KEMENAKAN

PEMBACA YANG BUDIMAN 

Syaloom....... 

Menghadiri misa pernikahan atau pun memimpin misa pernikahan, sudah sering saya alami. Lebih-lebih ketika menjadi pastor paroki, saya sering mempersiapkan calon-calon pengantin. Ada suatu kebahagiaan tersendiri ketika saya terlibat langsung dalam persiapan mereka. Selama 15 tahun bertugas sebagai pastor paroki di tanah Papua, telah ratusan pasang pengantin yang saya berkati. Pernah juga saya memberkati pengantin lebih dari 25 pasang sekaligus, ketika itu mereka mempersiapkan diri untuk menerima sakramen krisma.
 

Di sisi lain, saya tidak pernah punya kesempatan untuk menghadiri pernikahan kakak  dan adik kandung saya. Hampir semuanya sudah menikah, kecuali si bungsu. Rupanya dia masih belum punya pilihan. Hingga saat ini saya sudah mempunyai 11 orang kemenakan. Beberapa di antaranya bahkan sudah selesai kuliah.
 

Sabtu, 11 Mei 2013 saya berkesempatan untuk menghadiri pernikahan kemenakan saya di Salatiga. Namanya Laurentia Lucky. Dialah kemenakan perempuan pertama, anak dari adik saya. Adik saya ini adalah anak nomer 4. Kebetulan waktu itu, saya sedang mengikuti acara / pertemuan para pembina di Klaten. Saya minta ijin dan membolos untuk tidak mengikuti beberapa mata acara, sehingga “mengalami dari dekat suasana pernikahan di dalam lingkungan keluarga sendiri”.
 

Pemberkatan nikah Lucky dan Wawan dilaksanakan di gereja paroki St. Paulus Miki – Salatiga. Ketika saya masuk ke dalam gereja, saya ingat kembali peristiwa pernikahan tahun 1970. Pada waktu itu, tante saya yang menikah. Meski telah berlangsung 43 tahun yang silam, saya masih ingat peristiwa itu, karena saat itu adalah saat pertama kalinya saya ikut misa dalam bahasa Jawa. Tante mengenakan baju kebaja sedangkan om mengenakan “open jas”. Ketika Lucky dan Wawan menikah, tidak dirayakan misa, tetapi ibadat sabda saja. Kedua pengantin ini mengenakan pakaian daerah Jawa Tengah.
 

Saya duduk di bangku deretan belakang bersama dengan keluarga. Dari tempat duduk saya mengamati dan melihat kedua pengantin tampak bahagia, sesekali senyum menyungging di bibir mereka. Memang mereka berhak mengalami kebahagiaan itu, setelah mereka mempersiapkan diri untuk hari istimewa yang tidak akan pernah terulang lagi. Ketika mengucapkan janji perkawinan, kedua pengantin menghadap ke umat, sehingga kami semua dengan mudah melihat kebahagian yang tampak pada wajah mereka.

Saya tiba di gereja beberapa menit setelah upacara nikah baru saja dimulai. Karena itu keluarga besar saya tidak melihat kehadiran saya. Setelah upacara selesai, barulah saya mendekati seluruh keluarga dan kerabat saya. Hadir pada kesempatan ibu saya, kakak dan adik, om dan tante serta para kemenakan.  

Ayah dan ibu saya mempunyai 12 orang anak. 4 adik saya telah meninggal lebih dari 30 tahun yang lalu, sedangkan ayah meninggal 12 tahun yang lalu. Maka, pada saat pernikahan itu, keluarga kami tinggal ibu dan 8 orang kakak beradik. Semuanya bisa hadir pada kesempatan itu. Tidak disangka sebelumnya bahwa hari itu sekaligus merupakan hari reuni keluarga.  

Bersama dengan semua om dan tante, dan mereka yang masih punya hubungan keluarga dekat, kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama. Ternyata jumlahnya cukup banyak: 31 orang. Apalagi, setelah sekian lama tidak bertemu, terjadi suasana “pangling”  / tidak mengenali dengan mudah karena sudah tambah gemuk, tambah tinggi, dan tentu tambah tua. Maka pertemuan itu menjadi sungguh amat berarti.  
 
 

Pesta itu ternyata bukan hanya membawa kebahagiaan bagi kedua pengantin, tetapi juga untuk seluruh anggota keluarga, kerabat dan handai taulan. Pada saat itu terjadi “perjumpaan yang tidak  diduga sebelumnya” oleh banyak pihak / banyak orang. Mereka yang berjabat tangan erat-erat, kaum perempuan yang saling cipika-cipiki, dan aneka gerak yang mereka nyatakan, menunjukkan bahwa mereka adalah teman lama yang saat itu berjumpa kembali. Persekutuan dan persaudaraan yang dulu pernah terbina dihadirkan dan dialami kembali.  

Sabda Yesus: ”Siapa yang meninggalkan bapanya, ibunya, sudara dan saudari-nya akan mendapatkan seratus kali ganda, bapa, ibu, saudara dan saudari .......” benar-benar saya alami. Namun, ada tanggal 11 Mei 2013 yang lalu, Dia telah memberikan waktu dan kesempatan kepada saya untuk mendapatkan kembali saudara-saudari sekandung saya, bahkan ibu saya. Lengkaplah sudah kegembiraan dan terpenuhilah juga harapan saya. Maka, patutlah saya mengucapkan syukur kepada Dia yang telah memberikan semuanya itu kepada saya. 

Komentar

Postingan Populer