GEREJA HATI KUDUS - SALOR

Para Pembaca yang budiman,

Syaloom......


Kali ini penulis menuturkan apa yang terjadi di Stasi Salor, sebuah Desa yang dihuni oleh Masyarakat Asli, yang umumnya dikenal dengan sebutan SUKU / ORANG MARIND. Mereka berpostur tubuh besar dan tinggi, dan tinggal di sepanjang pesisir pantai Merauke sampai di muara Sungai Digul. Meski kelihatan garang dan galak, hati mereka lembut dan suka memberi. Banyak tanah milik mereka yang amat luas, diberikan dengan cuma-cuma kepada orang-orang yang mereka cintai.

Para guru, perawat dan mereka yang berjasa dalam mengangkat martabat mereka, sering mendapatkan hadiah tanah yang luas, dan bahkan diangkat menjadi anak mereka. "Anak-anak angkat ini" mendapat perlakuan istimewa dan dilindungi keluarga besar Marind, bahkan anak-anak dan cucu-cucu mereka pun tetap akan mendapatkan jaminan yang sama. Betapa mulianya mereka itu, meski tinggal di daerah terpencil dan sering tidak dikenal.

Penulis mengungkatkan melalui tulisan ini, kesadaran mereka untuk membangun masyarakat dan akan masa depan mereka bersama, dalam menghadapi perkembangan dan kemajuan jaman pada saat ini.




Tokoh Adat menjadi tanda penerimaan pembangunan dan kesatuan bersama 2 unsur penting lainnya.



Tokoh Pemerintah menandakan kesatuan pembangunan bersama dengan Pimpinan Negara




Uskup sedang membuka pintu gereja sebagai tanda mengalirnya rahmat Allah






Gereja Hati Kudus Jesus, yang ada Stasi Salor tanggal 4 Juli 2011 diberkati oleh Mgr Niko msc. Gereja ini adalah gereja yang dibangun dengan bantuan dana dari Pemda, plus swadaya masyarakat setempat dan telah diselesaikan tahun 2010 yang lalu, dan dapat memuat 700 orang. Untuk ukuran umat setempat, luas gereja ini cukup memadai.

Jarak antara Merauke - Salor sekitar 50 km, dan dapat dijangkau melalui jalan darat (sepeda motor dan mobil) lalu menyeberang sungai Kumbe selama 6 menit dengan kapal kayu kecil ( oleh masyarakat biasanya disebut "belang" ). Mobil terpaksa ditinggalkan di seberang sungai, semua penumpangnya naik ke perahu, dan di seberang sana, gtelah menunggu mobil lain / sepeda motor yang telah siap mengantar mereka ke tempat tujuan. Setiap pengendara plus sepeda motornya harus membayar Rp 20.000 ,- untuk setiap kali penyeberangan. Di pelabuhan sungai itu, ada banyak kapal kayu yang siap mengangkut penumpang setiap hari mulai jam 06.00 sampai jam 20.00. Sesudah jam 20.00 tarif penumpang naik menjadi Rp. 50.000 per sepeda motor dan pengendaranya.

TIGA TUNGKU / UNSUR PENTING

Upacara pemberkatan gereja dimulai dengan pengguntingan pita oleh 3 Tungku ( 3 unsur penting dalam kehidupan bermasyarakat): Tokoh Adat, Pemerintah dan Tokoh Agama. Kesatuan ketiga tungku itu hendak menandakan betapa pentingnya kesatuan dan kerja sama antara ketiganya dalam membina dan mengantar masyarakat menuju kepada kebahagiaan hidup. Pada foto yang ditampilkan di tulisan ini, anda dapat mengamati ketiga tokoh tersebut melaksanakan fungsinya masing-masing.

Kesadaran masyarakat dan tokoh agama dan Pemerintah dalam hal ini sudah amat tinggi. Pelaksanaan di lapangan setelah upacara itulah yang mesti harus diperjuangkan terus menerus. Tidak mudah menghantar masyarakat menuju kepada kebahagiaan dan kesejahteraan hidup, dengan saling bergandengan tangan dan bersatu karena ada begitu banyak aturan dan "agenda tidak tertulis" yang sering menghalangi terwujudnya kerja sama itu.

Hidup dalam kesatuan dan kejujuran merupakan hal yang mudah dijanjikan dan diikrarkan, namun amat sulit untuk diwujudkan "meskipun yang mengikrarkannya adalah orang-orang beragama / beriman". Memang Tuhan itu mahabaik dan tidak menghukum umat-Nya yang ingkar janji, namun hal ini bukan berarti bahwa manusia boleh dengan mudah dan dengan cepat "menghilangkan / melupakan apa yang telah dijanjikan kepada sesama dan kepada Tuhan".

KESETIAAN

Setia janji pada masa kini adalah sesuatu yang mahal dan sulit, meski setiap orang mengakui bahwa hal itu sungguh amat penting dan dibutuhkan dalam menciptakan kebahagiaan hidup. Menghidupi kesetiaan adalah sesuatu yang melawan arus / kehendak dunia masa kini. Anehnya, kejahatan dan ketidaksetiaan orang, sama sekali tidak muncul, ketika orang itu yang banyak melakukan janji palsu dan dosa itu meninggal. Kata-kata manis dan ucapan penghormatan amat melambung tinggi untuk menutupi segala kekurangan dan dosa yang telah dilakukannya. Almarhum / almarhumah tiba-tiba menjadi "orang kudus dan tidak bercela".....

Itulah sebabnya, gereja dan tempat ibadah di dunia ini, merupakan "suara dan panggilan" untuk perubahan dan pembaharuan hidup. Bangunan yang tidak bergerak itu tokh dapat menjadi simbol kehadiran Allah yanbg hidup yang hendak menyelamatkan umat-Nya. Tiga Tungku Penting tersebut tetap dipanggil untuk terus-menerus menyuarakan kebaikan dan kesetiaan Allah di tengah dunia yang cenderung ingkar janji dan tidak setia.

Komentar

Postingan Populer