RENUNGAN HARIAN
TGL 1 JUNI 22
Hari ini secara nasional kita memperingati Hari Lahirnya Pancasila.
Pancasila ditetapkan sbg rumusan tetap dan resmi, tgl 1 Juni 1945 oleh
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), kemudian ditetapkan sbg Dasar
Negara RI tgl 17 Agustus 1945.
Secara liturgis, hari ini kita msmperingati 1 org kudus: St. Yustinus -
martir. Mula2 ia bingung dan bimbang tentang siapakah Yesus itu. Dlm
kebimbangan itu, dia dinasehati utk rajin berdoa agar mendapat terang surgawi
shg dpt memahami misteri itu.
Ia juga belajar filsafat dan kitab suci, sehingga kemudian memahami dan
mengimani ajaran yg benar. Dia selanjutnya menjadi pengajar dan pembela iman.
Karena pembelaan itu, dia ditangkap dan diadili di Roma. Dia dipenggal
kepalanya tgl 165.
Dalam 1Kor 1: 18-25 Paulus menyapa umatnya: "Sdr2, pemberitaan
tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi
kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. Ada tertulis:
"Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan
orang-orang bijak akan Kulenyapkan."
Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah
pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi
kebodohan? Dalam hikmat Allah, karena dunia tidak mengenal Allah oleh hikmatnya,
Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan
Injil.
Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari
hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan. Untuk orang-orang
Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan,
tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan
Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang
lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.
Matius dalam injilnya (5: 13-19) mewartakan dalam kotbah di bukit, Yesus
bersabda: "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan
apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak
orang.
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak
mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya
di bawah gantang, tetapi di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di
dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum
Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan
untuk menggenapinya. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi
ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat,
sebelum semuanya terjadi.
Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat
sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia
akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa
yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan
menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.
Hikmah yg dpt kita petik:
1. Ditegaskan Paulus: "Pemberitaan tentang salib memang
adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang
diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah".
Sudah sejak jaman para rasul bhw pemberitaan ttg salib banyak
tantangannya: dipandang bodoh, hina, dihukum Allah, org berdosa dll. Maka,
siapa pun yg mewartakan hendaknya menyadari dan memahami bhw derita,
sakit, dihina adalah resiko yg harus diterima.
2. Yesus bersabda: "Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan
bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat,
sebelum semuanya terjadi".
Yesus memberi teladan yaitu menghargai apa yg sudah ada, bahkan
menggenapinya, bukan meniadakannya. Maka, siapa pun baik pewarta / ketua /
penanggung jawab / pejabat apa pun hendaknya bijaksana dalam menyikapi aturan /
pedoman / tata cara yg sudah lama dihidupi umat / masyarakat. Amin. (Mgr
Nico Adi MSC).
Komentar