KIMAAM

Kimaam adalah nama sebuah pulau yang letaknya di bagian barat daya pulau Papua.  Bila dilihat di peta Indonesia, pulau ini tampaknya “menempel” dan menjadi satu dengan pulau Papua. Namun, sesungguhnya pulau ini berdiri sendiri dan dipisahkan oleh selat Mariana ( 20 menit menyeberang dengan speed-boat 40 PK ). Luasnya hampir sama dengan pulau Bali.   Di pulau ini ada 3 kecamatan: Kimaam, Wan dan Tabonji. Penduduknya 16.000 jiwa yang tersebar di 40 desa dan kebanyakan beragama katolik.  Nama pusat kecamatan induk adalah Kimaam.
Kimaam dapat dijangkau dengan pesawat Twin-Otter dari Merauke selama 50 menit atau dengan kapal laut selama 10 jam, bila cuaca baik dan laut tidak berombak besar. Hingga saat ini, sesuai dengan jadwal pesawat terbang ke Kimaam, seminggu 1 x, namun hari penerbangannya dapat berubah sewaktu-waktu. Harga tiket sedcara resmi Rp. 250.000 namun sering harga tiket ini dipermainkan oleh oknum-oknum tertentu sehingga bisa mencapai Rp 600.000 ,-.   Jadwal kapal juga tidak menentuk, diperkirakan 2 minggu sekali ada kapal dari Merauke via Kimaam dan terus ke pedalaman, dan begitu pula sebaliknya, 2 minggu sekali kapal lewat Kimaam, untuk terus menuju ke Merauke.
Kimaam adalah pulau yang kaya. Ikan, udang , kepiting, kura-kura dan pelbagai burung ada di sana. Adanya pertemuan 3 arus: laut Australia, luat Arafura dan laut Irian, ikan-ikan di daerah ini amat berlimpah. Ada ratusan kapal yang setiap hari mencari ikan di wilayah perairan ini. Itulah sebabnya, tahun 1995 di Wanam ( Kimaam ) berdiri sebuah perusahaan ikan yang bernama PT Djarma Aru, dan sejak 2003 telah diambil alih kepemilikannya oleh PT Dwi Karya Reksa Abadi. Setiap bulan ratusan ton ikan berkualitas siap diexpor ke luar negeri dari Wanam.
Setiap tahun pemerintah Daerah menggelontorkan dana sebesar Rp. 200 juta ke tiap-tiap desa. Tahun 2012 malah dikucurkan dana untuk pembangunan sebesar Rp. 1 milyar. Itu artinya dana yagn mengalir ke setiap kampong amat besar. Namun, di sana tidak ada pemikir, kurang SDM yang berkualitas, tidak ada jejaring dan lebih parah lagi, sarana komunikasi dan transportasi bisa dikatakan amat kurang.  Banyak desa yang letaknya terpencil.  Maka, rapat pembangunan desa, rapat kerja atau musyawarah amat sulit dilaksanakan. Akibatnya, pembangunan tidak berjalan. Supaya kepala desa tidak didemo warganya, dana yang ada dibagi-bagi kepada setiap kepala keluarga. Uang habis untuk makan minum.
Kimaam sebagai ibukota kecamatan letaknya 8 km dari pelabuhan laut. Jalan menuju ke pelabuhan sudah dibuka lebih dari 20 tahun yang lalu, tetapi kondisinya tidak ada perubahan sama sekali sejak pembangunannya. Maka, masyarakat lebih memilih naik perahu / kapal kecil dari Kimaam ke pelabuhan melalui sungai. Kesulitan menjadi bertambah besar, karena setiap kali akan ke pelabuhan masyarakat harus memperhatikan air pasang. Maka, sering mereka harus menunggu berjam-jam ( seharian penuh) di pelabuhan agar tidak terlambat dan bisa mendapatkan kapal yang mengangkut barang-barang mereka, atau yang akan mengantar mereka ke Merauke. 
Listrik hanya menyala dari jam 18.00 sampai jam 22.00. Kalau pagi hari membutuhkan tenaga listrik, masyarakat harus menyiapkan sendiri generator.  Kios-kios yang menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari ada kira-kira 10. Ada 2 SD dan 2 SMP dan 1 Sekolah Kejuruan ( Pertanian ). Kantor camat sedang dalam pembangunan, namun tampak sedang terhenti. Bangunan lama dibongkar total. Menurut informasi, proyek pembangunan kantor camat yang baru itu terhenti, karena nilai proyek tidak sesuai dengan realita yang sedang dikerjakan. Ada penggelembungan harga yang besar sekali.
Kimaam tampak lesu. Dalam kunjungan selama 2 hari, saya bertemu dengan masyarakat dan umat yang pernah saya layani 15 tahun yang lalu, namun “roh kehidupan dan kegembiraan” tidak terasa. Mengapa demikian ?  orang-orang penting: camat dan para pastor sering tidak di tempat, guru-guru sering mangkir, pertemuan para penggerak masyarakat bersama dengan “para pemimpin kecamatan” jarang terjadi. Tali kasih dan persaudaraan, semangat kesatuan untuk  membangun, dan kesatuan gerak, bisa dikatakan tidak ada. 
Membangun Kimaam tidak mudah dan perlu perencanaan amat rapih dan terarah. Para pimpinan perlu duduk bersama dan berunding dan menentukan tujuan / program bersama. Kepercayaan, kejujuran, relasi persaudaraan dan kesatuan hati perlu dibangun lebih dahulu, yang disandarkan pada iman, harapan dan kasih kepada Allah yang maha pengasih dan penyayang.  Tidak ada yang mustahil, bagi orang yang percaya kepada kebaikan dan bimbingan Allah, untuk membangun manusia di Kimaam.
Apakah anda terpanggil untuk membangun manusia di sana ?

Komentar

Postingan Populer