22 WARGA KAMBODIA KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA


“Selamat malam, bapa uskup. Maaf saya mengganggu. Saya mau melaporkan bahwa saya sedang menangani orang-orang Kambodia yang melarikan diri dari kapal ikan. Mereka masih di pelabuhan”. Demikian informasi pada malam itu, Selasa 30 September 2014 kepada saya. Waktu sudah menunjukkan jam 22.30. Sesudah mendapat informasi itu, saya segera menuju ke kantor Sekretariat Keadilan dan Perdamaian untuk mengetahui secara langsung keadaan orang-orang Kambodia itu. Menurut laporan malam itu, mereka adalah para nelayan yang bekerja di kapal Thailand. Akibat perlakuan yang tidak manusiawi, dan mereka sudah berbulan-bulan lamanya tidak digaji, akhirnya ketika di Merauke, mereka nekad lari dan mencari perlindungan.

Sekretariat kami pada siang itu mendapatkan telepon dari Lembaga IOM ( International Organization for Migration), kemudian segera melakukan pencarian atas para nelayan yang lari tersebut. Menurut informasi, salah seorang dari mereka menelpon keluarganya di Kambodia. Lalu keluarganya melaporkan hal itu kepada IOM di negara mereka. Laporan itu ditindaklanjuti oleh IOM Kambodia untuk meminta bantuan IOM Indonesia di Jakarta. Demikianlah, mereka yang terlantar itu dapat segera mendapatkan pertolongan.

Malam itu, saya mengontak Bp. Van Vithyea (sekretaris kedua) Kedubes Kambodia di Jakarta. Saya mengabarkan bahwa di Merauke ada para nelayan Kambodia yang terlantar. Mereka melarikan diri dari kapal Thailand, karena perlakuan tidak manusiawi selama mereka bekerja di kapal itu. Jumlah mereka 25 orang, dan kini kami tolong. Mereka menginap di tempat kami. Pihak kedubes yang dihubungi menegaskan bahwa dalam waktu dekat mereka akan mengirim utusan ke Merauke. Atas nama pemerintah Kambodia, beliau mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan kemanusiaan yang diberikan kepada warga negara mereka.

Hari ini, kamis 3 September 2014 bapak Vithyea telah tiba di Merauke, didampingi oleh bapak Hendra. Beliau telah bertemu dengan para nelayan itu, dan memberikan kesaksian bahwa mereka benar-benar warga negara Kambodia. Ada di antara mereka yang telah bekerja 1,5 tahun di kapal itu namun tidak mendapatkan gaji yang sesungguhnya. Pada awalnya mereka dijanjikan akan mendapatkan gaji yang tinggi. Namun, ketika sudah mulai bekerja, surat-surat dan passport mereka ditahan. Di buku perjalanan kapal, mereka disebutkan sebagai warga negara Thailand. Identitas mereka disembunyikan. Gaji tidak pernah diberikan, dan mereka hanya mendapatkan makan serta uang seadanya.

Jumlah mereka ternyata hanya 22 orang. Dari jumlah itu, 2 orang kemudian berhasil dibujuk oleh bos kapal KUMANA I sehingga kembali ke kapal, sedangkan 20 orang tetap bertahan untuk tidak kembali karena mereka takut akan nasib mereka, ketika dalam perjalanan pulang ke negara mereka bila tetap ikut bos kapal itu. Mereka telah trauma akan perlakuan tidak manusiawi yang telah mereka alami. Mereka memutuskan untuk ikut petunjuk pihak kedubes, bahwa mereka akan dipulangkan oleh pihak kedubes, setelah urusan dengan pihak imigrasi dan kepolisian Merauke sudah selesai.

Saya telah menyampaikan informasi via telepon kepada bapak Sekretaris Daerah Kab. Merauke atas situasi dan penanganan kepada para nelayan itu. Pihak Sekretariat Keadilan dan Perdamaian juga telah memberikan informasi kepada pihak kepolisian. Sedangkan informasi lebih lanjut secara tertulis akan disampaikan pada hari Senin.  Bapak Vithyea juga mewawancari mereka satu per satu, agar menjadi jelas siapa dan bagaimana pengalaman mereka selama bekerja di kapal, dan tentu hal-hal penting lain sehubungan dengan kepulangan mereka. 

Para nelayan itu adalah korban dari tindakan “perdagangan manusia”. Mereka benar-benar tidak berdaya ketika berada di kapal asing, dan berada di laut atau di tempat yang tidak mereka kenal. Syukurlah ada alat komunikasi yang memungkinkan mereka untuk mengontak keluarga mereka. Syukurlah bahwa ada di antara mereka yang menyimpan nomor-nomor telepon penting, sehingga mereka masih bisa ditolong. Syukurlah bahwa ada di antara mereka yang tahu bahasa Indonesia sepotong-sepotong.

Yang lebih membanggakan bahwa di negara mana pun, tetap ada orang baik dan ada lembaga kemanusiaan yang rela menolong para korban dengan rela hati. Syukurlah bahwa secara internasional telah ada lembaga yang melindungi dan memperjuangkan kebebasan para korban “kejahatan kemanusiaan yang terselubung ini”. Kejahatan kemanusiaan dapat mengancam siapa saja dan kapan saja. Lebih-lebih orang-orang yang sederhana dan belum kenal “mulut manis tetapi sesungguhnya srigala berbulu domba”, atau orang-orang yang tergiur oleh iming-iming gaji yang besar, akan dengan mudah menjadi korban tindakan kejahatan ini.

Menolong para korban memang penting, namun memberikan informasi akan bahaya yang mengancam kemanusiaan kepada masyarakat amatlah penting, agar korban-korban yang baru akan dapat dikurangi atau dihindarkan. Sekarang ini mereka yang menjadi korban, moga-moga bukan anda atau keluarga anda yang akan menjadi korban selanjutnya. Menjual manusia memang menggiurkan karena mendapatkan uang banyak....namun itu melawan hati nurani. Menurut bahasa orang beriman, tindakan itu adalah dosa.

Komentar

Postingan Populer