Kunjungan Tarekat KSSY
Kunjungan dua orang Suster KSSY (Kongregasi Suster Santo Yosep) terlaksana pada bulan Desember 09. Mereka adalah Sr. Desideria KSSY dan Sr. Gaudensia KSSY dan berkunjung selama 8 hari ( tanggal 4 – 12 Desember). Pada saat mereka tiba di Merauke, uskup masih berada di Jakarta, karena itu mereka dijemput oleh Pastor Albert Sunarwanto MSC dan Sr. Theresina PBHK.
Menurut rencana, tgl 5 Desember mereka terbang ke Kimaam, namun karena faktor cuaca, mereka baru bisa terbang tgl 7 Desember 09 melalui Wanam. Wanam letaknya di pulau besar Papua, bagian utara, dekat sungai Digul. Di Wanam ada sebuah perusahaan ikan milik pengusaha dari Singapore dan China. Dua suster yang ditemani pastor Albert dijemput dan dihantar oleh Pastor Agus Kia Wolomasi Pr. Perjalanan via laut (selat Mariana) ditempuh dengan speedboat-40PK selama 3 jam menuju arah selatan (agar lebih jelas, silakan anda lihat peta bila di rumah anda punya peta. Di kolom ini, kami tidak menyajikan peta itu.) Cuaca cukup bagus di selat itu, sehingga mereka tidak mendapat kesulitan (hujan) selama perjalanan.
Kimaam, dulu dikenal dengan nama pulau Kolopom, pulau Frederick Hendrick, atau pulau Yos Sudarso, adalah sebuah pulau tersendiri di bagian selatan pulau Papua. Pulau ini cukup besar, sebesar pulau Bali. Penduduknya sekitar 14.000 orang yang tersebar di 41 desa, 98% penduduknya beragama katolik. Saat ini di pulau ini, ada 3 kecamatan: Kimaam, Tabonji dan Wan.
Pemerintah telah bekerja keras untuk membangun dan mengembangkan wilayah ini. Dulu hanya ada 1 pusat kecamatan, lalu dimekarkan menjadi 4: Kimaam, Wan, Tabonji dan Wanam. Pembangunan infrastruktur telah dilaksanakan: pengerasan bandara, jalan kea rah pelabuhan laut, pembangunan dermaga dan kantor-kantor pemerintah, serta Puskesmas dan Puskesmas pembantu. Tenaga guru, penyuluh, petugas lapangan, dan pegawai pemerintah baik di kecamatan, maupun dokter-dokter diusahakan agar menjangkau daerah-daerah terpencil. Sayangnya, mereka sering lebih betah tinggal di kota Kimaam, atau lebih memilih tidak melaksanakan tugas dengan rupa-rupa alasan. Akibatnya, sekolah tidak berjalan, karena tidak ada guru, puskesmas tetap tutup karena petugas tidak ada di tempat. Masyarakat tidak terlayani, dan anak-anak usia sekolah, tidak menikmati bangku sekolah. Hasilnya, anak-anak di wilayah itu banyak yang buta huruf, meskipun dinyatakan sudah kelas VI SD.
Di Kimaam (pusat kecamatan Kimaam) kedua suster masuk ke kelas-kelas di SD Don Bosco. Gurunya yang hadir hanya dua orang, itu pun guru-guru yang baru tamat KPG (Kolese Pendidikan Guru) dan diberi honor oleh Yayasan. Guru-guru yang lain (PNS) jarang hadir. Meski sudah ditegur dan diperingatkan oleh Bupati dan Kepala Dinas, tokh mereka tetap tidak melaksanakan tugas. Anak-anak kita jumlahnya banyak: sekitar 200 orang. Mereka tidak mendapat pelajaran dan pendidikan yang semestinya mereka peroleh. Banyak di antara mereka yang tidak bisa membaca dengan lancar.
Anak-anak SMP Kizito juga dikunjungi para suster KSSY itu. Pastor Agus Kia Wolomasi kini menjabat kepala sekolah. Anak-anak mengalami kehadiran para guru yang jumlahnya 8 orang. Pada awal tahun ajaran, kelas I memulai pelajaran mereka pada 4 bidang: membaca, menulis dan menghitung, serta agama. Meski sudah di kelas I SMP, mereka harus mengulang lagi pelajaran yang amat awal di bangku SD yaitu membaca, menghitung dan menulis. Sungguh amat memprihatinkan situasi pendidikan /persekolahan di wilayah ini, tetapi juga di daerah-daerah lain.
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten telah mendirikan bangunan baru untuk asrama di Kimaam, setahun yang lalu. Sayang bahwa sampai saat ini bangunan itu tidak dipergunakan. Dana operasional untuk pengelolaan dan kehidupan anak-anak asrama tidak ada. Padahal, melalui pembinaan di asrama, mereka mendapat kesempatan belajar dan pembinaan yang lebih efektif. Banyak pejabat di daerah ini yang dulu dibina di asrama-asrama.
Karena jadwal pesawat yang tidak pasti, dan cuaca yang kurang menguntungkan untuk penerbangan, Merpati sering tidak bisa mendarat di Kimaam atau bahkan tidak terbang ke sana. Akibatnya kedua suster kembali ke Merauke melalui laut dengan naik speedboat bermesin ganda Yamaha 40 PK. Perjalanan Kimaam – Merauke ditempuh dalam waktu 6 jam dan 30 menit. Mereka berangkat jam 05.00 pagi dan tiba di Merauke jam 11.30 dalam cuaca yang bagus dan laut yang tenang.
Kesan mereka: betapa besar Tuhan yang telah melindungi dan menyertai perjalanan mereka berdua. Tidak pernah terbayangkan bahwa mereka akan mengarungi lautan di wilayah Keuskupan Agung Merauke. Mereka mengalami kebesaran Tuhan yang nyata dalam alam ciptaan-Nya.
Apa yang mereka lihat dan mereka alami selama kunjungan di Kimaam itu, telah menggugah mereka untuk “membantu masyarakat setempat untuk mengalami kebaikan Tuhan” pada jaman sekarang ini. Mereka adalah masyarakat yang telah menikmati hasil pembangunan dan kemajuan jaman, namun belum bisa ambil bagian secara aktif di dalamnya. Bagaimana mungkin mereka ikut membangun, bila banyak hal belum mereka pelajari / belum pernah mereka lihat dan belum pernah mereka mengerti apa dan bagaimana pembangunan manusia seutuhnya itu.
Tarekat KSSY telah membuka diri untuk membantu membangun masyarakat di Kimaam. Semoga hasil kunjungan mereka akan mendorong mereka mempercepat diri dalam mengambil keputusan definitif untuk membuka komunitas di Kimaam.
Menurut rencana, tgl 5 Desember mereka terbang ke Kimaam, namun karena faktor cuaca, mereka baru bisa terbang tgl 7 Desember 09 melalui Wanam. Wanam letaknya di pulau besar Papua, bagian utara, dekat sungai Digul. Di Wanam ada sebuah perusahaan ikan milik pengusaha dari Singapore dan China. Dua suster yang ditemani pastor Albert dijemput dan dihantar oleh Pastor Agus Kia Wolomasi Pr. Perjalanan via laut (selat Mariana) ditempuh dengan speedboat-40PK selama 3 jam menuju arah selatan (agar lebih jelas, silakan anda lihat peta bila di rumah anda punya peta. Di kolom ini, kami tidak menyajikan peta itu.) Cuaca cukup bagus di selat itu, sehingga mereka tidak mendapat kesulitan (hujan) selama perjalanan.
Kimaam, dulu dikenal dengan nama pulau Kolopom, pulau Frederick Hendrick, atau pulau Yos Sudarso, adalah sebuah pulau tersendiri di bagian selatan pulau Papua. Pulau ini cukup besar, sebesar pulau Bali. Penduduknya sekitar 14.000 orang yang tersebar di 41 desa, 98% penduduknya beragama katolik. Saat ini di pulau ini, ada 3 kecamatan: Kimaam, Tabonji dan Wan.
Pemerintah telah bekerja keras untuk membangun dan mengembangkan wilayah ini. Dulu hanya ada 1 pusat kecamatan, lalu dimekarkan menjadi 4: Kimaam, Wan, Tabonji dan Wanam. Pembangunan infrastruktur telah dilaksanakan: pengerasan bandara, jalan kea rah pelabuhan laut, pembangunan dermaga dan kantor-kantor pemerintah, serta Puskesmas dan Puskesmas pembantu. Tenaga guru, penyuluh, petugas lapangan, dan pegawai pemerintah baik di kecamatan, maupun dokter-dokter diusahakan agar menjangkau daerah-daerah terpencil. Sayangnya, mereka sering lebih betah tinggal di kota Kimaam, atau lebih memilih tidak melaksanakan tugas dengan rupa-rupa alasan. Akibatnya, sekolah tidak berjalan, karena tidak ada guru, puskesmas tetap tutup karena petugas tidak ada di tempat. Masyarakat tidak terlayani, dan anak-anak usia sekolah, tidak menikmati bangku sekolah. Hasilnya, anak-anak di wilayah itu banyak yang buta huruf, meskipun dinyatakan sudah kelas VI SD.
Di Kimaam (pusat kecamatan Kimaam) kedua suster masuk ke kelas-kelas di SD Don Bosco. Gurunya yang hadir hanya dua orang, itu pun guru-guru yang baru tamat KPG (Kolese Pendidikan Guru) dan diberi honor oleh Yayasan. Guru-guru yang lain (PNS) jarang hadir. Meski sudah ditegur dan diperingatkan oleh Bupati dan Kepala Dinas, tokh mereka tetap tidak melaksanakan tugas. Anak-anak kita jumlahnya banyak: sekitar 200 orang. Mereka tidak mendapat pelajaran dan pendidikan yang semestinya mereka peroleh. Banyak di antara mereka yang tidak bisa membaca dengan lancar.
Anak-anak SMP Kizito juga dikunjungi para suster KSSY itu. Pastor Agus Kia Wolomasi kini menjabat kepala sekolah. Anak-anak mengalami kehadiran para guru yang jumlahnya 8 orang. Pada awal tahun ajaran, kelas I memulai pelajaran mereka pada 4 bidang: membaca, menulis dan menghitung, serta agama. Meski sudah di kelas I SMP, mereka harus mengulang lagi pelajaran yang amat awal di bangku SD yaitu membaca, menghitung dan menulis. Sungguh amat memprihatinkan situasi pendidikan /persekolahan di wilayah ini, tetapi juga di daerah-daerah lain.
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten telah mendirikan bangunan baru untuk asrama di Kimaam, setahun yang lalu. Sayang bahwa sampai saat ini bangunan itu tidak dipergunakan. Dana operasional untuk pengelolaan dan kehidupan anak-anak asrama tidak ada. Padahal, melalui pembinaan di asrama, mereka mendapat kesempatan belajar dan pembinaan yang lebih efektif. Banyak pejabat di daerah ini yang dulu dibina di asrama-asrama.
Karena jadwal pesawat yang tidak pasti, dan cuaca yang kurang menguntungkan untuk penerbangan, Merpati sering tidak bisa mendarat di Kimaam atau bahkan tidak terbang ke sana. Akibatnya kedua suster kembali ke Merauke melalui laut dengan naik speedboat bermesin ganda Yamaha 40 PK. Perjalanan Kimaam – Merauke ditempuh dalam waktu 6 jam dan 30 menit. Mereka berangkat jam 05.00 pagi dan tiba di Merauke jam 11.30 dalam cuaca yang bagus dan laut yang tenang.
Kesan mereka: betapa besar Tuhan yang telah melindungi dan menyertai perjalanan mereka berdua. Tidak pernah terbayangkan bahwa mereka akan mengarungi lautan di wilayah Keuskupan Agung Merauke. Mereka mengalami kebesaran Tuhan yang nyata dalam alam ciptaan-Nya.
Apa yang mereka lihat dan mereka alami selama kunjungan di Kimaam itu, telah menggugah mereka untuk “membantu masyarakat setempat untuk mengalami kebaikan Tuhan” pada jaman sekarang ini. Mereka adalah masyarakat yang telah menikmati hasil pembangunan dan kemajuan jaman, namun belum bisa ambil bagian secara aktif di dalamnya. Bagaimana mungkin mereka ikut membangun, bila banyak hal belum mereka pelajari / belum pernah mereka lihat dan belum pernah mereka mengerti apa dan bagaimana pembangunan manusia seutuhnya itu.
Tarekat KSSY telah membuka diri untuk membantu membangun masyarakat di Kimaam. Semoga hasil kunjungan mereka akan mendorong mereka mempercepat diri dalam mengambil keputusan definitif untuk membuka komunitas di Kimaam.
Komentar