin Otter (14 penumpang) selama 1 jam 10 menit. Biayanya Rp. 1.006.000 ,-. Saudara juga bisa naik kapal, selama 1 minggu, dengan biaya Rp. 300.000 ,- Kalau saudara adalah orang yang suka berpetualang, saudara bisa juga naik sepeda motor 1 hari perjalanan, sampai di sungai Digul, lalu dengan speed boat ke Mur, dengan biaya Rp 700.000, kemudian dilanjutkan lagi dengan naik sepeda motor lagi selama 3 jam.
Sejak ditetapkan sebagai Kabupaten baru, 3 tahun yang lalu, Kepi bersolek bagaikan bidadari. Infrastruktur, gedung-gedung dan fasilitas kantor pemerintah dan swasta makin marak. Jalan lingkar yang sudah diaspal dapat kita jumpai. Jumlah mobil dan sepeda motor makin banyak. Toko-toko, kios-kios dan rumah makan muncul di mana-mana. Dunia perdagangan juga makin meningkat seiring dengan makin bertambahnya jumlah penduduk di wilayah itu.
Lapangan terbang Kepi, yang dulu hanya lapangan rumput, telah mengalami beberapa kali perbaikan dan ditingkatkan mutunya. Sekarang ini, meskipun hujan deras, lapangan itu tetap layak untuk didarati. Memang saat ini yang mendarat di sana adalah pesawat-pesawat jenis kecil: cessna(6 penumpang), twin otter (14 penumpang), pilatus (8 penumpang), dan caravan (12 penumpang). Mengapa demikian ? Lapangan dengan panjang 600 - 700 meter tidak memungkinkan pesawat besar untuk tinggal landas. Pesawat besar perlu landasan yang panjang (900 meter) untuk ancang-ancang sebelum tinggal landas. Untuk memungkinkan pesawat besar mendarat dan take off di Kepi, pemerintah sedang berusaha untuk memperpanjang landasan itu. Moga-moga rencana ini menjadi kenyataan. Sebagai informasi: landasan di kota Merauke sedang diperpanjang 300 meter. Panjang landasan seluruhnya 1200 meter. Landasan sepanjang ini memungkinkan pesawat jenis Boing 737-400 mendarat di Merauke.
Penduduk kota Kepi saat ini diperkirakan 3000 jiwa. 80 % adalah umat Katolik. Sedangkan penduduk Kabupaten Mappi seluruhnya diperkirakan 60.000 jiwa. 95% penduduknya beragama katolik. Desa-desa mereka tersebar di sepanjang sungai Obaa, sungai Pore, sungai Miwaman, dan sepanjang sungai Wildeman. Umumnya desa-desa mereka dihuni oleh penduduk yang jumlahnya sedikit ( 300 - 400 jiwa ). Bahkan ada desa-desa yang jumlah penduduknya kurang dari 200 jiwa.
Akibat sulitnya transportasi, sulitnya menjangkau desa-desa mereka, kemajuan dan perkembangan masyarakat di wilayah ini menjadi lambat sekali. Tidak di semua desa ada sekolah. Dan kalau pun ada sekolah, sering guru tidak ada di tempat. Kalau pun ada guru, paling banyak 2 - 3 orang. Maka tidak mengherankan bahwa hari efektif sekolah per tahun amat minim. Bisa dikatakan, dalam setahun anak SD hanya sekolah selama 60 hari ( 2 bulan ). Buku-buku sekolah amat kurang, perpustakaan tidak ada, sore atau malam hari tidak ada lampu / listrik, kurang bimbingan belajar dari orangtua, guru jumlahnya terbatas (sering tidak di tempat). Kalau demikian, bagaimana mungkin anak-anak itu bisa mengenyam pendidikan yang baik ??
Sekolah-sekolah di kota Kepi bisa dikatakan berjalan baik, gurunya lengkap dan fasilitas pendukung cukup. Kesadaran orangtua untuk menyekolahkan anak-anak mereka juga cukup tinggi. Di kota kecil ini, ada TK, 2 SD, 3 SMP, 1 SMA dan 1 SMKK. Di kota kecil inilah, banyak orang menaruh harapan, moga-moga generasi mendatang yang belajar di kota kecil ini, dapat menjadi generasi penerus yang siap membangun masyarakat dan desa-desa mereka.
Untuk mencapai tempat ini, saudara bisa terbang dari Merauke dengan pesawat Merpati jenis Twin Otter (14 penumpang) selama 1 jam 10 menit. Biayanya Rp. 1.006.000 ,-. Saudara juga bisa naik kapal, selama 1 minggu, dengan biaya Rp. 300.000 ,- Kalau saudara adalah orang yang suka berpetualang, saudara bisa juga naik sepeda motor 1 hari perjalanan, sampai di sungai Digul, lalu dengan speed boat ke Mur, dengan biaya Rp 700.000, kemudian dilanjutkan lagi dengan naik sepeda motor lagi selama 3 jam.
Sejak ditetapkan sebagai Kabupaten baru, 3 tahun yang lalu, Kepi bersolek bagaikan bidadari. Infrastruktur, gedung-gedung dan fasilitas kantor pemerintah dan swasta makin marak. Jalan lingkar yang sudah diaspal dapat kita jumpai. Jumlah mobil dan sepeda motor makin banyak. Toko-toko, kios-kios dan rumah makan muncul di mana-mana. Dunia perdagangan juga makin meningkat seiring dengan makin bertambahnya jumlah penduduk di wilayah itu.
Lapangan terbang Kepi, yang dulu hanya lapangan rumput, telah mengalami beberapa kali perbaikan dan ditingkatkan mutunya. Sekarang ini, meskipun hujan deras, lapangan itu tetap layak untuk didarati. Memang saat ini yang mendarat di sana adalah pesawat-pesawat jenis kecil: cessna(6 penumpang), twin otter (14 penumpang), pilatus (8 penumpang), dan caravan (12 penumpang). Mengapa demikian ? Lapangan dengan panjang 600 - 700 meter tidak memungkinkan pesawat besar untuk tinggal landas. Pesawat besar perlu landasan yang panjang (900 meter) untuk ancang-ancang sebelum tinggal landas. Untuk memungkinkan pesawat besar mendarat dan take off di Kepi, pemerintah sedang berusaha untuk memperpanjang landasan itu. Moga-moga rencana ini menjadi kenyataan. Sebagai informasi: landasan di kota Merauke sedang diperpanjang 300 meter. Panjang landasan seluruhnya 1200 meter. Landasan sepanjang ini memungkinkan pesawat jenis Boing 737-400 mendarat di Merauke.
Penduduk kota Kepi saat ini diperkirakan 3000 jiwa. 80 % adalah umat Katolik. Sedangkan penduduk Kabupaten Mappi seluruhnya diperkirakan 60.000 jiwa. 95% penduduknya beragama katolik. Desa-desa mereka tersebar di sepanjang sungai Obaa, sungai Pore, sungai Miwaman, dan sepanjang sungai Wildeman. Umumnya desa-desa mereka dihuni oleh penduduk yang jumlahnya sedikit ( 300 - 400 jiwa ). Bahkan ada desa-desa yang jumlah penduduknya kurang dari 200 jiwa.
Akibat sulitnya transportasi, sulitnya menjangkau desa-desa mereka, kemajuan dan perkembangan masyarakat di wilayah ini menjadi lambat sekali. Tidak di semua desa ada sekolah. Dan kalau pun ada sekolah, sering guru tidak ada di tempat. Kalau pun ada guru, paling banyak 2 - 3 orang. Maka tidak mengherankan bahwa hari efektif sekolah per tahun amat minim. Bisa dikatakan, dalam setahun anak SD hanya sekolah selama 60 hari ( 2 bulan ). Buku-buku sekolah amat kurang, perpustakaan tidak ada, sore atau malam hari tidak ada lampu / listrik, kurang bimbingan belajar dari orangtua, guru jumlahnya terbatas (sering tidak di tempat). Kalau demikian, bagaimana mungkin anak-anak itu bisa mengenyam pendidikan yang baik ??
Sekolah-sekolah di kota Kepi bisa dikatakan berjalan baik, gurunya lengkap dan fasilitas pendukung cukup. Kesadaran orangtua untuk menyekolahkan anak-anak mereka juga cukup tinggi. Di kota kecil ini, ada TK, 2 SD, 3 SMP, 1 SMA dan 1 SMKK. Di kota kecil inilah, banyak orang menaruh harapan, moga-moga generasi mendatang yang belajar di kota kecil ini, dapat menjadi generasi penerus yang siap membangun masyarakat dan desa-desa mereka.
Komentar