Vancouver Hari Ketiga
Rumah Keluarga Bpk Petrus dan Ibu Farida
Rumah Keluarga ini menjadi “Keuskupan semantara” selama Mgr Niko berada di Vancouver tgl 20 November – 1 Desember 2009. Udara yang dingin (5 derajat Celcius) tidak mengurangi kehangatan suasana dalam keluarga. Tiap hari ibu Farida sudah bangun, dan menyiapkan sarapan bagi seluruh anggota keluarga: pak Petrus, ibu Farida dan Wita (putri sulung mereka).
Hari itu, Sabtu 20 November 2009, saya bangun agak siang, jam 09.30. Pak Petrus dan ibu Farida sudah berangkat ke tempat kerja. Di rumah selain Wita, ada tamu dari Los Angeles: Ibu Lily, Jakoba (putri bu Lily) dan seorang cucu laki-laki yang masih kecil. Bu Lily meski sudah berusia 55 tahun tokh tetap gesit dan menyiapkan sarapan untuk kami. Setelah itu, kami siap-siap berangkat ke Universitas Katolik British Columbia (UBC), untuk mengikuti Seminar Hidup Baru, (SHB) bagi para anggota PDKK. Seminar ini dipandu oleh Bapak Henry dkk dari PDKK Karisma – Los Angeles.
Berlima kami menuju ke UBC, dengan mobil manis. Ibu Lily mengendarai sendiri mobil itu. Dengan petunjuk singkat dan tertulis dari pak Petrus, kami meluncur menuju tempat SHB. Jalanan mulus, lancar dan sejuk. Udara cukup dingin, sekitar 4 atau 5 derajat Celcius, namun di dalam mobil ada alat pemanas, sehingga kami tetap merasa nyaman. Ketika memasuki kawasan perumahan dan Mall, kami melihat beberapa papan petunjuk arah di persimpangan-persimpangan jalan, kami menjadi bingung. Kami tidak tahu arah kami harus ke mana ? Mobil sesudah mengarah ke Rumah Sakit British Columbia (RS BC), lalu berbalik arah lagi, karena kami ragu-ragu: jangan-jangan kami salah jalan.
Ibu Lily dengan sigap mengambil HP nya dan meminta bantuan rekannya untuk menunjukkan jalan dan arah untuk kami. Mobil kami keluar lagi ke jalan raya (antar kota) lalu memasuki lagi kawasan perumahan dan Mall yang telah kami lewati. Ternyata kami memang harus melewati jalan menuju ke RS BC, dan terus menuju kampus UBC. Akhirnya berkat petunjuk rekan tadi, tibalah kami di tempat yang dituju.
Orang-orang yang telah dibakar oleh api kasih Roh Kudus, telah merelakan dirinya untuk dijadikan saluran rahmat Tuhan bagi sesamanya. Ada begitu banyak umat Allah yang setelah mengikuti SHB dan membaharui diri, hidupnya menjadi baru, lebih rendah hati, penuh sukacita dan berani menjadi saksi akan kebaikan Allah kepada banyak orang. Terima kasih saudara-saudariku yang telah menjadi saluran berkat Tuhan kepada sesama. Kasih dan kesetiaan Tuhan yang mahabaik, pengasih dan penyayang, hadir dan dialami oleh sesama kita melalui anda.
Marilah kita mengucap syukur, bahwa kita diperkenankan Tuhan untuk ambil bagian dalam karya keselamatan-Nya dan menghantar banyak jiwa kepada-Nya.
Santap Siang Bersama
Ketika kami bergabung dengan peserta SHB, mereka sedang santap siang bersama. Hidangan ala Indonesia: nasi uduk, ayam kare, dan lalapan. Sebelum mencicipi hidangan itu, saya memberi salam satu per satu kepada mereka. Pada saat makan siang itulah, saya berkenalan dengan Bpk Henry (suami ibu Lily), Meneke, Bpk Robby dan Ny, dan masih banyak lagi, termasuk beberapa orang muda: Amadeus Pribowo, Alex, Rafaella, Meda.
Seusai makan siang, acara dilanjutkan lagi dengan pembahasan tentang Karunia-karunia Roh Kudus. Bpk Henry setelah meminta berkata dari Bapak Uskup, menguraikan betapa besar kasih Allah sehingga Ia mengaruniakan Roh Kudus kepada bangsa-bangsa lain, sama seperti yang diberikan kepada umat Yahudi. Dengan penumpangan tangan oleh para rasul, mereka yang telah menjadi percaya kepada Yesus, menerima karunia-karunia itu (Kis 8: 14-17). Pada masa kini, melalui penumpangan tangan uskup, umat Allah menerima anugerah Roh Kudus. Melalui doa bersama dalam Persekutuan Doa, para peserta diajak untuk menyadari kehadiran Roh Allah itu, dan meminta agar karunia-karunia yang telah mereka terima pada saat permandian dan krisma, diperbaharui dan “diaktifkan” dalam hidup mereka sehari-hari.
Atas dasar pembaharuan hidup, pengakuan akan “daya kekuatan Roh Kudus yang bekerja dalam diri mereka, mereka siap untuk diutus dan melayani saudara-saudarinya. Mereka menjadi lebih sering berdoa pribadi, doa bersama, membaca Kitab Suci, mengadakan persekutuan iman, saling mendoakan, lebih rajin menerima sakramen ekaristi, dan sakramen tobat. Mereka menjadi lebih rela berkorban, sabar, lebih mau memahani dan melayani sesama serta saling mengunjungi.
Memang ada saudara-saudari kita yang setelah mengikuti kegiatan SHB, PDKK dan kegiatan rohani lainnya menjadi sombong, keras kepala, sulit diatur. Namun jumlah saudara-saudari yang setia dan rendah hati jauh lebih banyak daripada jumlah mereka yang “menyusahkan kita”. Di sinilah letaknya, bahwa seruan dan ajakan untuk pembaharuan dan pertobatan perlu senantiasa menjadi bagian penting yang tidak boleh dilupakan.
Benarlah, bahwa manusia membutuhkan karunia Allah untuk hidup, berkarya dan menunjukkan kebaikan Allah kepada sesamanya. Tantangan dunia, tawaran yang menarik pada jaman ini, dan hidangan yang siap saji ada di mana-mana. Sementara itu, kebaikan, kemurahan, dan kesetiaan Tuhan perlu didengarkan, direnungkan, dicerna dan dihidupi. Hal ini membutuhkan waktu dan kesabaran, ketenangan dan kesetiaan. Di sinilah letaknya manusia pada jaman ini, segan untuk “duduk diam namun aktif di hadapan Tuhan, bersama sesama dan alam semesta”.
Manusia jaman ini lebih suka yang “bergerak, berwarna-warni, ramai dengan musik, berpenampilan yang berbeda: baju/celana robek-robek, pakai anting-anting dobel-dobel, rambut dicat”. Sedangkan di hadapan Tuhan, yang diperlukan adalah kehadiran dan ketenangan batin. Barang-barang duniawi yang dibutuhkan dalam hidup harian, ketika seseorang “duduk dengan tenang di ruangan tersendiri / di kamar pribadi untuk menghadap Sang Pencipta, tidak diperlukan.
Dalam ketenangan itu, Pribadi Allah dan pribadi manusia bertemu, berdialog dari hati ke hati. Roh Allah dan roh manusia bertemu, Hati Allah dan hati manusia saling memahami, saling aktif menyapa dalam ketenangan yang luar biasa. Maka setelah semuanya itu berlangsung, yang ada adalah rasa syukur, bahwa manusia yang hina dan tidak punya apa-apa ini “diperkenankan hadir di hadapanNya” dan mengalami kebaikan-Nya yang begitu mengagumkan. Pengalaman akan Allah dan kasih-Nya ini, menghantar orang pada pembaharuan hidup. Allah bekerja lebih dahsyat pada orang-orang yang mendasarkan dan mengarahkan hidupnya kepada-Nya.
Bersambung
Rumah Keluarga ini menjadi “Keuskupan semantara” selama Mgr Niko berada di Vancouver tgl 20 November – 1 Desember 2009. Udara yang dingin (5 derajat Celcius) tidak mengurangi kehangatan suasana dalam keluarga. Tiap hari ibu Farida sudah bangun, dan menyiapkan sarapan bagi seluruh anggota keluarga: pak Petrus, ibu Farida dan Wita (putri sulung mereka).
Hari itu, Sabtu 20 November 2009, saya bangun agak siang, jam 09.30. Pak Petrus dan ibu Farida sudah berangkat ke tempat kerja. Di rumah selain Wita, ada tamu dari Los Angeles: Ibu Lily, Jakoba (putri bu Lily) dan seorang cucu laki-laki yang masih kecil. Bu Lily meski sudah berusia 55 tahun tokh tetap gesit dan menyiapkan sarapan untuk kami. Setelah itu, kami siap-siap berangkat ke Universitas Katolik British Columbia (UBC), untuk mengikuti Seminar Hidup Baru, (SHB) bagi para anggota PDKK. Seminar ini dipandu oleh Bapak Henry dkk dari PDKK Karisma – Los Angeles.
Berlima kami menuju ke UBC, dengan mobil manis. Ibu Lily mengendarai sendiri mobil itu. Dengan petunjuk singkat dan tertulis dari pak Petrus, kami meluncur menuju tempat SHB. Jalanan mulus, lancar dan sejuk. Udara cukup dingin, sekitar 4 atau 5 derajat Celcius, namun di dalam mobil ada alat pemanas, sehingga kami tetap merasa nyaman. Ketika memasuki kawasan perumahan dan Mall, kami melihat beberapa papan petunjuk arah di persimpangan-persimpangan jalan, kami menjadi bingung. Kami tidak tahu arah kami harus ke mana ? Mobil sesudah mengarah ke Rumah Sakit British Columbia (RS BC), lalu berbalik arah lagi, karena kami ragu-ragu: jangan-jangan kami salah jalan.
Ibu Lily dengan sigap mengambil HP nya dan meminta bantuan rekannya untuk menunjukkan jalan dan arah untuk kami. Mobil kami keluar lagi ke jalan raya (antar kota) lalu memasuki lagi kawasan perumahan dan Mall yang telah kami lewati. Ternyata kami memang harus melewati jalan menuju ke RS BC, dan terus menuju kampus UBC. Akhirnya berkat petunjuk rekan tadi, tibalah kami di tempat yang dituju.
Orang-orang yang telah dibakar oleh api kasih Roh Kudus, telah merelakan dirinya untuk dijadikan saluran rahmat Tuhan bagi sesamanya. Ada begitu banyak umat Allah yang setelah mengikuti SHB dan membaharui diri, hidupnya menjadi baru, lebih rendah hati, penuh sukacita dan berani menjadi saksi akan kebaikan Allah kepada banyak orang. Terima kasih saudara-saudariku yang telah menjadi saluran berkat Tuhan kepada sesama. Kasih dan kesetiaan Tuhan yang mahabaik, pengasih dan penyayang, hadir dan dialami oleh sesama kita melalui anda.
Marilah kita mengucap syukur, bahwa kita diperkenankan Tuhan untuk ambil bagian dalam karya keselamatan-Nya dan menghantar banyak jiwa kepada-Nya.
Santap Siang Bersama
Ketika kami bergabung dengan peserta SHB, mereka sedang santap siang bersama. Hidangan ala Indonesia: nasi uduk, ayam kare, dan lalapan. Sebelum mencicipi hidangan itu, saya memberi salam satu per satu kepada mereka. Pada saat makan siang itulah, saya berkenalan dengan Bpk Henry (suami ibu Lily), Meneke, Bpk Robby dan Ny, dan masih banyak lagi, termasuk beberapa orang muda: Amadeus Pribowo, Alex, Rafaella, Meda.
Seusai makan siang, acara dilanjutkan lagi dengan pembahasan tentang Karunia-karunia Roh Kudus. Bpk Henry setelah meminta berkata dari Bapak Uskup, menguraikan betapa besar kasih Allah sehingga Ia mengaruniakan Roh Kudus kepada bangsa-bangsa lain, sama seperti yang diberikan kepada umat Yahudi. Dengan penumpangan tangan oleh para rasul, mereka yang telah menjadi percaya kepada Yesus, menerima karunia-karunia itu (Kis 8: 14-17). Pada masa kini, melalui penumpangan tangan uskup, umat Allah menerima anugerah Roh Kudus. Melalui doa bersama dalam Persekutuan Doa, para peserta diajak untuk menyadari kehadiran Roh Allah itu, dan meminta agar karunia-karunia yang telah mereka terima pada saat permandian dan krisma, diperbaharui dan “diaktifkan” dalam hidup mereka sehari-hari.
Atas dasar pembaharuan hidup, pengakuan akan “daya kekuatan Roh Kudus yang bekerja dalam diri mereka, mereka siap untuk diutus dan melayani saudara-saudarinya. Mereka menjadi lebih sering berdoa pribadi, doa bersama, membaca Kitab Suci, mengadakan persekutuan iman, saling mendoakan, lebih rajin menerima sakramen ekaristi, dan sakramen tobat. Mereka menjadi lebih rela berkorban, sabar, lebih mau memahani dan melayani sesama serta saling mengunjungi.
Memang ada saudara-saudari kita yang setelah mengikuti kegiatan SHB, PDKK dan kegiatan rohani lainnya menjadi sombong, keras kepala, sulit diatur. Namun jumlah saudara-saudari yang setia dan rendah hati jauh lebih banyak daripada jumlah mereka yang “menyusahkan kita”. Di sinilah letaknya, bahwa seruan dan ajakan untuk pembaharuan dan pertobatan perlu senantiasa menjadi bagian penting yang tidak boleh dilupakan.
Benarlah, bahwa manusia membutuhkan karunia Allah untuk hidup, berkarya dan menunjukkan kebaikan Allah kepada sesamanya. Tantangan dunia, tawaran yang menarik pada jaman ini, dan hidangan yang siap saji ada di mana-mana. Sementara itu, kebaikan, kemurahan, dan kesetiaan Tuhan perlu didengarkan, direnungkan, dicerna dan dihidupi. Hal ini membutuhkan waktu dan kesabaran, ketenangan dan kesetiaan. Di sinilah letaknya manusia pada jaman ini, segan untuk “duduk diam namun aktif di hadapan Tuhan, bersama sesama dan alam semesta”.
Manusia jaman ini lebih suka yang “bergerak, berwarna-warni, ramai dengan musik, berpenampilan yang berbeda: baju/celana robek-robek, pakai anting-anting dobel-dobel, rambut dicat”. Sedangkan di hadapan Tuhan, yang diperlukan adalah kehadiran dan ketenangan batin. Barang-barang duniawi yang dibutuhkan dalam hidup harian, ketika seseorang “duduk dengan tenang di ruangan tersendiri / di kamar pribadi untuk menghadap Sang Pencipta, tidak diperlukan.
Dalam ketenangan itu, Pribadi Allah dan pribadi manusia bertemu, berdialog dari hati ke hati. Roh Allah dan roh manusia bertemu, Hati Allah dan hati manusia saling memahami, saling aktif menyapa dalam ketenangan yang luar biasa. Maka setelah semuanya itu berlangsung, yang ada adalah rasa syukur, bahwa manusia yang hina dan tidak punya apa-apa ini “diperkenankan hadir di hadapanNya” dan mengalami kebaikan-Nya yang begitu mengagumkan. Pengalaman akan Allah dan kasih-Nya ini, menghantar orang pada pembaharuan hidup. Allah bekerja lebih dahsyat pada orang-orang yang mendasarkan dan mengarahkan hidupnya kepada-Nya.
Bersambung
Komentar