TUHANKU MEMANG SUNGGUH BAIK
Pembaca yang budiman,
Saya kembali hadir di hadapan anda. Kali ini saya ingin ber'sharing' tentang kebaikan Tuhan dan karya-Nya yang luar biasa pada awal tahun baru 2011 ini. Saya mengawalinya dengan menyanyikan sebuah lagu, yang mungkin telah anda kenal. Judul lagu tersebut adalah: INDAH RENCANAMU TUHAN
Bila berkenan, anda silakan menyanyikan lagu ini:
Indah rencana-Mu Tuhan
Di dalam hidupku
Walau ku tak tahu
dan ku tak mengerti semua jalan-Mu.
Dulu ku tak tahu Tuhan
Berat kurasakan
Hati menderita dan ku tak berdaya
Menghadapi semua.
Refr:
Tapi kumengerti s'karang
Kau tolong padaku
Kini kumelihat dan kumerasakan
Indah rencana-Mu. 2 X
Lagu yang bagus itu, tiba-tiba muncul pada saat saya sedang meditasi pagi, hari ini Kamis 13 Januari 2011. Saya pun terdorong dan dengan sukacita menyanyi “di dalam batin” karena saya ada di dalam Kapel. Kalau saya menyanyi sendirian di Kapel, rasanya kurang pas.....namun saya lanjutkan lagi, menyanyikan lagu itu sambil bersiul-siul di ruang makan. Kebetulan sekali makanan belum siap semuanya. Maka, sambil menunggu makanan pagi, saya bersiul-siul kecil...... “Indah Rencana-Mu, Tuhan”. Perasaan, pikiran dan batin saya penuh dengan kegembiraan dan syukur..... Mengapa ?
Tidak Mengerti
Tanggal 19 – 22 November 2010, ada peringatan 40 tahun berdirinya Keuskupan Agats. Saya hadir pada acara syukuran itu. Pada umumnya, saya bertanya :” Kapan ada pesawat, dan apakah tiket sudah diurus ?”. Namun, waktu itu, semuanya mengalir begitu saja. Saya tidak begitu pusing dengan perjalanan kepulangan saya dari Agats ke Merauke. Saya begitu polos dan percaya bahwa tuan rumah telah mengatur perjalanan saya pulang. Maka, ketika dikatakan oleh tuan rumah bahwa Uskup Nico lebih baik via Timika saja, karena lebih pasti ada pesawat dari Ewer ke Timika, daripada dari Ewer langsung ke Merauke. Tidak ada jaminan bahwa pesawat Merpati akan datang untuk melayani Ewer – Merauke. Saya menurut saja. Saya menerima keputusan itu dengan tenang, tanpa penolakan dan dengan ucapan terima kasih.
Tanggal 23 November pagi kami berombongan terbang dari Ewer ke Timika, bersama Duta Vatikan, dan para tamu lainnya. Harapan kami, siang / sore itu kami sudah bisa terbang ke Jayapura dengan pesawat Merpati yang singgah di Timika, kira-kira jam 14.15. Ternyata rencana itu batal karena hari itu tidak ada penerbangan dengan Merpati ke Merauke. Dengan kesal saya harus menerima kenyataan itu dan saya pun bermalam di Timika. Tetapi kami belum menyerah.............
Ketika mau makan siang di Rumah Makan “Nyiur Melambai”, kami bertemu dengan Bupati Asmat yang sedang menikmati hidangan makan siang. Beliau mengatakan bahwa beliau baru saja tiba di Timika dengan menumpang pesawat Merpati (twin otter) dan pesawat itu sudah langsung terbang kembali ke Merauke. Kami semua kaget, bahwa ternyata hari itu ada penerbangan langsung Merauke – Ewer – Merauke. Saya agak menyesal juga mengapa kemarin-kemarin tidak mengecek sendiri ke Merauke untuk memastikan apakah ada penerbangan ke Ewer pada tanggal itu. Ini memang kekurangan saya. Namun, sesuai dengan realita waktu itu, selama di Asmat, HP saya no signal, sedangkan orang lain bisa berkomunikasi dengan lancar. Saya heran mengapa hal itu terjadi, namun di sisi lain, saya juga heran pada diri saya sendiri “mengapa saya tetap tenang-tenang saja dan mengapa saya tidak berusaha untuk mencari informasi atau minta bantuan teman untuk mengecek penerbangan Merauke - Ewer - Merauke”.
Untuk memastikan supaya pada tanggal 24 Nopember saya bisa tiba di Merauke, saya membatalkan penerbangan dengan Merpati dan membeli tiket Garuda. Tiket Garuda untuk penerbangan tanggal 24 Nopember jam 06.30 ke Jayapura sudah di tangan. Perhitungannya, dengan Garuda, saya tiba di Jayapura jam 07.30 dan masih bisa ikut pesawat Merpati yang biasanya terbang jam 08.30 dari Jayapura ke Merauke.
Ketika berbincang-bincang di rumah uskup Timika itulah ada informasi bahwa ada pesawat Merpati Twin-otter yang akan singgah di Timika. Pesawat itu dari Biak, mau menuju ke Merauke. Ketika mendengar berita ini, kami serta merta ke Bandara, dan benar pesawat itu ada. Namun, kami terlambat, pesawat itu sudah tutup pintu dan siap terbang ke Merauke. Pesawat itu kosong, penumpangnya hanya 1 orang. Kami sudah mencoba minta bantuan petugas di bandara agar saya bisa ikut, tetapi sudah terlambat. Dengan penuh penyesalan, kami pulang ke rumah penginapan lagi. Hari itu, tanggal 23 November saya bermalam di Timika......karena tidak ada pilihan lain.
Pagi-pagi sekali, tanggal 24 November kami ke Bandara. Menurut jadwal, pesawat akan tiba jam 06.30 dan terbang jam 07.15. Dengan pesawat Garuda pagi, saya masih punya kemungkinan mengejar pesawat Merpati yang pagi hari itu akan terbang ke Merauke. Ketika akan cek in, diperoleh informasi bahwa Garuda hari itu baru akan tiba di Timika, jam 12.00. Alasannya, Gruda memakai sistem baru, sehingga jadwal penerbangan hari itu kacau untuk seluruh Indonesia. Merpati pada umumnya mendarat jam 14.00. Sekali lagi saya harus menerima kenyataan bahwa saya tidak mungkin tiba di Merauke tanggal 24 November. Beberapa kali saya katakan kepada rekan-rekan, dari Ewer pergi ke Jakarta jauh lebih gampang dan murah daripada ke Merauke. Ke Jakarta perlu 1 hari, sedangkan ke Merauke perlu 3 hari, dan biayanya lebih mahal.
Hari itu, saya mendarat di Sentani sekitar jam 15.20 karena Garuda terlambat tiba di Timika. Saya bermalam di biara St. Antonius – Sentani. Saya tidak mengerti, mengapa semuanya ini terjadi. Saya hanya bisa menghibur diri: “Inilah realita, Nico. Kamu kan sudah puluhan tahun kerja di Papua. Kejadian-kejadian seperti ini, bukan sesuatu yang baru untukmu. Tidak perlu menyesal dan kecewa. Mereka yang di Merauke pasti memaklumi situasi ini. Mereka tidak akan marah atau menyalahkan kamu. Yang jelas kamu sudah berusaha untuk mendapatkan tiket pulang, segera setelah perayaan di Agats”.
Akhirnya, tanggal 25 November dengan Merpati saya tiba di Merauke sekitar jam 11 siang. Hampir 1 bulan saya meninggalkan kota ini, untuk 3 keperluan: SAGKI, rapat KWI dan Perayaan Syukur 40 Th Keuskupan Agats. Merauke tampak aman dan biasa-biasa saja. Kami tidak mampir ke mana-mana. Dari Bandara, kami langsung ke Keuskupan. Dengan penuh kelegaan dan syukur saya tiba di Wisma Uskup, dijemput seorang suster dan pak Sopir.
Ada Demo anti MIFEE
Saya tidak ingat persis apa yang ditulis di koran lokal tentang peristiwa yang terjadi sekitar tanggal 25 – 26 November 2010. Sekembalinya saya dari kegiatan panjang di luar kota Merauke, membuat deretan tamu yang ingin bertemu saya amat banyak. Sesekali saya mendengar bahwa ada berita yang mengatakan “bapak Uskup menolak MIFEE”. Saya tidak pernah menanggapinya, karena saya tidak tahu berita itu dari siapa dan harus menjawab kepada siapa. Maka, saya mengambil keputusan diam-diam saja. Nanti berita miring itu akan hilang sendiri.
Tanpa saya ketahui, berita itu telah menyebar ke mana-mana, karena ditulis di email dan disebarluaskan ke banyak alamat. Rekan-rekan saya di tempat lain merasa perlu untuk mendapat informasi langsung dari saya, tentang hal itu. Namun, bagaimana saya akan memberikan tanggapan, kalau tidak pernah tahu “apa isi email itu ?”. Untunglah seorang rekan mengirimkan berita itu kepada saya, sehingga saya tahu apa isinya. Salah satu ungkapan di email itu berbunyi:
“Pihak Gereja Katolik, dalam hal ini, Uskup Agung Merauke, harus bertanggung jawab atas penderitaan orang Papua, karena saat orang Papua menolak dan tidak hendak menerima investor Asing atas Program Pemerintah Indonesia ini, justru Uskup Merauke memaksa rakyat Papua di Merauke untuk menerima proyek ini".
Di dalam tulisan itu, dikesankan bahwa saya ada di hadapan para demonstran dan melawan mereka itu. Wow.....wow......wow....... kok bisa ya ???
Indah Rencana Tuhan bagi saya
Sekarang saya tahu, jawabannya. Mengapa betapa sulitnya saya mendapatkan tiket pesawat untuk kembali ke Merauke, setelah perayaan 40 tahun Keuskupan Agats ?. Mengapa HP saya no signal di Ewer ? Mengapa saya terlambat tahu bahwa ada pesawat dari Biak yang akan terbang ke Merauke ? Mengapa saya terlambat tiba di Bandara, dan tidak mungkin lagi terbang dengan twin otter ?
Apa Jawabannya ? Dalam renungan selama beberapa hari ini saya menemukan jawabannya: Betapa besar Cinta Tuhan kepada saya. Dia adalah mahatahu dan maha pengasih. Maka Dia tahu ada rencana manusia yang tidak berkenan kepada-Nya. Dia melindungi saya dan menyelamatkan saya dari “berita-berita yang tidak benar”. Itulah rencana indah Tuhan yang saya alami dalam hidup saya pada awal tahun baru ini. Tidak ada kata lain yang bisa saya ucapkan kepada-Nya selain syukur. Tuhan jauh lebih besar dan jauh lebih bijaksana daripada manusia ciptaan-Nya.
Tanggapan saya atas berita miring itu telah saya kirim via email dan melegakan mereka. Saya tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dalam Tuhan yang mencintai saya, saya membalasnya dengan kebaikan. Saya mendoakan dia agar kembali ke jalan yang benar, dan bekerja dengan cara yang lebih damai dan lebih membahagiakan. Dan bila, yang bersangkutan membaca tulisan ini, semoga Tuhan memberkati dia. Semoga dia kini diubah oleh Allah dan menjadi saluran rahmat Tuhan bagi orang lain.
Ketidakhadiran saya di Merauke pada tanggal dan hari itu, telah membuktikan bahwa saya tidak terlibat dalam urusan demo. Tuhan telah menunjukkan betapa dahsyat rencana-Nya bagi saya. Urusan MIFEE (Merauke Integrated Food Estate and Energy) adalah urusan pemerintah, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan itu adalah program mereka, bukan program Keuskupan. Keuskupan justru mengkritisi program itu karena sampai hari ini program itu tidak jelas. Para investor pun diajak untuk makin peduli pada pengembangan dan peningkatan mutu SDM di Papua Selatan.
Lagu Indah Rencana-Mu Tuhan, benar-benar terjadi dalam hidup saya. Sungguh luar biasa kebijaksanaan-Nya. Memang yang Dia wahyukan tak terselami dan tak terpahami. Saya menyadari keterbatasan saya, dan ketidakmampuan saya untuk menangkap tanda-tanda yang disampaikan-Nya. Maka, patutlah saya juga mohon ampun kepada-Nya atas kekesalan, kekecewaan, dan mungkin pula kata-kata kasar yang sempat terlontar, wajah yang cemberut karena kecewa / marah ketika tidak mendapat tiket. Saya minta maaf kepada semua rekan yang mungkin menjadi korban kekesalan saya pada hari itu.
Terima kasih juga kepada rekan-rekan yang telah membantu saya untuk memperlancar perjalanan saya pulang ke Merauke. Terima kasih juga kepada uskup Agats dan Panitia yang telah menyelenggarakan pesta syukuran dan meminta saya untuk tidak segera kembali ke Merauke, dan memilihkan saya kembali ke Merauke via Timika. Anda telah menjadi saluran rahmat dan kasih Tuhan bagi saya.
Komentar