"BINTANG TIGA.......... ITU SAYA PUNYA...."

"Anak-anak, apakah kamu melihat bintang ?" Bapa Uskup bertanya. "Iya", jawab mereka. "Di mana bintang itu ?" "Di kandang Natal", sahut mereka lagi. "Apa warnyanya ? " ... "Kuning keemasan".....jawab mereka serentak. "Kalau begitu, untuk menghangatkan suasana, mari kita menyanyi lagu "Bintang Kecil", ucap Bapa Uskup lebih lanjut.

Anak-anak yang jumlahnya lebih dari 200 orang itu kemudian menyanyikan lagu Bintang Kecil, diiringi organ yang dimainkan oleh seorang anak remaja. Dengan sukacita mereka bernyanyi, tentu orang tua mereka yang juga turut hadir dalam ibadat hari Minggu itupun ikut bernyanyi.

"Anak-anak, sekarang syair lagu yang sudah kamu kenal itu, diganti begini:

Bintang satu, bintangnya ibuku
Bintang dua, bintangnya ayahku
Bintang tiga, aku tidak punya
Bintang Tujuh, Bintangnya Yesus Kristus."

Demikianlah anak-anak itu, menyanyikan lagu Bintang Kecil yang telah diubah syairnya dengan penuh semangat. Mereka menyanyi sambil berdiri dan bertepuk tangan. Terlihat wajah-wajah cerah dan suasana gembira makin tercipta. Lalu, Bapa Uskup bertanya lagi:"Bintang tiga siapa yang punya ?" "Tidak ada yang punya" sahut mereka. Kalau begitu, marilah kita minta kepada Tuhan Yesus, agar kalian mendapatkan bintang itu. Coba ulurkan tanganmu, kepada Yesus yang lahir di kandang. Bapak Uskup akan berdoa untuk kalian.

"Tuhan Yesus, Engkau lahir di tengah-tengah kami sebagai bayi kecil. Bersama para majus (tiga raja) dari Timur kami datang kepada-Mu. Kami tidak membawa persembahan yang mewah dan indah, yang kami bawa adalah diri kami yang tidak punya apa-apa ini. Kami ingin menjadi bintang, agar kami dapat memberikan kegembiraan dan kedamaian di dalam keluarga, di sekolah, di dalam pergaulan dengan teman-teman kami. Tuhan Yesus kecil, semoga dengan menjadi bintang, kami menjadi anak-anak manis yang rajin membantu orangtua, tahu berterima kasih dan berlaku sopan. Semoga Engkau mengabulkan doa kami ini."

"Anak-anak, kalian telah diberi bintang itu. Mari kita menyanyi lagu bintang kecil dengan syair yang baru:


Bintang satu, bintangnya ibuku
Bintang dua, bintangnya ayahku
Bintang tiga, ITU AKU PUNYA
Bintang Tujuh, Bintangnya Yesus Kristus."

"Marilah berdiri, dan kalian menghadap ke bapak dan ibu kalian", ajak Bapa Uskup. Mereka pun berdiri, dan menghadap ke arah orangtua (bapak dan ibu serta hadirin yang ada di gereja). Dengan iringan organ, mereka dengan suara lantang menyanyikan lagu bintang kecil yang telah diubah syairnya. Mereka diajak untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada orangtua mereka yang telah berjerih payah memelihara, membesarkan dan memberikan pendidikan kepada mereka.

Ternyata banyak juga dari para hadirin yang turut bernyanyi. Lagu bintang kecil yang telah diubah syairnya telah memberikan makna baru bagi kehidupan orangtua, hubungan mereka dengan anak, dan hubungan anak-anak dengan teman-teman mereka. Mereka adalah "bintang-bintang" yang siap bersinar.......

Bapa Uskup juga memberikan keterangan bahwa bintang berarti petunjuk jalan, sebagai mana bintang yang menunjukkan arah dan jalan kepada para majus. Bintang juga berarti "ketenangan dan ketetapan" seperti bintang yang menerangi gua Betlehem, tempat Yesus lahir dan berbaring di palungan.

Maka, meski pun kecil, anak-anak pun dapat menjadi "bintang", bisa menjadi petunjuk jalan dan memberikan ketenangan kepada orangtua. Caranya: bicara yang jujur, dan jelas. Bisa juga berbuat baik, misalnya: membantu orangtua cuci piring, membersihkan rumah, mencuci pakaian, belajar dengan rajin, berlaku sopan, dan rukun bergaul dengan teman-teman.

Setelah kegiatan misa selesai, kegiatan anak-anak itu dilanjutkan dengan ramah-tamah. Mereka menyanyi dengan gerakan-gerakan manis yang dipandu oleh Sr. Iin, ALMA dan Sr. Rosina, PBHK. Sinterklas juga hadir dan membagikan hadiah Natal kepada mereka. Panitia juga menyediakan nasi kotak untuk semua peserta. Lengkaplah sudah kegembiraan mereka, ada santapan rohani, ada kegembiraan, kebersamaan, dan ada pula makan bersama.

Pesta Tiga Raja, yang kini lebih dikenal sebagai Hari Raya Penampakan Tuhan, dirayakan sederhana namun meriah di Paroki Sang Penebus - Kampung Baru Merauke. Tiga orang raja dari negeri Timur, datang kepada Yesus yang lahir di kandang Betlehem untuk mempersembahkan diri kepada Sang Raja Damai. Anak-anak dengan disemangati oleh 3 raja itu, berani juga berjalan menuju ke Tuhan / minta perlindungan dan pertolongan kepadan-Nya. Dapat juga mereka bergerak menuju kepada orangtua / orang bijak dan siapa saja yang bisa menunjukkan jalan yang baik dan benar untuk kehidupan mereka.

Anak-anak itu merupakan aset bangsa, negara dan gereja. Dengan memberikan perhatian dan kegiatan rohani itu telah ditanamkan benih-benih kerukunan, persaudaraan, solidaritas, kebersamaan, dan saling menghargai. Kegiatan yang nampaknya sederhana, biasa dan tentu saja melelahkan, merupakan dasar dan pintu masuk strategis untuk mendapatkan generasi muda yang berbobot dan beriman. Kegiatan demi anak-anak itu, juga ternyata membawa dan menumbuhkan serta memperkuat rasa solidaritas, kerukunan, persaudaraan dan saling pengertian dan penghargaan di antara para pembina.

Apa yang mereka kerjakan merupakan buah-buah iman yang telah mereka terima dari orangtua, guru dan para pendahulu mereka. Buah-buah itu mereka wujudkan dalam hidup dan kegiatan bagi anak-anak mereka. Dan, bila direnungkan secara lebih mendalam, sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah ungkapan / balasan kasih dan syukur mereka kepada Tuhan yang telah lebih dahulu mencintai mereka.

Kegiatan itu dilaksanakan dalam rangka Ulang Tahun Serikat Karya Anak-anak dan Remaja Misioner (SEKAMI) yang ke 168. SEKAMI dirayakan di seluruh dunia, diperingati pada pesta Tiga Raja ( 3 orang majus atau 3 orang sarjana dari Timur).

Komentar

Postingan Populer