GUA MARIA CERMIN KEKUDUSAN - AUTRIOP / TANAH MERAH

GUA MARIA CERMIN KEKUDUSAN

Autriop nama kampung itu.  Tempat ini dijadikan pusat pelayanan untuk umat paroki Kristus Bangkit - Wakariop, karena letaknya strategis, di jalan raya Tanah Merah - Mindiptana, mudah dijangkau, dan banyak faktor lain lagi yang membuat kampung ini cepat berkembang. Jaraknya kira-kira 50 km dari Tanah Merah. Sedangkan kampung Wakariop yang dulu menjadi pusat paroki, selain tempatnya terpencil ( 30 km dari Tanah Merah) dan tidak strategis, pelan-pelan ditinggalkan penduduknya yang mencari kerja di Tanah Merah. 

Tanah Merah adalah ibukota kabupaten Boven Digul. Jaraknya kira-kira 420 km dari Merauke. Untuk mencapai tempat ini, orang bisa naik mobil dari Merauke selama kira-kira 8 - 10 jam, ketika musim kering. Ketika musim hujan, karena jalanan becek dan berlumpur di beberapa tempat, perjalanan bisa menjadi lebih lama. Ongkosnya Rp. 600.000,- Orang juga bisa naik pesawat kecil selama 1 jam 10 menit, dengan biaya Rp. 1,500.000 per penumpang.  Bisa juga penumpang naik kapal selama 3 hari dengan biaya Rp. 200.000,- melalui laut dan sungai Digul. 

Uskup dan rombongan Bupati berangkat dari Tanah Merah dengan mobil menuju Autriop. Kira-kira jam 13.00 rombongan tiba di sana. Rombongan disambut oleh pastor Vikep, umat dan aparat kampung dengan penjemputan tarian "danda" ( tari persaudaraan ), di depan gapura dan dihantar menuju ke pastoran.  Setelah kata-kata sambutan dan ucapan terima kasih, umat membubarkan diri supaya bersiap-siap untuk acara sore harinya. 

Hari itu, 11 Juni 2016, umat beriman berkumpul di depan pastoran, sekitar jam 18.30.  Jumlah mereka lebih dari 200 orang. Cuaca bagus dan tidak tampak tanda-tanda akan hujan. Kami semua siap untuk menuju ke gua Maria. Letaknya cukup dekat dari pastoran, sekitar 5 – 6 menit jalan kaki.  Sebelum sampai ke gua, ada acara singkat di depan rumah adat Wambon ( suku Mandobo ).  Di rumah adat ini, disimpan pakaian-pakaian adat dan semua alat yang perlu untuk tarian adat.

Saat itu hari sudah mulai malam. Jalan menuju ke rumah adat pun tidak kelihatan. Dengan bantuan senter seadanya, kami berjalan menuju ke sana. Yang lain berjalan mengikuti rombongan di depan mereka dalam kegelapan. Tibalah kami di depan rumah adat. Bupati memotong tali adat, dengan terlebih dahulu mengucapkan mohon berkat Tuhan dan restu nenek moyang. Setelah tali dipotong, beliau mempersilakan umat Allah berjalan mendahuluinya untuk menuju ke gua. Uskup, para imam dan bupati berjalan di belakang umat dan menuju ke gua juga.

Memotong tali adat

Memotong tali adat dapat diartikan bahwa secara adat, tidak ada halangan apa pun untuk memasuki daerah dan kehidupan masyarakat setempat. Dengan tulus, mereka menerima ajaran iman, mengikutinya dengan setia, karena apa yang diajarkan oleh Yesus sejalan dengan apa yang mereka temukan dan mereka hayati dalam adat mereka. Sebaliknya, bagi pengajar iman katolik, apa yang ada di dalam adat diangkat dan dimurnikan oleh rahmat Allah.  Proses inkulturasi telah terjadi. Iman katolik dihayati sesuai dengan situasi dan kehidupan mereka. Mereka tidak dicabut dari budaya dan adat mereka sendiri.

Misa

Kali ini misa dipimpin oleh Mgr. Niko (uskup agung Merauke). Di tempat yang sama telah dilaksanakan beberapa kali misa yang dipimpin oleh Vikep Mindiptana, pastor paroki dan juga misa konselebrasi dalam rangka rekoleksi para biarawan-wati se kevikepan Mindiptana.  Bagaimana ceritanya sehingga tempat itu dipilih sebagai tempat untuk merayakan ekaristi dan tempat didirikannya gua Maria ?

Satu setengah tahun yang lalu, tepatnya tanggal 14 September 2014, di tempat itu ditemukan mata air. Penemunya adalah P. Widi Hargono MSC. Debit airnya besar dan kualitas airnya sungguh luar biasa. Air itu mengalir sepanjang tahun. Meskipun tidak difilter atau tidak direbus, tingkat kemurniannya tinggi sekali, jauh di atas air minum botolan pada umumnya. Kandungan unsur logam dan unsur-unsur lainnya amat rendah, tidak berbau dan warnanya jernih. Di tempat itu ada 2 mata air. Letaknya saling berhadapan. Dua-duanya punya kualitas yang sama.


Pemberkatan Gua Maria

Sebagai tanda terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan air yang baik dan berkualitas itu, dibangunlah di sana gua Maria. Saat ini gua Marianya sudah selesai dibangun. Tingginya kira-kira 4 meter. Warnanya coklat,  sesuai dengan warna tanah yang ada di sekitarnya. Letaknya di lereng bukit, di dekat mata air.

Patung Maria yang sudah disiapkan itu, ditempatkan di stasi Ginggimop. Beberapa waktu yang lalu,  dengan khidmat dan sukacita, umat mengarak patung itu dari stasi Ginggimop sejauh 6 kilo mter, menuju Autriop.  Mereka berjalan dengan kaki telanjang mulai jam 3 sore hingga tiba di gua yang sudah disiapkan. Misa kudus dilangsungkan di depan gua, oleh beberapa imam. Patung itu warnanya putih dan berikatkan kain biru di pinggangnya, seperti patung Maria di gua Lourdes. Patung itu tingginya kira-kira 1 meter.

Tanggal 11 Juni 2016, gua Maria “Cermin Kesucian” diberkati oleh Mgr. Niko MSC dalam misa konselebrasi bersama dengan P. Jan Sareta MSC, P Jhems Kumolontang MSC, dan P. Widi Hargono MSC (pastor paroki). Sekitar 300 umat hadir pada kesempatan itu, mereka datang dari stasi Wakariop, Arimop, Arua, Arimbet, Tinggam, Ogenetan dll.  Bukit di sekitar gua masih sangat alamiah. Dinding-dinding bukit yang masih berupa tanah merah, kelihatan di mana-mana. Jalan setapak yang belum disemen / dikeraskan juga dilalui para peziarah mulai dari jalan raya sampai ke sekitar gua.

Di banyak tempat, ketika ziarah dan gua Maria baru dimulai, keadaan tempat dan wilayah itu pada umumnya amat sederhana, alamiah dan belum teratur. Di sana, pada saat itu, tidak ada warung makan, atau tempat penginapan, atau pun kios-kios yang menjual kebutuhan para peziarah. Beberapa tahun kemudian, suasananya berubah. Toko-toko, restoran, hotel-hotel bermunculan, kehidupan masyarakat di sana pun makin sejahtera.  Itu tanda bahwa kehidupan masyarakat dan keimanan mereka pun berubah. 

Mereka menjadi orang-orang yang percaya dan makin dekat dengan Allah dan sesamanya.  Toko-toko benda-benda rohani, restoran dan hotel-hotel bila hanya “menawarkan jasa dan mengejar keuntungan”,  perlahan-lahan akan bangkrut. Namun bila mereka memberikan pelayanan, dengan mengutamakan ketenteraman, kepastian, kejujuran, pengertian, kesabaran, persaudaraan, kesetiaan dan kemurahan hati, usaha mereka akan berumur panjang. Pelanggan mereka akan datang kembali dan semakin banyak.

Bunda Maria yang telah percaya bahwa “apa yang dikatakan Tuhan kepadanya akan terlaksana” bukan hanya menjadi saluran berkat di tempat-tempat lain. Di Autriop pun, bunda akan melakukan hal yang sama bagi umat di wilayah ini.  Bunda mencintai umat di mana pun, terlebih mereka yang bersama dia mengejar kesucian dalam kehidupan sehari-hari.  Untuk itu, bunda Maria juga mengajak umat Autriop, umat paroki Wakariop dan sekitarnya menjadi penggerak umat Allah dalam mengusahakan kesucian hidup. 

Perlu diusahakan agar umat hidup dalam suasana damai, tahu kerja keras, rumah-rumah dan halaman bersih dan teratur.  Di kampung ini tidak ada perjudian, kemabukan, perkelahian, narkoba, ketegangan dll.  Sebaliknya, penduduk kampung ini ramah tamah, bersahabat, makan minum terjamin, tahu menjaga keamanan dan kebersihan. Dengan demikian, akan banyak orang yang datang ke sini, dan turut serta mengucap syukur atas anugerah yang dianugerahkan Allah kepada umat di sini.

Tempat-tempat ziarah yang sering dikunjungi merupakan bukti nyata bahwa di sana “berkat dan rahmat surgawi ada, nyata dan dialami oleh banyak orang”.  Berkat dan rahmat surgawi ini mengalir bukan hanya bagi orang-orang katolik, tetapi juga kepada orang-orang yang berkehendak baik.  Dan semakin rahmat itu mengalir, semakin banyak orang pula yang pergi ke sana untuk berziarah. Malah mereka yang dulu pernah mengalami kasih Allah itu, mengajak banyak orang untuk turut bersyukur dan memohon rahmat yang baru untuk kehidupan selanjutnya.

Hujan berkat

Seluruh upacara berlangsung dalam suasana yang sejuk, dan alami karena diselenggarakan di sekitar gua yang memang masih sangat alami.  Tamu-tamu duduk di bawah tenda darurat, yang lain duduk di pelataran gua yang masih berupa tanah liat. Yang lain lagi duduk di trap-trapan tanah liat namun kering.  Cahaya lampu pun tidak mampu menerangi semua area, karena memang persediaan semua sambungan listrik juga amat terbatas. Meski demikian, kegembiraan umat dan kekhidmatan ibadah syukur tidak terganggu oleh keterbatasan sarana.

Koor kelompok kerahiman yang sudah berlatih beberapa hari, di bawah pimpinan Sr. Ina ALMA menjadi motor lagu-lagu pada perayaan itu.  Lagu-lagu untuk misa dipilih dan disesuaikan dengan yang dikenal umat, sehingga semuanya bisa turut bernyanyi. Misa berlangsung meriah, sederhana dan menjadi pokok sukacita bagi semua.  Bacaan Kitab  Suci diambil dari Injil Lukas, tentang Maria yang mengunjungi Elisabeth. Keduanya mengalami sukacita yang besar, karena Allah menyertai mereka. Keduanya berbahagia, karena apa yang disabdakan Tuhan kepada mereka, betul-betul terlaksana.

Kaum Perempuan pegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat dan dalam rencana keselamatan Allah. Maria dan Elisabeth merupakan bukti bahwa Allah berkenan kepada manusia melalui mereka.  Mereka ambil bagian secara aktif untuk mewujudkan rahmat itu, agar dialami dan hadir bagi setiap generasi.  Yang tua menyiapkan dan mendorong yang muda untuk berani tampil dan menyebarluaskannya kepada umat beriman di mana saja. Melalui perempuan-perempuan sederhana, Allah memberkati umat-Nya,  dan memunculkan orang-orang besar untuk memimpin umat-Nya.

Moga-moga melalui peziarahan di tempat ini, akan muncul banyak perempuan dan keluarga-keluarga yang terberkati. Makin banyak orang mengalami pertobatan dan penyembuhan. Dan mereka ini, akan mengajak orang beriman yang lain lagi untuk mengucap syukur atas rahmat dan kehidupan yang diberikan kepada mereka.  Siapa pun mereka, dari golongan agama mana pun yang hendak berziarah ke tempat ini dengan tulus, tidak dilarang. Rahmat yang dialami umat di tempat ini, adalah rahmat yang diberikan kepada semua umat beriman.

Bunda Maria yang kita hormati adalah juga bunda bagi banyak umat beriman yang merindukan kasih sayang dan keibuan bunda kita.  Bapak presiden, bapak gubernur, bapak bupati dan pejabat negara atau pun pimpinan lembaga mana pun yang hendak berziarah ke tempat ini, diterima dan dipersilakan dengan sukacita dan keterbukaan hati. Kehadiran mereka tentu merupakan rahmat Allah bagi umat beriman di tempat ini juga, meskipun mereka tidak seiman dengan kita.

Setelah misa selesai, hujan mulai turun. Secara spontan, banyak yang bilang “itu hujan berkat”. Pada saat sambutan-sambutanpun, hingga seluruh perayaan itu selesai hujan masih turun. Meski demikian suasana gembira dan syukur tetap memenuhi hati dan pembicaraan kami. Seluruh upacara berlangsung kurang lebih selama dua setengah jam. Setelah umat beriman pulang ke rumah masing-masing, malam itu hujan turun cukup lebat.  Bunda Maria “Cermin Kesucian” menyalurkan berkat Tuhan kepada umat Allah yang berziarah pada malam itu.

Mata air kembar

Simon dan ada 10 orang yang lain, telah disembuhkan. Simon sudah cukup lama kakinya kram-kram sehingga tidak bisa jalan. Dia terpaksa dipapah, untuk bisa sampai ke mata air.  Setelah kedua kakinya disiram air gua  Maria, dia mengalami bahwa kedua kakinya mulai hangat, dan kemudian dia bisa berjalan kembali seperti semula.  Hingga saat ini penyakitnya tidak kambuh lagi.

Mata air kembar moga-moga merupakan tanda bahwa Allah akan mencurahkan kasih sayang dan berkat-Nya berlipat ganda. Umat beriman hendaknya menjadi lebih siap untuk menerima curahan kasih sayang itu, siap menjadi saksi-saksi-Nya yang baik dan setia. Moga-moga pula, makin banyak orang yang doanya dikabulkan, ketika berdoa di tempat ini. Moga-moga Bunda Maria yang mencerminkan kekudusan Allah, akan mendorong semua orang yang percaya, hidup kudus dan berkenan pada Allah dan  dalam pengabdian kepada sesama.  

Komentar

Postingan Populer