MENJARING IKAN


PARA PEMBACA BLOG YANG BUDIMAN

SAYA MENJUMPAI ANDA KEMBALI DENGAN MENYUGUHKAN CERITA BERIKUT INI. SEMOGA DENGAN MEMBACA CERITA INI, ANDA MENDAPATKAN INSPIRASI UNTUK MENGISI HIDUP INI DENGAN ELBIH BAIK. HIDUP SEJAHTERA ADALAH HAK KITA.   SETIAP HARI KITA BERHAK UNTUK HIDUP SEJAHTERA. NAMUN ORANG  SERING LUPA (TIDAK TAHU / TIDAK MENYEDARI) , KARENA BERANGGAPAN BAHWA KESEJAHTERAAN ITU TERGANTUNG PADA BANYAKNYA MATERI / HARTA BENDA.

HARTA BENDA BUKAN UKURAN / PATOKAN UTAMA UNTUK MENENTUKAN KEBAHAGIAAN DAN KESEJAHTERAAN HIDUP.  KEPUTUSAN KITA UNTUK HIDUP MENURUT APA YANG ADA, DENGAN PENUH SYUKUR, JUJUR, TULUS DAN IKHLAS, ITULAH PATOKAN PERTAMA MENUJU HIDUP BAHAGIA. SELAMAT MENIKMATI.  

Air laut di pantai Wambi mulai pasang. Saat itu kira-kira jam tiga sore.  Beberapa anak remaja dan ibu-ibu bergerak ke laut untuk menjaring ikan.  Mereka menebarkan jaring tidak jauh dari pantai. Mereka sendiri turun ke laut yang dalamnya hanya sepinggang, dan  bergerak dari darat ke laut dan dari laut ke darat secara melingkar.  Ikan-ikan mereka kurung dengan jaring itu, dan kemudian jaring ditarik ke darat.

Woooowwww dalam waktu yang singkat, jala mereka penuh dengan ikan. Ada pelbagai jenis ikan laut yang mereka tangkap. Ikan bawal, layur, kakap, ikan merah, ikan duri, ubur-ubur, udang besar dan lain-lain. Saking seringnya mendapat ikan dalam jumlah banyak, mereka memilih ikan-ikan yang paling mereka sukai, dan mengambil udang-udang besar. Ikan-ikan yang lain mereka buang begitu saja, tergeletak di sepanjang pantai.

Salah seorang rekan saya, teringat lagu yang dinyanyikan Koes Plus:

Bukan lautan, hanya kolam susu

                                                                  Kail dan jala cukup menghidupimu                            

Tiada badai tiada topan kautemui

Ikan dan udang menghampiri dirimu
 

Kata-kata dalam lagu itu, bukan sekedar impian atau khayalan, namun saat ini sungguh-sungguh nyata. Di sepanjang pantai pulau-pulau Papua, ikan dan udang benar-benar menghampiri hidup manusia.  Hasil laut setiap saat tinggal diambil. Manusia tidak perlu memelihara atau membesarkan mereka.  Sang Pencipta telah menyelenggarakan semuanya itu.

Sudah hampir 25 tahun bekerja di tanah Papua, tetapi baru kali itu saya menikmati ikan layur yang segar yang baru saja keluar dari laut. Tukang masak saya mungkin tidak tahu bahwa saya suka ikan layur, apalagi digoreng kering. Sore itu, ikan-ikan layur yang akan dibuang itu kami pungut dan kami bawa pulang ke pastoran. Banyak sekali jumlahnya. Juga seorang ibu dengan murah hati memberikan 1 plastik udang yang besar-besar. Kami pulang dari pantai dengan membawa dua kantong plastik yang penuh dengan ikan layur dan udang besar-besar. Semuanya gratis.

Dengan gesit, seorang ibu menggoreng ikan itu untuk lauk makan malam. Gurih sekali rasanya dan enak. Daging dan duri-duri ikan yang digoreng kering itu, saya nikmati semuanya. Gak ada sisa. Udang yang digoreng juga tidak kalah enak. Dagingnya kenyal dan manis.  Saya makan beberapa ekor. Tambah lagi nasinya panas, ada sambal dan suasana sepanjang hari itu memang sungguh menyenangkan sehingga makan malam makin menyempurnakan kebahagiaan kami.

Seandainya.....

Seandainya ada garam krosok, ikan-ikan yang dibuang-buang tadi saya kumpulkan dan saya bikin ikan asin. Garam krosok sebenarnya bisa dibuat di kampung itu, namun perlu teknik tersendiri dan ada orang yang mengajari bagaimana membuat garam kepada penduduk lokal. Ketika ada angin barat dan ombak besar, masyarakat tidak melaut. Pada saat itu ikan dan udang sulit didapat. Kecuali di sungai dan di rawa-rawa. Bila musim hujan tiba,  air sungai-sungai dan air rawa meluap. Ikan-ikan sulit ditangkap. Bila ada ikan asin, mereka tetap bisa menikmati ikan laut sepanjang tahun. Usaha ikan asin merupakan usaha kecil namun strategis yang bisa mendatangkan rejeki setiap waktu.  

Ada penggerak masyarakat

Proses membuat ikan asin sebenarnya tidak sulit. Yang paling sulit adalah memulainya. Mencari orang setempat untuk mencadi penggerak dan motivator bukanlah yang mudah, namun untuk sementara waktu perlu dibantu orang dari tempat lain dulu (voluntir) , sehingga kemudian kemudian voluntir itu mengkader orang setempat agar dapat menjamin kesinambungannya. Syukur-syukur bila voluntir tersebut kemudian memutuskan untuk tetap tinggal di sana, dan menjadi wiraswasta penuh. Bila hal ini terjadi, kaderisasi akan berjalan dengan lebih lancar dan masa depan kampung itu akan lebih terjamin.  

Ada penampung

Masyarakat sudah terbiasa makan makanan yang segar karena langsung diambil / didapat dari laut atau dari hutan tanpa mengalami proses pengolahan yang cukup panjang. Bumbunya pun seadanya, karena umumnya bahan itu dibakar atau dibungkus pakai daun kemudian ditaruh di api. Agar dapat bertahan lama, daging atau ikan yang mereka peroleh itu dipanggang. Namun banyak yang dibuang  karena tidak sempat dipanggang. Mereka tidak punya tempat penampungan.

Pada musim ikan, udang dan hasil laut lainnya, para penampung hasil laut amat dibutuhkan. Saat ini yang punya “cool-box” baru satu atau dua orang. Maka hasil laut banyak yang terbuang percuma. Diperlukan lebih banyak penampung hasil laut atau hasil hutan, dengan cara memasukkannya di cool-box.  Di kampung itu belum ada PLN. Tenaga listrik yang ada dihasilkan dari genset berukuran kecil, antara 3.000 – 5.000 watt.

Ada pasar

Hasil laut dari masyarakat pada umumnya berharga murah, karena kurangnya pembeli, sulitnya sarana transportasi, apalagi pasar serta pemasaran tidak ada. Mereka mengandalkan kemurahan hati dari orang-orang yang rela menampung hasil tangkapan mereka. Harga jual ditentukan oleh sang pembeli karena dialah satu-satunya orang yang bisa membeli dalam jumlah besar.  Pasar memang merupakan sebuah kebutuhan, namun  sampai hari ini pemerintah setempat belum mampu untuk mengadakannya.

Itulah sebabnya, bila bertemu dan hidup di tengah-tengah mereka, kita dapat melihat dan mengalami sendiri betapa kaya alam yang ada di sekeliling mereka dan memungkinkan mereka untuk hidup dalam suasana sejahtera.  Meskipun mereka tidak mengenyam pendidikan tinggi, kebutuhan hidup sehari-hari telah dicukupi oleh alam. Mereka tidak pernah khawatir akan apa yang hendak mereka makan, semuanya  tleah tersedia. Hanya orang yang tidak mau bergeraklah yang akan mati kelaparan.

Ikan yang berkelimpahan dan tidak pernah kunjung habis, merupakan bukti bahwa di daerah itu laut masih aman untuk kehidupan biota laut. Kebersihan laut bukan hanya menjamin kehidupan makhluk hidup di dalamnya, tetapi pada gilirannya menjamin kehidupan manusia yang tinggal di tepi laut.  Pemerintah atau mereka yang berwenang melindungi dan menjamin keamanan kehidupan biota laut sebenarnya hanya ambil bagian dari “kewenangan Sang Khalik” yang telah menciptakan dan menjamin kehidupan baik di bumi, di atas bumi, maupun di bawah bumi dan di dalam air. 

Komentar

Postingan Populer