Bampel - Merauke

Suku Marind adalah penduduk asli pesisir pantai yang menurut cerita berasal dari daerah Kondo, dekat perbatasan dengan Papua New Guinea. Mereka mengembara dari pantai selatan, dan terus menyusur pantai sampai di Merauke, kemudian menyebar ke Wendu, Okaba, dan akhirnya sebagaian menetap di wilayah sungai Digul. Karena alasan keamanan, sebagian dari mereka menyeberang ke sebuah pulau, yang mereka beri nama pulau Kolopom. Sekarang ini pulau Kolopom lebih dikenal dengan nama pulau Kimaam.

Mereka yang menetap di Merauke, tinggal di kampung Buti, Yobar, Payum dan daerah-daerah sepanjang sungai Maro. Di tempat-tempat itulah mereka berladang, menikmati hasil hutan dan binatang buruan, serta ikan-ikan yang begitu banyak di sungai-sungai dan di laut. Pada waktu itu, jumlah rusa, kangguru, babi hutan sungguh amat banyak. Penangkapan dengan cara tradisional dan jumlah penduduk yang sedikit, tidak begitu mengganggu jumlah populasi binatang-binatang di hutan.

Konon, di wilayah itu ada tanah yang dikeramatkan oleh Suku Marind. Tanah ini diyakini sebagai tempat nenek moyang mereka "muncul di atas muka bumi". Karena itu, tanah ini tidak boleh dijual dan harus dipertahankan sebagai tanah warisan leluhur. Tidak sembarang orang boleh lalu lalang di wilayah keramat ini. Secara singkat, tanah itu tabu (pemali) untuk dilewati. Di atas tanah itu, tumbuh rerumpunan bambu, karena itu bambu itu disebut bambu pemali.

Dalam perkembangannya, bambu itu sudah tidak ada lagi, namun tempat yang dulu ditumbuhi bambu diberi nama Bambu Pemali. Agar mudah diucapkan, BAMBU PEMALI kemudian dipendekkan / dikenal dengan sebutan BAMPEL.

Bampel letaknya di tengah kota Merauke, hanya 5-7 menit dari Bandara Moppa-Merauke. Penduduknya campuran. Bisa dikatakan suku-suku bangsa Indonesia ada di wilayah ini. Maka, pada acara-acara bersama, amat nampak bahwa Indonesia Mini sungguh-sungguh terjadi di Bampel. Bampel adalah daerah terbuka, dan sedang mengikuti jejak perkembangan yang terjadi di seluruh wilayah tanah air bahkan perkembangan dunia. Tentu saja, perkembangan itu terjadi sesuai dengan kemampuan masyarakat.

Di sana terdapat sebuah paroki yang berlindung di bawah nama Santo Yoseph. Jumlah umat katolik sekitar 2.500 orang. Mereka tinggal berdampingan secara damai dengan umat beragama lain, saling menghormati dan bekerja sama dengan baik. Pada waktu hari raya, mereka yang merayakannya mendapatkan kunjungan silaturahmi dari rekan-rekan yang berbeda agama. Itu semua selain merupakan buah-buah penghayatan atas nilai-nilai agama dan kemanusiaan, tetapi juga merupakan tekad bersama masyarakat Kabupaten Merauke. Tekad bersama itu tercermin dalam motto Kabupaten Merauke: Izakod Bekai, Izakod Kai ( Satu Hati Satu Tujuan).

Beberapa waktu yang lalu, tgl 30 Agustus 2009, telah dilaksanakan penerimaan sakramen krisma kepada 61 orang muda. Mereka telah mempersiapkan diri selama 3 bulan, untuk memperdalam bidang keimanan sehinggga dapat menjadi bekal dalam menghadapi hari-hari yang penuh tantangan dan pilihan hidup. Pembekalan merupakan hal yang amat penting bagi kaum muda, agar mereka pun dapat memberikan bekal kepada generasi berikutnya. Mereka menjadi garam dan terang bagi anak-anak dan masyarakat sekitarnya.

Komentar

Postingan Populer