Adorasi Sakramen Mahakudus
Sakramen Mahakudus ditahtakan, kiranya lebih tepat “dihadirkan” di tengah-tengah para peserta SHB. Sembah sujud, syukur, hormat, haru, “kehinaan dan ketidakpantasan diri untuk hadir di hadapan-Nya” mewarnai suasana batin mereka malam itu. Wujud-Nya memang “ROTI BULAT PUTIH”, namun atas dasar iman yang diwariskan para rasul kepada Gereja Katolik, dalam wujud itu Pribadi Yesus yang utuh dan penuh. Wujud yang sederhana, tenang, namun agung dan menampakkan kasih Allah Bapa yang bulat / total kepada setiap manusia.
Di dalam keheningan, masing-masing hadir di “hadirat-Nya”, artinya Pribadi Allah dan pribadi manusia “hadir, ada, terasakan dan nyata”. Maka, ketika Sakramen itu diantar keliling oleh Uskup, mata insani mereka memang melihat “roti putih” namun mata iman mereka mengalami Yesus yang mengunjungi mereka, yang mengasihi dan menyapa, yang menghibur dan mau mendengar isi hati, harapan, dan kebutuhan mereka secara pribadi.
Betapa luar biasa, mengagumkan dan amat membahagiakan bahwa manusia yang penuh dengan kelemahan dan dosa mengunjungi dan “dikunjungi, disapa, dikasihi dan diampuni bahkan ada yang disembuhkan” Allah melalui diri Yesus, bersama saudara-saudari seiman. Manusia “beracara, beraktivitas, berekreasi, ber-sharing, bernyanyi, bersukacita, dan berdamai dengan Allah”. Dalam situasi ini, bisa dikatakan manusia sudah mengalami kebahagiaan surga, meskipun masih berada di dunia ini. Di surga kelak, semuanya akan dialami secaa lebih penuh dan sempurna.
Kegiatan SHB malam itu, diakhiri dengan memohon anugerah Roh Kudus. Para peserta satu per satu didoakan. Ada beberapa yang “resting in the spirit” , ada yang bernyanyi memuji Allah, ada pula yang “berbahasa roh” . Memang sulit dijelaskan apa dan bagimana, namun bagi mereka yang telah mengalaminya “hal itu adalah nyata dan membahagiakan”.
“Resting in the spirit”, kemampuan berbahasa roh dan aneka anugerah lain, dapat dikatakan “merupakan bonus dari Allah”. Bonus adalah pemberian bebas dari Allah, bukan karena jasa / tuntutan manusia meskipun ia adalah makhluk yang saleh. Maka bonus itu bukanlah yang utama. Yang utama adalah Allah sendiri (Sang Pemberi Bonus), dan bahwa manusia sungguh-sungguh dicintai Allah karena manusia adalah citra Allah.
Setelah berkat Tuhan melalui Uskup Niko, lagu “Kucinta Keluarga Tuhan” dinyanyikan untuk mengakhiri kegiatan malam itu, sambil para peserta berjabat tangan, tanda kegembiraan, sukacita, damai dan kebahagiaan hari itu adalah “milik mereka semua yang telah disatukan sebagai keluarga Tuhan”.
Di dalam keheningan, masing-masing hadir di “hadirat-Nya”, artinya Pribadi Allah dan pribadi manusia “hadir, ada, terasakan dan nyata”. Maka, ketika Sakramen itu diantar keliling oleh Uskup, mata insani mereka memang melihat “roti putih” namun mata iman mereka mengalami Yesus yang mengunjungi mereka, yang mengasihi dan menyapa, yang menghibur dan mau mendengar isi hati, harapan, dan kebutuhan mereka secara pribadi.
Betapa luar biasa, mengagumkan dan amat membahagiakan bahwa manusia yang penuh dengan kelemahan dan dosa mengunjungi dan “dikunjungi, disapa, dikasihi dan diampuni bahkan ada yang disembuhkan” Allah melalui diri Yesus, bersama saudara-saudari seiman. Manusia “beracara, beraktivitas, berekreasi, ber-sharing, bernyanyi, bersukacita, dan berdamai dengan Allah”. Dalam situasi ini, bisa dikatakan manusia sudah mengalami kebahagiaan surga, meskipun masih berada di dunia ini. Di surga kelak, semuanya akan dialami secaa lebih penuh dan sempurna.
Kegiatan SHB malam itu, diakhiri dengan memohon anugerah Roh Kudus. Para peserta satu per satu didoakan. Ada beberapa yang “resting in the spirit” , ada yang bernyanyi memuji Allah, ada pula yang “berbahasa roh” . Memang sulit dijelaskan apa dan bagimana, namun bagi mereka yang telah mengalaminya “hal itu adalah nyata dan membahagiakan”.
“Resting in the spirit”, kemampuan berbahasa roh dan aneka anugerah lain, dapat dikatakan “merupakan bonus dari Allah”. Bonus adalah pemberian bebas dari Allah, bukan karena jasa / tuntutan manusia meskipun ia adalah makhluk yang saleh. Maka bonus itu bukanlah yang utama. Yang utama adalah Allah sendiri (Sang Pemberi Bonus), dan bahwa manusia sungguh-sungguh dicintai Allah karena manusia adalah citra Allah.
Setelah berkat Tuhan melalui Uskup Niko, lagu “Kucinta Keluarga Tuhan” dinyanyikan untuk mengakhiri kegiatan malam itu, sambil para peserta berjabat tangan, tanda kegembiraan, sukacita, damai dan kebahagiaan hari itu adalah “milik mereka semua yang telah disatukan sebagai keluarga Tuhan”.
Komentar