WARISAN
PEMBACA YANG BUDIMAN
Saya hadir lagi untuk menjumpai anda lewat tulisan ini.
Sajian dalam beberapa waktu terakhir ini, memang merupakan buah-buah renungan
yang saya angkat dari pengalaman kehidupan harian. Moga-moga anda mendapatkan
inspirasi untuk melihat nilai-nilai yang tersirat di dalamnya. Selamat membaca.
Albert (kakak) dan Beni (adik) adalah
saudara kandung. Albert begitu benci kepada adiknya, karena ia amat yakin sang
adik telah menjual tanah warisan orangtua mereka, secara sepihak. Sesuai keyakinannya,
sebagai kakak, dia harus tahu dan wajib tahu akan harta warisan itu namun sang
adik telah menjualnya secara diam-diam dan uangnya dia pakai sendiri. Selama
bertahun-tahun ia tidak pernah mengecek apakah Beni menjual tanah itu. Ia hanya
mendengar berita tentang penjualan tanah dari orang lain. Keyakinan akan apa
yang didengarnya itu makin dikuatkan dengan adanya selembar kertas yang isinya
tentang penjualan tanah yang ditandatangani oleh Beni. Maka, sering ia
melontarkan kata-kata tajam dan sinis kepada adiknya.
Sementara itu, Beni ternyata tinggal di
tempat lain. Ia kerja sebagai petani, dan dari penghasilannya itu ia menghidupi
istri anaknya. Ia kembali ke kampung
karena mendengar ada orang yang menjual tanah warisan orangtuanya. Ia bermaksud
menemui kakaknya, untuk menanyakan bagaimana asal usul penjualan tanah itu. Ia
ingin menanyakan hal itu kepada kakak kandungnya karena ia tidak tahu menahu
tentang hal itu. Namun sang kakak menolaknya, karena ia berpikir Beni hanya
berpura-pura tidak tahu, padahal semua uang penjualan tanah telah dihabiskan
Beni sendiri. Sekarang setelah semuanya habis, dia kembali untuk meminta belas
kasihan.
Sikap Albert yang memusuhi dirinya,
telah mendorong Beni untuk mencari penyebabnya. Dengan pelbagai upaya, akhirnya
dia temukan selembar kertas yang menyatakan jual beli tanah itu. Di kertas
pernyataan itu, tanda tangan Beni dipalsukan. Dia bertanya kepada orang-orang
yang turut bertanda-tangan di lembaran itu. Akhirnya ditemukan bahwa yang
memalsukan tanda tangan Beni adalah Karlos, salah seorang yang berasal dari
marga mereka. Karlos diiming-imingi uang besar oleh orang-orang tertentu,
sehingga nekad memalsukan tanda tangan Beni.
Lima tahun, kakak beradik itu
bermusuhan akibat sikap tamak, nafsu uang, egoisme, keserakahan Karlos dan segelintir
orang atas harta / warisan orang lain. Ternyata bukan hanya mereka berdua, ada
banyak orang dari marga mereka yang “terperangkap ke dalam jeratan permusuhan”.
Mereka terpecah dalam 2 kubu. Penemuan itu menyadarkan mereka berdua, bahwa
sesungguhnya mereka tidak salah. Mereka telah diadudomba oleh orang yang gila
harta. Melalui upacara perdamaian kedua kubu akhirnya berdamai kembali.
Harta benda (=kekayaan dan aset ) orangtua
yang disebut warisan bisa membuat saudara
sekandung dan orang-orang semarga menjadi musuh. Kerukunan, keakraban,
tali kasih, hubungan darah, pengorbanan, pengertian, kerjasama yang telah
diusahakan selama bertahun-tahun hilang / putus dalam sekejap. Gila akan
warisan akan membutakan orang. Semuanya menjadi sia-sia. Lukas dalam injilnya
melukiskan pula bahwa harta yang bertimbun-timbun, hilang tak berbekas dalam
sekejap karena musibah kebakaran. Sangat jelas pula bahwa harta itu pun tidak
sanggup menyelamatkan nyawa manusia. Orang yang terikat oleh harta benda dan
lupa akan nyawanya, ditegur oleh Yesus: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil darimu, dan
apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” (luk 12: 20). Manusia pada suatu ketika pasti akan
mati, dan seluruh hartanya dia tinggalkan.
Pada saat itu, ia tidak butuh apa-apa lagi, kecuali keselamatan kekal.
Selaras dengan ajaran Yesus, rasul
Paulus mengajak orang agar berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan harta
surgawi. Dia katakan: “Carilah perkara
yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Apabila
Kristus, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan
Dia dalam kemuliaan” ( Kol 3:2.4).
Warisan ini (hidup layak dan pantas di
hadapan Allah dan sesama) tidak akan pernah rusak dimakan ngengat dan tidak
akan pernah bisa dicuri orang. Orang yang mendapatkannya akan hidup damai dan
bahagia. Orang-orang lain justru akan menjadi sahabat. Orang akan saling
melayani, menghargai, dan rela berkorban demi kehidupan dan kebaikan sesamanya.
Melalui pekerjaan dan kegiatan yang demikian inilah, orang mengumpulkan harta
di surga. Harta warisan yang berisi teladan kebajikan, kesetiaan, kesabaran,
kelemahlembutan, penguasaan diri, kasih sayang, pengorbanan dll sangat pantas
diturunkan kepada anak-cucu, agar mereka pun menjadi orang-orang yang patut
diteladani.
Komentar