VANCOUVER HARI KELIMA
Setelah acara pertemuan dari hati ke hati di rumah Bapak Petrus Tjahjadi, Pater Niko Tumbelaka mengajak Mgr Niko Adi MSC bermalam di parokinya. Paroki itu berada di wilayah Abbotport, sekitar 30 - 40 menit dengan mobil dari Vancouver. Mengingat hari itu sudah malam, ketika kami tiba di pastoral, kami langsung memilih untuk beristirahat.
Tanggal 23 November 2009 pagi, kami misa bersama di Kapel. Umat yang hadir cukup banyak, dan memang yang hadir kebanyak orang-orang tua. Ada sebagian dari mereka adalah orang-orang Asia. Yang paling mengesankan adalah bahwa setelah misa, kami saling berjabat tangan di pintu samping / pintu keluar. Wajah-wajah penuh damai dan sukacita. Mereka mengucapkan selamat datang kepada Bapak Uskup yang mengunjungi paroki mereka.
Misa pagi itu makin membawa sukacita karena dilanjutkan dengan sarapan bersama dengan dua orang aktivitis paroki. Yang satu adalah orang Canada, dan yang lain berasal dari Philipina. Saat sarapan pagi itu ternyata merupakan saat yang baik untuk bersharing dan mengalami kembali betapa baiknya dan mulianya rencana Tuhan bagi umat-Nya. Apakah itu ?
Saya bertemu dengan seorang bapak yang sudah berumur 70 tahun, namun masih penuh semangat melayani orang-orang sakit yang terbaring di rumah sakit. Melalui pelayanan itu, dia menunjukkan Allah yang berbelas kasih, hadir dan peduli pada orang-orang yang sedang (atau memang sudah) tidak berdaya. Pelayanan kepada orang sakit memang penting.
Bapak yang lain menunjukkan kegembiraannya melayani dan menemani para pastor yang keliling melayani umatnya. Dia sudah pensiun, namun tetap mau membagikan waktu, tenaga, senyum dan semangatnya untuk orang lain. Bukan pekerjaan besar yang dia buat, namun yang kecil dan nampaknya tidak berarti: menyiapkan buku, menyalakan lilin, membacakan Sabda Tuhan, dan mengumpulkan kembali buku-buku yang telah dipakai.
Kesetiaan, belas kasih, kepedulian, kehadiran, sapaan, sungguh dibutuhkan dan selalu dibutuhkan oleh manusia kapan pun dan di belahan dunia mana pun. Mereka yang melaksanakan keutamaan-keutamaan itu, adalah penghadir kebaikan dan kemurahan Allah bagi dunia dan sesamanya.
Tanggal 23 November 2009 pagi, kami misa bersama di Kapel. Umat yang hadir cukup banyak, dan memang yang hadir kebanyak orang-orang tua. Ada sebagian dari mereka adalah orang-orang Asia. Yang paling mengesankan adalah bahwa setelah misa, kami saling berjabat tangan di pintu samping / pintu keluar. Wajah-wajah penuh damai dan sukacita. Mereka mengucapkan selamat datang kepada Bapak Uskup yang mengunjungi paroki mereka.
Misa pagi itu makin membawa sukacita karena dilanjutkan dengan sarapan bersama dengan dua orang aktivitis paroki. Yang satu adalah orang Canada, dan yang lain berasal dari Philipina. Saat sarapan pagi itu ternyata merupakan saat yang baik untuk bersharing dan mengalami kembali betapa baiknya dan mulianya rencana Tuhan bagi umat-Nya. Apakah itu ?
Saya bertemu dengan seorang bapak yang sudah berumur 70 tahun, namun masih penuh semangat melayani orang-orang sakit yang terbaring di rumah sakit. Melalui pelayanan itu, dia menunjukkan Allah yang berbelas kasih, hadir dan peduli pada orang-orang yang sedang (atau memang sudah) tidak berdaya. Pelayanan kepada orang sakit memang penting.
Bapak yang lain menunjukkan kegembiraannya melayani dan menemani para pastor yang keliling melayani umatnya. Dia sudah pensiun, namun tetap mau membagikan waktu, tenaga, senyum dan semangatnya untuk orang lain. Bukan pekerjaan besar yang dia buat, namun yang kecil dan nampaknya tidak berarti: menyiapkan buku, menyalakan lilin, membacakan Sabda Tuhan, dan mengumpulkan kembali buku-buku yang telah dipakai.
Kesetiaan, belas kasih, kepedulian, kehadiran, sapaan, sungguh dibutuhkan dan selalu dibutuhkan oleh manusia kapan pun dan di belahan dunia mana pun. Mereka yang melaksanakan keutamaan-keutamaan itu, adalah penghadir kebaikan dan kemurahan Allah bagi dunia dan sesamanya.
Komentar