KATA HATI MGR J DUIVENVOORDE MSC

PEMBACA BLOG YANG BUDIMAN

SYALOOM  

Dalam rangka peringatan 10 tahun pengangkatan P Nico Adi sebagai uskup Merauke, saya munculkan hasil wawancara dengan Mgr J. Duivenvoorde MSC atas terpilihnya uskup baru tsb. Sesudah saya renungkan kembali apa yang beliau sampaikan, saya amat kagum atas ketabahan beliau dalam menghadapi situasi yang kurang mengenakkan beliau, pada akhir masa pengabdiannya. Paparan ini merupakan tanda apresiasi saya, kepada beliau yang telah menunjukkan kegembalaannya sampai akhir.

MGR. JACOBUS DUIVENVOORDE MSC:
“GEMBIRA ATAS TERPILIHNYA USKUP BARU”

Sudah 32 tahun, Mgr Jacobus Duivenvoorde MSC mempersembahkan pengabdiannya sebagai uskup di kota Rusa Merauke ( 1972 – 2004 ). Di usianya yang kian senja ( ke 76 ) dengan ketahanan fisik yang semakin menurun, beliau sangat mengharapkan kehadiran seorang pengganti yang bisa melanjutkan tugas kegembalaan di Keuskupan Agung Merauke (KAM). Setelah menunggu beberapa tahun, pada tanggal 01 Mei 2004, kerinduan dan doanya dikabulkan. P. Nico Adi Seputra MSC, terpilih sebagai uskup Agung Merauke. Berita yang diterima dari Nuntius (Duta Vatikan), bagi Mgr Duivenvoorde, bagai tetesan embun yang memberi kesejukan baru, setelah keletihan dan dahaga penantian seakan menderanya di tahun-tahun terakhir ini. Berikut ungkapan hatinya:

Bagaimana tanggapan Monsinyur atas pengangkatan uskup baru ?
Saya bergembira, karena pada akhirnya tokh ada yang menggantikan posisi saya. Sudah saatnya saya harus menyerahkan tongkat kegembalaan kepada orang lain. Tiga tahun yang lalu, tepatnya tanggal 15 April 2001, saya secara resmi mengirim surat ke Roma, meminta supaya berhenti dari tugas saya sebagai uskup Agung Merauke, berhubung sudah tua dan sudah cukup lama mengabdi. Surat permintaan saya ditanggapi secara positif, dan saya diminta untuk menyiapkan tiga calon (terna). Setelah melewati proses yang cukup lama (3 tahun) dengan kesaksian dan penilaian yang diberikan dari berbagai kalangan, baik jajaran hirarkis maupun awam, bahkan setelah ada “tolak tarik” di sana sini, pada akhrinya diangkat satu calon yang dinilai cukup memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Roma. Dan P. Nico Adi Seputra MSC menjadi calon terpilih. Dialah yang akan menggantikan saya sebagai uskup diosesan agung Merauke.

Sejauh yang bapak Uskup kenal, siapakah Mgr Nico adi MSC ?
Ada 2 hal yang membuat saya cukup mengenal siapa Mgr Adi itu. Pertama, dia cukup lama berkarya di KAM (kurang lebih 15 tahun): 3 tahun di dekanat Kepi, 5 tahun di dekanat Kimaam, 4 tahun studi di Manila, 2 tahun di paroki Katedral, dan mulai Oktober 2003 – sekarang, sebagai Vikjen KAM.  Dalam kurun waktu yang bukan sedikit ini, dia pasti cukup mengenal umat Papua dengan segala kekhasannya. Kedua, secara pribadi, saya mengakui bahwa dia memiliki kapasitas untuk memimpin keuskupan ini.  Pengangkatan P Nico oleh Roma untuk menggantikan saya sebagai uskup, bukanlah keputusan yang tambal sulam.

Apa yang menjadi harapan sekaligus pesan Mgr untuk uskup yang baru ?
Harapan saya, di bawah kepemimpinannya nanti, keuskupan ini menjadi lebih baik dan lebih berkembang. Dengan semangat muda, yang ditopang oleh pengetahuannya yang cukup luas tentang Irian, secara khusus manusia Irian, serta dalam atmosfer kerja sama penuh persaudaraan dan kesatuan dengan seluruh umat, dia pasti bisa menghantar keuskupan kita selangkah lebih maju. Jalan menuju perbaikan sedang terbuka di depannya. Roh Allahlah yang akan bekerja memampukan dia dalam menuntun jemaat KAM menuju perubahan yang lebih baik. Apalagi, di penghujung persiapan memasuki seabad Gereja Katolik di Papua Selatan, aktivitas dan partisipasi umat kian nampak.  Fenomena yang cukup significant ini, di satu sisi menjadi indikasi semakin hidupnya iman umat. Sementara di sisi lain, sungguh menjadi suatu modal utama yang kuat, untuk sama-sama mengadakan “perbaikan” menuju masa depan Gereja KAM yang lebih baik: Gereja yang mandiri dan mengumat dalam berbagai aspek.

Bagaimana tanggapan Bapak Uskup terhadap reaksi spontan umat, setelah pengumuman uskup (ada yang menerima dan ada yang menolak ) ?
Saya kira wajar-wajar saja, bahwa ada umat yang senang dan ada yang tidak senang. Ada yang menerima dan ada yang menolak. Ini adalah ekspresi nyata betapa umat KAM sudah semakin dinamis, kritis dan selektif dalam menentukan figur pemimpin gereja setempat. Cuma, bagi kelompok umat yang menolak, saya mengharapkan ekstra pemahaman terhadap beberap ahal yang akan saya beberkan berikut ini, yang sesungguhnya menjadi spesifikasi Gereja Katolik. Pertama, perlu kita ketahui, bahwa setiap institusi mempunyai aturan mainnya sendiri. Misalnya, aturan main yang diberlakukan di negara Indonesia, pasti berbeda dengan yang diterapkan di Filiphina, atau di Inggris. Demikian halnya juga dengan Gereja. Sebagai institusi rohani, Gereja memilih aturan mainnya yang khas, semisal dalam memilih pemimpin di setiap gereja lokal.  Adalah sangat keliru, kalau kita menyamaratakan dan menyeragamkan aturan main di setiap institusi yang ada.  Kedua, saya menyadari bahwa dalam konteks Gereja Lokal Papua, ada tiga saran yang akhir-akhir ini disinyalir sebagi aspirasi umat dalam kaitannya dengan pencalonan uskup: 1) Putra asli Papua, 2) Bukan asli Papua tetapi kelahiran Papua, 3) dari luar Papua tetapi cukup mengenal tentang Papua. Saya kira, salah satu saran di atas dipenuhi oleh uskup kita yang terpilih.

Ketiga, Gereja KAM dituduh tidak demokratis, lantaran tidak melibatkan umat dalam pemilihan calon uskup. Dalam sejarah gereja, pada masa Gereja awal, ketika jumlah umat masih sedikit, pemilihan uskup ada yang dilakukan secara langsung oleh umat. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, Gereja punya aturan mainnya sendiri. Kita tidak bisa mengambil over baju demokrasi dalam konteks politik dan memakaikannya pada Gereja Katolik. Saya tidak tahu, kalau di masa-masa mendatang ada perubahan. Tetapi sampai saat ini, kita masih mengikuti aturan main yang ada, yang sudah dipraktekkan oleh Gereja katolik selama berabad-abad.
Keempat, Gereja Lokal KAM adalah bagian dari gereja universal. Kita harus memahami betul konsep gereja universal. Salah satu ciri gereja universal adalah siapa saja, tanpa memandang embel-embel tertentu, yang penting ber-capable serta memenuhi kriteria kelayakan – boleh menjadi pemimpin gereja setempat di mana saja.  Saya menghargai sikap pribadi dari kelompok umat yang menolak. Tetapi harapan saya, jangan menjadikan alasan ini untuk mengkonfrontir situasi serta memicu terjadinya perpecahan tubuh jemaat KAM.
                                                                                                    Hasil wawancara
                                                                                                     Don. S. Turu Pr.

Beliau telah pergi menghadap Sang Pencipta, tanggal 16 November 2011 di biara Notre Dame – Tilburg Belanda. Semoga dari surga, beliau mendoakan umat dan para gembala yang dulu pernah beliau gembalakan.

Mgr J Duivenvoorde MSC, terima kasih atas segala jasa dan pengabdian Mgr selama bertugas di Merauke selama hampir 48 tahun. Telah banyak yang Mgr taburkan dan pupuk. Buah-buahnya telah banyak yang kami alami.   Perjuangan dan kerja keras Mgr dan para misionaris baik pater, bruder maupun suster akan kami lanjutkan. Kami percaya bahwa Roh Allah yang telah mendampingi Mgr dan para pendahulu kami, akan tetap bersama kami.

Komentar

Postingan Populer