OLEH-OLEH DARI DESA KABE - KAB. MAPPI / PAPUA
PEMBACA
YANG BUDIMAN
SAYA HADIRKAN DALAM LEMBARAN BERIKUT INI, OLEH-OLEH PERJALANAN PELAYANAN SAYA KE DESA KABE, SEKIAN TAHUN YANG SILAM. SEMOGA ANDA MENEMUKAN BUTIR-BUTIR INSPIRASI DI DALAMNYA.
Tanggal 26 Juni 2015, kami mengadakan perjalanan dari Kepi ke Kabe. Sesudah makan siang, kami (Mgr. Niko dan Pater Igo Sarkol MSC) berangkat dari Kepi dengan menumpang mobil pastoran sampai di Agham, pusat Kuasi Paroki. Perjalanan sejauh 15 km itu ditempuh dalam waktu 30 menit. Di pusat paroki telah banyak umat yang mempersiapkan perayaan krisma, namun kami tidak singgah, karena kami harus sampai di stasi Kabe pada hari yang sama.
Dari
Agham, kami ( Mgr Niko, Pater Igo dan bpk Paskalis serta Leo – driver) menuju
Kabe dengan menumpang speed-boat, sedangkan rombongan misdinar menumpang perahu
kayu. Mereka berjumlah 15 orang, dan dikawal oleh Paskalina dan beberapa orang
muda. Perjalanan kami ke Kabe membutuhkan waktu 2 jam. Jam 15.30 kami
tiba di Kabe dan dijemput oleh Kepala kampung dan beberapa anggota dewan.
Di
pintu gerbang, rombongan uskup berhenti sejak karena ada upacara penyambutan
secara sederhana. Mula-mula uskup diminta untuk menginjak 2 tombak. Tombak yang
dulu dipergunakan untuk berperang “dipatahkan”, artinya mereka tidak lagi akan
berperang / mencelakakan musuh, tetapi telah memilih untuk hidup berdamai.
Sesudah itu, uskup menginjak potongan-potongan bambu. Maknanya adalah
“bambu yang dulu dipergunakan untuk menyayat daging manusia” telah mereka buang
jauh-jauh. Tidak ada lagi orang yang makan daging manusia. Mereka memilih
hidup baru dengan memandang sesama manusia adalah sahabat yang harus dihormati
martabatnya dan didorong untuk hidup sebagai manusia yang beradab.
Mulai dari pintu gerbang sampai ke tempat penginapan, uskup dan rombongan dihantar oleh umat dan para calon krisma dengan tarian adat. Dengan iringan tifa, mereka menari sepanjang jalan dan bersukacita sebab gembala mereka yang telah lama mereka rindukan telah tiba di kampung mereka. Tua muda, besar kecil turut berpartisipasi dalam tarian adat itu. Meski berasal dari kampung yang berbeda, ketika menari adat, mereka melakukan gerakan yang sama.
Mereka mengenakan baju
tari seadanya, bahkan terkesan amat biasa, karena hiasan tarian itu ala
kadarnya, dan pada umumnya diambil dari alam sekitar ( rumput rawa, bulu
burung bangau putih, topi bulu kasuari dan janur kuning). Uskup dan rombongan
dihantar ke tempat penginapan, rumah milik pak David, seorang guru SD. Kepada
umat dan ketua-ketua stasi yang menjemput dan mengantar uskup dan rombongan,
uskup memberikan kata-kata sambutan. Kepada mereka semua diucapkan banyak
terima kasih atas penyambutan, dan kegembiraan yang telah mereka
tunjukkan.
Sesudah
istirahat sejenak, uskup bertemu dengan para calon krisma yang berjumlah 98
orang. Mereka berasal dari stasi Kabe (36 orang) , Sumur Aman ( 55 orang)
dan Ghaumi ( 7 orang). Uskup memberikan persiapan terakhir kepada mereka.
Doa-doa umum: Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan, Doa Tobat dan Aku Percaya
didoakan bersama-sama. Salah satu tujuannya adalah doa-doa yang sudah dilupakan
/ tidak biasa diucapkan secara pribadi, disegarkan kembali. Dan memang “doa
tobat dan aku percaya” sering agak dilupakan.
Di
antara mereka ternyata ada 5 pasang yang belum menikah. Mengingat bahwa
belum tentu 2 bulan kemudian akan ada kunjungan / pelayanan pastor ke kampung mereka,
dan juga supaya tidak membiarkan mereka hidup kumpul kebo, mereka disarankan
untuk membereskan relasi mereka. Juga mengingat bahwa mereka sudah membuat
persiapan krisma, dan pasangan itu juga setuju untuk dinikahkan, sebelum
menerima sakramen krisma pernikahan mereka diteguhkan lebih dahulu. Dengan
demikian, tidak ada seorang pun yang tertinggal. Semuanya gembira dan berpesta
iman.
Pelayanan
krisma ternyata bukan hanya secara sosial mempersatukan umat dari
kampung-kampung, dan bertemu dengan sanak-saudara mereka, tetapi juga
memberikan kegembiraan dan kekuatan iman. Banyak peserta yang menerima
pembinaan iman, menerima sakramen pengakuan dan sakramen ekaristi. Bagi mereka
yang perkawinannya belum beres, halangan-halangan yang membuat kehidupan keluarga
mereka tidak berahmat diselesaikan. Mereka kemudian dapat menerima keutuhan
kehidupan kristiani. Mereka diperkenankan untuk menerima sakramen-sakramen
lainnya, dan bahkan boleh ambil bagian secara penuh dalam pelayanan. Pada
kesempatan yang akan datang, anak-anak mereka pun boleh menerima baptisan. Bila
sudah tiba waktunya, mereka pun dapat dipilih menjadi pelayan umat,
sebagai anggota dewan stasi atau pengurus stasi.
Kehadiran
uskup bukan semata-mata dilihat sebagai kunjungan pimpinan umat, tetapi tanda
kunjungan Kristus sendiri. Mereka merasa tergugah untuk membereskan hidup
mereka, sehingga pada kesempatan yang berbahagia itu, mereka dapat mengambil
bagian secara penuh pada pesta iman di kampung mereka. Kunjungan itu merupakan
kesempatan yang indah untuk memuaskan dahaga rohani mereka.
Sesudah
perayaan krisma selesai, puluhan kaum muda minta didoakan karena mereka sudah
menikah sekian lama namun belum dikaruniai anak. Mereka menyerahkan diri kepada
keagungan dan kemurahan ilahi melalui tangan dan doa bapa uskup. Ada banyak
yang sakit dan 1 orang yang penglihatannya sudah amat kabur, minta didoakan
agar mendapatkan kesembuhan. Uskup bukan saja pemimpin, tetapi juga pendoa.
Mereka percaya bahwa dengan doa yang dipanjatkan oleh uskup, harapan dan
kerinduan mereka dikabulkan oleh Allah yang pemberi karunia.
Mereka
pulang dengan sukacita sesudah didoakan. Kepada pasangan-pasangan yang belum
punya anak, mereka diberi air berkat. Sebelum minum air berkat itu, mereka
terlebih dahulu berdoa 3 x salam Maria. Juga mereka disarankan untuk
banyak makan sayur-sayuran. Memang telah banyak pasangan setelah
didoakan, mendapatkan buah hati yang mereka rindukan.
Setelah makan siang, uskup dan rombongan diantar ke pelabuhan untuk ke Sumur Aman, sebuah kampung yang terletak di muara sungai Kock. Dengan sukacita umat mengantar kami untuk kembali melanjutkan pelayanan / kunjungan pastoral di tempat lain. Jam 2 siang kami meninggalkan Kabe, menuju ke Sumur Aman. Perjalanan ditempuh dalam waktu 1 jam. Selamat tinggal umatku di Kabe dan selamat menikmati serta mengisi hidup dalam rahmat Tuhan.
Komentar