TIDAK PENSIUN



“Waktu saya masih bertugas di Dinas P dan P, saya hampir tidak pernah mengunjungi kampung-kampung itu. Saya hanya keliling di sekitar kota Merauke saja. Sekarang ini, saya kenal banyak kampung karena memberikan pelatihan dan penyusunan KTSP. Saya naik motor saja. Dan setiap kali mau berangkat, saya berdoa: Tuhan lindungi saya, supaya selama dalam perjalanan tidak terjadi apa-apa yang buruk yang menimpa dirinya. Saya senang bahwa saya masih bisa membagikan apa yang saya miliki kepada orang lain” demikian ungkap Fransiskus Maturbongs.

Usianya sudah tidak muda lagi, namun semangatnya untuk melayani demi peningkatan mutu pendidikan di Kab Merauke dan sekitarnya tidak padam. Jiwa keguruan yang telah dihidupinya selama puluhan tahun, tetap membara dan memberikan semangat kepadanya untuk memberikan “bimbingan dan pembinaan kepada guru-guru” agar mereka mendapatkan bekal yang cukup dalam proses belajar dan mengajar. Tahun 2008 yang lalu, dia pensiun. Dengan kerelaannya sendiri, dia menemui uskup dan menyatakan kesediaannya untuk membantu pelayanan di Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik. Oleh uskup dia diberi tugas sebagai assessor. Siapakah dia ini ?

Bapak Frans Maturbongs, lahir di Masin – Kepi ( 27 Agustus 1948) adalah anak dari Bapak Edwardus Maturbongs dan ibu Barbara Tethool. Sejak kecil sudah bercita-cita untuk menjadi guru. Karena itu setamat SMA tahun 1974, ia melanjutkan studi di IKIP Surabaya, pada program studi IPA (matematika dan Fisika). Setelah studi diselesaikan, ia kembali mengajar di Alma Maternya: SMA Yohanes 23 Merauke. Tahun 1997 – 1999 ia diangkat menjadi kepala sekolah, tahun 1999 – 2008 diangkat menjadi Pengawas di Kantor Dinas P dan P Kabupaten Merauke. Dan sejak tahun 2008 itu dia memasuki masa pensiun.

Selama bertugas sebagai pengawas di kantor Dinas P dan P, pak Frans bersama beberapa rekan yang lain, mendapat kepercayaan dari Pemerintah untuk mengikuti pelatihan sebagai assesor (pendamping, evaluator, pelatih dan penguji ) di bidang administrasi dan kurikulum. Hal itu beliau laksanakan dengan sukacita agar sekolah-sekolah di 3 Kabupaten dapat memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Ada 8 unsur penting yang harus diperhatikan agar memenuhi SNP itu:
1. Isi dari Kurikulum dan Pembelajaran itu sesuai dengan kurikulum nasional dan dilengkapi dengan muatan-muatan lokal
2. Proses belajar dan mengajar diusahakan supaya menarik dan menyenangkan para murid
3. Kompetensi lulusan juga terjamin
4. Jumlah tenaga guru dan tenaga adminstrasi cukup / memadai
5. Sarana dan prasarana sekolah tersedia
6. Pembiayaan selama setahun terjamin
7. Menejemen dan pengelolaan sekolah terlaksana dengan baik dan tertib
8. Evaluasi dilaksakan secara berkala

Demi peningkatan mutu pendidikan supaya memenuhi 8 unsur tersebut, pak Frans rela naik motor ke pedalaman-pedalaman untuk memberikan pelatihan dan bimbingan kepada para guru. Terlebih, sesuai dengan tuntutan pemerintah bahwa setiap sekolah harus punya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) –nya sendiri, ia rela melatih dan membimbing guru-guru dan para kepala sekolah. Ia bersama timnya tinggal di kampung-kampung selama beberapa hari untuk mendampingi guru-guru dalam rangka menyusun KTSP hingga tuntas.

Frans Maturbongs adalah satu satu contoh dari orang yang secara kedinasan sudah pensiun. Namun membagikan pengalaman, keilmuan dan ketelitiannya dalam membimbing para guru untuk menyusun KTSP sampai selesai, kehadirannya di antara guru-guru muda, dan semangatnya untuk melayani, “tidak pensiun”. Ia bahkan merasa lebih “leluasa” untuk mengunjungi dan memberikan dukungan moril kepada para guru setelah dia pensiun sebagai PNS. Selain kegiatan persekolahan, mengiringi lagu-lagu misa dengan iringan organ juga tetap dilakukannya, ketika koor meminta bantuannya. Baginya, memberikan dan melayani sesama, sesuai dengan bakat yang dianugerahkan Tuhan, tidak ada kata pensiun. Istri (bu Astri) dan seorang anaknya tentu bangga mempunyai suami / ayah yang tetap rela mengabdi dan memberikan tenaga, waktu dan pikirannya bagi kemajuan banyak orang.

Bekerja adalah wujud aktualisasi diri bagi setiap orang. Melalui pekerjaan, manusia dapat mewujudkan cita-cita, impiannya, dan talentanya. Hal itu akan menjadi lebih berarti lagi bila ia memahami dan mengalami bahwa bekerja merupakan sarana untuk menyalurkan rahmat Allah bagi sesama. Dia menjadi partner Allah untuk menghadirkan kebahagiaan, kesehatan, kesejahteraan, kedamaian, penghiburan, kesembuhan, ataupun peningkatan mutu pendidikan, kedewasaan dan kesempurnaan hidup. Melalui dirinya, Allah hadir, mencintai dan mempersatukan, dan membahagiakan umat-Nya.

Komentar

lhm mengatakan…
Semoga sehat selalu Pak Guru dalam tugas dan aktivitas, GJBU...

Postingan Populer