PAHLAWAN KEMANUSIAAN



Dua hari penuh (25-26 Sept 2010) saya tinggal di kompleks Bakti Luhur, sebuah kompleks yang dikelola oleh para Suster ALMA untuk melayani anak-anak cacat dan terlantar. Kompleksnya besar dan asri, sejuk karena ada banyak pepohonan, dan halamannya yang luas dan bersih. Yayasan dan pelayanan ini, didirikan oleh Romo Paul Jansen CM, 27 September 1960, tepatnya 50 tahun lalu di Malang - Jawa Timur. Kini para penerus karya ini, adalah para suster ALMA (Asosiasi Lembaga Misionaris Awam) yang berjumlah 300 orang, dan tersebar di seluruh nusantara.

Di kompleks itu tinggal anak-anak cacat: bisu tuli, buta, dan cacat fisik ataupun cacat mental. Mereka semua diasuh dan tinggal dalam unit/unit bersama dengan para pengasuh mereka. Siang malam, para cacat itu tidur sekamar dengan para pengasuh mereka. Rata-rata 1 pengasuh melayani 2 anak cacat. Maka, bila di unit itu ada 4 pengasuh, di sana ada 8 anak cacat yang dipercayakan dan dilayani.

Pagi-pagi benar, para pengasuh itu sudah bangun dan menyiapkan air hangat, memandikan anak-anak cacat itu, mendandani, menyiapkan makan, menyuapi. Setelah itu ada kegiatan lain, termasuk latihan fisik / terapi yang perlukan anak-anak itu. Para pengasuh itu, kebanyakan masih muda-muda, berumur sekitar 17-an ke atas, dan jumlahnya lebih dari 200 orang. Mereka berasal dari pelbagai daerah di tanah air ini.

Anak-anak cacat itu pun berasal dari pelbagai keluarga dan daerah di tanah air ini. Dengan mendapatkan perhatian dan pelayanan yang demikian ini, banyak di antara mereka yang cacat fisik kemudian bisa mandiri, dan bekerja seperti orang-orang yang normal. Sedangkan mereka yang cacat ganda, sekurang-kurangnya bisa merawat dirinya sendiri.

Ketika melihat mereka yang dulunya tidak bisa berjalan, kurang gizi, tidak bisa bicara, suka mengamuk, dan lain lain, kini menjadi anak yang tenang, bisa menyapa dengan ramah, itulah hasil kerja keras para pengasuh mereka setiap hari. Mereka meninggalkan keluarga, sanak saudara, pacar dan kesenangan mereka sendiri untuk menjadi orang yang ekstra sabar, setia, ada di samping mereka, dari pagi sampai pagi hari berikutnya.

Betapa besar pengorbanan mereka, sementara itu mereka tidak pernah memperhitungkan berapa gaji yang akan mereka terima. Beberapa di antara mereka bercerita,"Ketika kami melihat bahwa anak itu yang tadinya suka berlari-lari dan mengamuk, kini sudah bisa tenang, kami sudah bahagia. Dan ketika anak itu mau makan kami juga sudah merasa terberkati. Apalagi, ketika anak itu sudah bisa makan sendiri, memakai baju sendiri, itu sudah merupakan suatu perkembangan yang besar sekali bagi anak itu. Kami sungguh merasa bahagia luar biasa. Siapakah kami ini, sehingga boleh membantu anak-anak itu untuk maju dan berkembang?".

Betapa beruntungnya anak-anak cacat itu, mendapat pelayanan dan perawatan yang rutin dan berkesinambungan. Betapa besar perkembangan yang akan mereka peroleh selama dalam perawatan dan pembinaan di kompleks itu. Mereka yang telah selesai dibina bisa diambil kembali oleh orangtua mereka. Atau mereka yang telah mendapatkan pembekalan cukup, dapat bekerja mandiri, sebagai pemilik salon, pegawai di salah satu instansi yang mau menerima mereka.

Masih ada begitu banyak anak cacat yang belum tertolong atau tidak tahu harus mencari bantuan ke mana. Ada banyak orangtua pula yang malu dan menyembunyikan anak mereka yang cacat. Bahkan ada yang memasung anak mereka yang cacat dan suka mengamuk. Di Wisma Bakti Luhur, mereka dapat dibantu untuk menjadi lebih baik dan berkembang.

Syukurlah bahwa ada orang-orang yang mau peduli dengan orang-orang cacat dan malang. Masih ada anak-anak bangsa yang rela berkorban demi kemajuan anak-anak yang "menurut pandangan dunia dan masyarakat adalah pengganggu dan merepotkan keluarga". Di tempat-tempat seperti inilah, anak-anak cacat dibekali dan disemangati bahwa mereka itu berharga, layak dicintai dan bisa mencintai. Mereka dilatih dan dibina untuk menjadi orang-orang yang tulus, berhati nurani dan cinta damai, serta makin mandiri.

Memang ada banyak anak cacat, terlebih cacat ganda yang tidak bisa mandiri. Namun mereka, sudah mengalami perkembangan dalam hal-hal tertentu, sehingga paling tidak "mereka bisa tetap tenang ketika ditinggal memasak atau mencuci pakaian".

Anak-anak cacat itu, ternyata dapat mengajar orang lain menjadi lebih sabar, pengertian, keibuan, penuh cinta kasih, melayani tanpa pamrih (mengharapkan upah). Anak-anak itu ternyata telah menjadi guru bijaksana bagi dunia yang lebih suka keramaian, kemudahan, dan cepat saji, sementara di panti rehabilitasi itu dibutuhkan "kehadiran, pengorbanan, latihan, kesetiaan, jiwa besar, sukacita, ketulusan dan kejujuran hati nurani".

Di wisma itu dan di wisma-wisma rehabilitasi di seluruh Indonesia, akan ditemui para pahlawan kemanusiaan yang tidak bersuara namun besar jasanya. Semoga mereka melihat "kehadiran Allah pada sesama yang cacat dan menderita itu", dan mereka percaya bahwa melalui pelayanan itu, sebenarnya mereka melayani Allah sendiri.

Komentar

intana mengatakan…
Bapa Uskup..thanks for your attention for us...
Always be our prayer and we hope that God will always give His bless for us..and we can serve them by our heart better...
syaloom..
WARTA K.A.MERAUKE mengatakan…
You are welcome. Though we do not meet each other, I am sure we are one in Christ Jesus who loves us so much.

Thank you for you sharing and comment through this blog.

Postingan Populer