EKARISTI DI PAROKI ASIKI


PEMBACA YANG BUDIMAN.....

Saya sajikan oleh-oleh perjalanan saya, beberapa waktu yang lalu. Selamat menikmati. 


Tanggal 31 Juli 2014, sesudah makan sekitar jam 9 pagi, kami berempat dengan menumpang mobil Toyota Hilux berangkat menuju ke Asiki. Kami singgah di Erambu. Di sana kami bergtemu dengan pastor John Kota Sando dan frater Maxi, serta beberapa ibu dan anak muda. Mereka sedang asik membuat ikan asin. Ikan jenis gabuslah yang amat banyak di daerah itu, dan kini menjadi favorit untuk dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Kami membeli 30 kg ikan asin gabus yang sudah kering untuk oleh-oleh bagi rekan-rekan di Tanah Merah dan di Mindiptana.

Perjalanan amat lancar dan cuaca amat cerah. Kami singgah di Muting III untuk makan siang. Di wilayah itu, ada banyak warung makan. Kami mengambil makanan sendiri-sendiri sesuai dengan selera kami masing-masing. Apa yang kami makan itulah yang kami bayar. Nasi putih berapa pun banyaknya tetap dihitung 1 porsi. Kami tambah nasi pun tidak dipungut biaya lagi. Rata-rata untuk 1 kali makan, kami membayar Rp 20.000 – Rp. 25.000 per orang. Kebanyakan yang punya warung makan adalah orang-orang dari Jawa Tengah yang dulu ikut program transmigrasi.

Perjalanan dilanjutkan lagi. Jarak dari Merauke ke Muting III sekitar 250 km, dari dari Muting III ke Asiki sekitar 100 km. Total perjalanan kami hari itu 350 km. Kami tiba di Asiki jam 3 sore. Itu berarti perjalanan kami membutuhkan waktu 6 jam. Apabila musim hujan dan jalan berlumpur perjalanan yang sama, membutuhkan waktu 10 – 14 jam. Ketika kami tiba di Asikin, kami diterima oleh Bruder Purwanto MSC dan pastor Jay Luly MSC, dan beberapa anggota dewan paroki. Mereka sudah mendapat informasi tentang kedatangan kami.

Para suster PRR dan komunitas MSC Asiki merencanakan sore itu ada ekaristi yang dipimpin Uskup khusus untuk komunitas dan dewan paroki. Namun, ketika mereka mendengar bahwa ada ekaristi pada sore itu, mereka pun dengan sukacita menggabungkan diri. Maka, perayaan ekaristi yang sedianya diadakan di kapel susteran, berubah total. Altar dipindahkan keluar kapel, dan letaknya di samping pintu utama sedangkan umat Allah duduk di kursi yang diatur secara mendadak di halaman susteran. Lebih dari 100 umat yang turut merayakan ekaristi pada sore itu. Mereka ternyata rindu misa bersama bapa uskup.

Sesudah misa ada makan bersama. Semua yang hadir dalam perayaan ekaristi juga diundang dalam perjamuan bersama. Makanan yang disiapkan ternyata lebih dari cukup. Kami semua menikmatinya dengan penuh sukacita. Santapan rohani dan jasmani menambah keakraban dan kegembiraan kami semua. Perjalanan panjang yang sesungguhnya melelahkan berubah menjadi kesegaran bagi saya. Kehadiran dan antusiasme umat menjadi “obat penyegar” dan pemulih kelelahan fisik. Saya yakin mereka pun mengalami hal yang sama. Meski harus datang dari tempat-tempat yang agak jauh, ekaristi dan kebersamaan telah memberikan “vitamin” yang menguatkan mereka dalam karya dan hidup sehari-hari.

Perjumpaan dengan sesama umat Allah, kebersamaan dalam semangat dan keimanan, yang diikat oleh Sabda Allah dan sakramen, telah memberikan kepuasan dan penyegaran atas dahaga akan rahmat dan kasih Allah. Pertemuan itu bukan hanya pribadi dan pribadi pada tataran manusiawi saja, tetapi juga pertemuan pribadi dengan Pribadi Allah sendiri. Allah dan manusia bertemu, dalam perjamuan yang diselenggarakan oleh manusia, namun yang “diangkat oleh Allah” menjadi perjamuan surgawi. Manusia menjadi jembatan / saluran bagi Allah untuk menjumpai umat-Nya. 

Komentar

Postingan Populer