ALAT PERAGA
PEMBACA YANG BUDIMAN
Dalam waktu yang cukup dekat, saya
menjumpai anda kembali melalui tulisan ini. Semoga anda dapat menemukan
butir-butir mutiara di dalamnya, dan mencerahkan kehidupan anda hari ini.
Selamat menikmati isinya.
“Tuam” nama tempat itu. Letaknya di
pinggir sungai. Penduduk di sana memanfaatkan air sungai yang tawar itu sebagai
sumber air minum, pada musim panas. Tidak di semua tempat ada sumber air
bersih. Hanya di beberapa tempat yang
dekat dengan rawa sagu, di sana ada mata air yang layak untuk diminum. Pada
musim hujan, mereka memanfaatkan air hujan, dengan cara menampung di bak-bak
penampungan atau di drum-drum.
Pada kunjungan saya yang kesekian kali,
saya terheran-heran bahwa di pastoran itu ada air bersih dan layak minum.
Ternyata air itu berasal dari sumur yang dibor sampai pada kedalaman 40 meter. Pastor
paroki di sana, punya talenta (karunia) untuk menemukan sumber air bersih dan
layak minum. Penemuan itu telah mengubah suasana desa itu. Masyarakat bergembira
atas penemuan itu dan tidak pernah mengalami kesulitan air bersih lagi.
Saya meminta bantuannya untuk
mencarikan sumber air yang besar, untuk keperluan di rumah saya. Dengan cara
yang sangat unik namun penuh kepercayaan, dia melakukan pencarian itu. Dia
memulainya dengan doa, berkonsentrasi dan kemudian melangkah ke tempat sumber
air yang ditemukannya. Dia juga menyebut berapa meter kedalaman sumur itu.
Semuanya dilakukan dengan tenang dan dalam waktu yang singkat.
Heran / kagum adalah reaksi manusia
atas “suatu peristiwa yang dialaminya / dirasakannya namun (agak) sulit untuk dimengerti
/ dicerna / dikupas habis dengan menggunakan daya nalarnya. Ditulis dalam kisah
para rasul: “Hai orang Israel, mengapa kamu heran tentang kejadian itu dan
mengapa kamu menatap kami seolah-olah kami membuat orang ini berjalan karena
kuasa atau kesalehan kami sendiri?” ( kis 3: 12). Di dalam hati dan pikiran mereka ada
pertanyaan: “ Bagaimana mungkin hal itu bisa dilakukan oleh orang-orang biasa
(bahkan tidak berpendidikan / tidak berpengalaman, penganut agama baru)
?”. Bukankah mereka itu pengikut Yesus
(orang yang dituduh penghojat Allah) dan sudah mati dibunuh di kayu salib ?
Para rasul, “meggunakan keheranan /
kekaguman mereka itu sebagai sarana / jalan masuk untuk mengajar dan memperkenalkan
Yesus. Di balik rasa heran, ada “titik pengakuan akan kemuliaan, keindahan,
kebesaran dan kebijaksanaan Allah dalam hidup mereka, serta kerinduan untuk
bersatu dengan Dia”. Kedua rasul itu
peka, bahwa “ketika pintu hati mereka sedang terbuka, pewartaan akan kasih dan
karunia Allah sudah tiba saatnya untuk disampaikan”.
Ketika Yesus menampakkan diri kepada
para rasul, sesudah kebangkitan-Nya, apa yang terjadi ? “Mereka terkejut dan
takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu ( Luk 24:37). Atas situasi itu,
Yesus memberikan tanggapan: "Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul
keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku
sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan
tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku" ( Luk 24: 38-39).
Terkejut dan perasaan ragu-ragu atas
apa yang mereka lihat, adalah bagian dari kehidupan manusia. Yesus paham akan
hal itu. Ia menyadari bahwa mereka perlu waktu untuk memahami, mencerna dan
mengatasi “kesulitan / pergumulan pribadi” mereka. Ia pun membantu mereka untuk
lebih mengerti apa yang dialami dengan menggunakan “alat peraga”. Ia
memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka ( ayat 40). Alat peraga yang
dipergunakan Yesus bukan hanya 1 macam. Ketika mereka belum percaya karena
girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: "Adakah padamu
makanan di sini?. Mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng” ( ayat
41-42 ). Melalui tindakan itu, Yesus membuka pikiran mereka, sehingga mereka
mengerti arti kitab suci (ayat 45).
Dari beberapa butir renungan tadi, kita
dapat mengatakan bahwa rasa heran, takut, terkejut, ragu-ragu, gembira, sedih,
kecewa dll yang dialami oleh manusia, dapat menjadi jalan masuk untuk
menyampaikan “warta gembira / berita
keselamatan” yang diajarkan Yesus. Memang mungkin perlu waktu panjang, yang lain
membutuhkan alat peraga, yang lain lagi butuh “kesaksian hidup”. Semuanya itu dapat dipakai untuk “membuka
pikiran mereka dan mereka mengerti Kitab Suci, serta perdaya bahwa Yesus adalah
Anak Allah yang diutus untuk menyatakan kasih Allah kepada manusia.
Para rasul dan para pewarta (umat biasa, ketua
lingkungan, pastor, bruder, suster, guru-guru, pegawai negeri, ibu rumah
tangga, pegawai di lembaga mana pun, tukang parkir, buruh pabrik) meski tidak
seiman dengan kita adalah utusan. Mereka diutus Allah ( Yesus ) untuk
menunjukkan jalan keselamatan. Diri
mereka adalah alat peraga yaang amat ampuh untuk menghantar mereka kepada
Allah, Sumber Hidup dan Penyelamat umat manusia, yang kita imani melalui Yesus
– Anak-Nya yang tunggal.
Semoga para pembaca siap dan rela untuk
menjadi alat peraga bagi sesama yang merindukan kasih sayang Allah, pada hari
ini. Kalau bukan anda, siapa lagi ? Kalau tidak sekarang, kapan lagi ?
Komentar